Sekitar 95% Masyarakat Mencari Rumah Lewat Internet

marketeers article
7732683 miniature model home sitting on a laptop keyboard. real estate on the internet concept.

Kehadiran internet memang mempermudah masyarakat untuk mencari sesuatu lewat layar. Termasuk mencari properti seperti rumah dan apartemen. Berbeda dengan zaman dulu dengan melihat iklan di media konvensional atau bertanya-tanya kepada orang terdekat, hasil survei menunjukan masyarakat modern sudah pasti beralih ke internet.

“Berdasarkan data kami, sekitar 95% pencari rumah melakukan pencarian untuk pertama kali lewat internet. Setelah itu baru cek langsung ke lokasi,” ujar Head of Marketing Rumah.com Ike Hamdan dalam acara MarkPlus Center di Jakarta pada Kamis (20/7) 2017.

Berawal dari pencarian lewat online itulah kemudian terbentuk sebuah customer journey konsumen propert. Menurutnya dari awal niat dan mencari rumah lewat internet, keputusan membeli baru akan terjadi sekitar enam sapi sembilan bulan kemudian.

Dari internet, konsumen kemudian akan cross check ke lokasi. Apakah betul fisik rumah sesuai yang ada di gambar. Pencarian internet itu juga memiliki fungsi lain, yaitu untuk melakukan pemilahan rumah mana saja yang akan dicek dan dikunjungi.

Kalau ternyata benar-benar cocok, konsumen kemudian mencari financing yang tepat. Barulah kemudian rumah diakuisisi. “Dari proses enam sampai sembilan bulan itu tidak serta merta segampang itu sebenarnya. Orang Indonesia kecenderungan mencari restu keluarga dulu baru membeli. Kadang ibunya ingin begini, bapaknya ingin begitu, sampai kakak adik juga ikut mempengaruhi keputusan membeli rumah. Itu yang lama,” ungkap Ike.

Behavior lain terkait pembelian properti adalah waktu paling populer ketika mulai mencari lewat internet. Ternyata bukan hari libur seperti Sabtu dan Minggu. Waktu paling populer justru hari Kamis, antara jam sebelas siang sampai jam lima sore. Dari data yang masuk ke Rumah.com saja ada sekitar empat juta yang visit ke sana.

Setelah ditelisik ternyata karena Senin sampai Rabu konsumen masih fokus pada pekerjaan. Hari Kamis mereka mulai melonggarkan waktu untuk mencari, sekalipun di jam kantor. “Hari Jumat nyantai sebentar, weekend-nya langsung jalan ke lokasi,” sambung Ike lagi.

Dari behavior tersebut, kehadiran platform jual beli rumah online seperti Rumah.com yang berbentuk marketplace diklaim Ike sangat membantu. Pasalnya dengan sudah riset secara online, konsumen sudah tahu mau ke mana dan cek rumah seperti apa. Ike memang tidak menyatakan bahwa platform seperti Rumah.com mempermudah, tapi lebih ke membuat keputusan jadi lebi confident.

Teknologi VR

Dengan semakin majunya juga teknologi, sektor properti mulai memanfaatkannya untuk menarik lebih banyak calon pembeli rumah. Yang paling sedang hits saat ini adalah teknologi VR alias Virtual Reality. Pengembang-pengembang besar mulai beralih ke sana.

Salah satunya Grup Ciputra. Proyek apartemen mereka di kawasan Makassar rupanya memanfaatkan teknologi ini kepada calon pembeli. Lewat VR, calon pembeli bisa melihat interior dan eksterior di dalam apartemen tanpa harus datang langsung ke tempat. Teknologi view 360 derajat VR memungkinkan siapapun dapat melihat calon apartemen atau rumah idaman mereka dengan lebih efisien.

Namun tetap teknologi digital juga harus didukung oleh strategi marketing mumpuni secara offline. Menurut Ike, orang Indonesia biar sudah membangun awareness secara online, tetap strategi offline harus mendukung. Apalagi soal membeli rumah. “Belum ada konsumen membeli rumah langsung lewat online transfer saat itu juga. Trust-nya belum sampai sana,” ungkap Ike lagi.

Lalu yang jadi pertanyaan dan selalu menjadi perbincangan adalah, bagaimana sebenarnya generasi muda sekarang atau millenial dapat membeli properti di Jakarta. Menurut Ike kalau mau mencari rumah atau landed house di Jakarta sudah sulit. Selain landbank-nya sudah sedikit, kalau ada harganya pasti mahal sekali.

Mau tidak mau harus ke luar Jakarta. Di mana selain masih banyak dibangun properti serupa landed house, harganya masih lumayan tidak semahal Jakarta. Sebut saja Bekasi, Bogor, Depok, sampai Tangerang. Ike memberi tips jika ingin mencari rumah dengan harga masih cukup miring, carilah di dekat kawasan yang di masa depan akan dibangun atau sedang dibangun proyek jalur transportasi semacam tol atau kereta.

Kalau sudah jadi proyek infrastrukturnya pasti akan mahal harganya. Namun jika membeli sebelum jadi, akan menjadi investasi menjanjikan. Kondisi ini juga yang kemudian membuat virtual office atau kantor sewaan bulanan mulai menjamur.

Tujuannya adalah untuk menjangkau para pekerja millenial yang rumahnya di luar Jakarta. “Virtual office hadir karena selain dari segi biaya lebih murah, lokasinya bisa di mana-mana dan bisa mendekat ke tempat tinggal si pekerja. Tinggal tentukan si pekerja ini tinggalnya di mana, kantornya nanti menyesuaikan lokasi terdekat,” ujar Director Area Regus Indonesia Triandini Prasetyo.

Seperti halnya Regus yang sebagai pemain lama di sektor virtual office, menyediakan berbagai kantor sewaan di berbagai titik di Jakarta. Tidak hanya di kawasan pusat, tetapi juga tersebar sampai ke kawasan luar Jakarta seperti Tangerang.

Tujuannya agar perusahaan-perusahaan semakin melek bahwa pekerjaan kantor sebenarnya bisa dilakukan secara remote dari kantor lain. Di satu sisi ini menjadi benefit bagi pekerja karena tidak perlu ke kantor pusat untuk bekerja, tinggal dari kantor sewaan dekat rumah mereka.

“Perusahaan besar seperti Pertamina adalah klien kami. Mereka mulai melihat kesadaran untuk membuka virtual office. Selain lebih hemat karena bulanan, pewagai tidak perlu bermacet-macet ria untuk ke kawasan pusat untuk bekerja. Terutama millenial, yang selalu menginginkan gaya hidup bekerja kekinian dan fleksibel,” tutup Triandini.

    Related