Melihat Potensi Ekonomi Industri Seni Kelom Geulis

marketeers article

Tasikmalaya menyimpan segudang potensi industri kreatif. Salah satunya adalah kerajinan sandal perempuan terbuat dari kayu yang sudah turun-temurun dan populer disebut dengan  kelom geulis. Sentra kerajinan ini berada di kawasan Gobras dan salah satu destinasi wisata, khususnya bagi para pemburu sandal kayu.

Sesuai dengan namanya – kelom (serapan bahasa Belanda, klomp) artinya alas kaki terbuat dari kayu dan geulis (bahasa Sunda) yang berarti cantik – kelom geulis dikenal sebagai produk sandal-sandal cantik dengan varian desain, bahan, dan warna. Sandal-sandal ini tidak hanya dipasarkan melalui outlet-outlet yang berada di kawasan Gobras, tetapi juga di luar Gobras dan melalui kanal-kanal online.

Menurut sejarahnya, kerajinan kelom geulis ini sudah muncul pada tahun 1940 di Gobras. Motif perdana yang disematkan di sandal ini adalah motif bunga. Seiring berjalannya waktu, motifnya pun berkembang dengan aneka varian, sampai motif terkini yang disukai oleh milenial. Ada banyak pemain dan merek kelom geulis yang terkenal dari kawasan tersebut. Sebut saja Sheny, Carvella, dan Salsa. Kebanyakan pemain sekarang adalah generasi kedua atau ketiga.

“Orang tua saya merintis usaha ini pada awal tahun 1990-an. Sekarang, saya yang mengelolanya sebagai generasi kedua. Dulu, kami memulai dengan lima orang pekerja dan mesin-mesin yang dioperasikan secara manual. Sekarang, mesinnya lebih canggih dan bisnis ini dioperasikan dengan 30-an karyawan,” ujar Yudi Anggara, pemilik bisnis kelom geulis Salsa Art Collection.

Yudi menambahkan, produk-produk yang dibikin Salsa cukup bervariasi. Meski kelom masih menjadi usaha utama, Salsa saat ini mengembangkan lini produk dengan produksi penggantung pakaian (hanger). Semua diproduksi sendiri dengan satu rumah produksi yang cukup luas dan mampu memproduksi ratusan sandal setiap bulannya.

Desain, bagi Yudi, menjadi andalan utama mengingat segmen perempuan penyuka sandal ini sekarang didominasi oleh orang muda. “Ide desain kami dapatkan dari internet, khususnya tren desain dan warna apa yang saat ini digemari oleh orang muda. Biasanya, kami update desain rata-rata sebulan sekali,” katanya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Neli Neliawati yang juga menjadi generasi kedua dari kelom geulis Carvela yang berdiri sejak tahun 1976. Pada tahun 2009, Wahyuni baru ikut terlibat langsung dalam bisnis keluarga ini. “Dulu, kami produksi dengan model terbatas, sekarang karena tren, kami hadirkan banyak model. Semua kami produksi sendiri,” kata Neli, pengelola kelom geulis dengan merek Carvella.

Neli meyakini bahwa menangkap keinginan konsumen akan model sandal menjadi hal paling penting bagi bisnisnya. Dari sini, lahirlah beragam desain sandal yang disukai oleh konsumennya. Desainnya beragam, mulai dari polos minimalis hingga warna-warni dengan ukiran. Sandal kayu kelom geulis dipatok dengan harga berkisar Rp 50.000 hingga Rp 100.000.

Yudi maupun Neli bersyukur dengan adanya internet. Dengan jejaring online ini, mereka bisa memperluas jangkauan pemasarannya. Sebelumnya, Yudi memasarkannya dari kota-kota, seperti Jakarta, Bandung, dan sekitarnya. Tiga tahun belakangan, mereka mulai memasarkan secara online dan menjangkau pembeli seluruh Indonesia. Mereka memajang dagangannya di laman Facebook dan Instagram. Yudi pun pernah mengekspor sandal-sandalnya ke Italia, Jepang, dan China. Sementara, Neli bisa memasarkan dagangannya hingga luar Jawa, seperti Bangka dan Papua.

    Related