Menakar Peluang Danone AQUA di Pasar Teh dalam Kemasan

marketeers article

Maraknya merek minuman teh dalam kemasan (ready to drink tea) membuat pemain AMDK terbesar Danone AQUA ikutan terjun ke pasar ini. Setelah mengakuisisi penuh AQUA pada tahun 2000, Danone memang jarang meluncurkan merek-merek baru. Delapan belas tahun berselang, Danone akhirnya punya “mainan” baru yang dinamai Caaya.

Debut Danone di pasar air minum bukan hanya lewat AMDK. Perusahaan yang berbasis di Paris ini juga merilis minuman isotonik Mizone yang didesain untuk melawan sang juara bertahan Pocarisweat. Perusahaan ini sempat bereksperimen dengan merilis AQUA rasa buah alias AQUA Splash Fruit pada tahun 2004. Namun, hanya berselang setahun-dua tahun, produk ini raib di pasaran.

Reinkarnasi produk minuman air mineral dengan esen rasa buah itu lahir kembali lewat debut second-brand AQUA, yaitu VIT yang meluncurkan Vit Levité sejak dua tahun lalu. Kini, divisi air minum kemasan AQUA bereksperimen lagi dengan masuk ke pasar yang tengah naik daun ini, yaitu teh.

Bukan suatu yang mengejutkan jika AQUA memang berniat memperlebar cakupan pasarnya di industri beverages. Hampir semua pemain besar air minum kemasan punya merek yang dipersiapkan untuk bersaing di pasar basah ini. Saat ini, ada sekira puluhan merek RTD tea bersaing di pasar domestik.

Dari segi pertumbuhan bisnis, RTD tea cukup prospek. Euromonitor mengestimasi CAGR kategori ini sebesar 12,5%. Di sisi lain, Asosiasi Air Minum dalam Kemasan (Asparin) mengungkapkan, volumen RTD tea mencapai 2 triliun liter atau berkontribusi 9% dari total pasar air minum kemasan (soft drink). Posisi wahid masih dipegang kategori AMDK sebesar 84%.

Tentunya ada alasan di balik Danone bermain di pasar teh kemasan. Pertama, minum teh telah menjadi kultur masyarakat Indonesia. Secara rerata, bisa dibilang orang Indonesia biasa minum teh dua kali sehari. Kedua, urbanisasi yang masif membuat cara masyarakat meminum teh berbeda, dari yang menyeduh dengan teh celup menjadi meneguk minuman botol yang lebih praktis.

Ketiga, teh adalah jenis minuman yang paling populer dibandingkan kopi dan jus. Berdasarkan survei Snapcart, 56% dari 4.322 responden mengaku mengonsumsi teh dalam kemasan minimal sekali sehari atau 2-3 kali per minggu. Sekitar 64% dari mereka memperoleh minuman tersebut dari gerai minimarket.

Peter Harjono, Beverages Marketing Manager Danone AQUA mengatakan, merek tehnya yaitu Caaya diposisikan untuk menempati celah pasar yang belum terisi selama ini, “Yaitu teh dalam kemasan yang lebih modern, tetapi tetap mengusung rasa yang bernuansa Indonesia,” kata dia.

Ia bilang, diferensiasi mereknya dibandingkan pemain yang sudah ada terletak pada cita rasa teh yang mereka formulasikan. Ia mengklaim, “Caaya membuat teh dengan rasa teh yang sebenarnya, tanpa ditutupi oleh rasa lain yang berlebihan,” katanya.

Pasar Bersaing

Di bawah naungan Danone AQUA yang menguasai 46% market share AMDK nasional, memang memberikan “jalan tol” bagi Caaya untuk bisa cepat terdistribusi di pasar lokal. Cara ini persis dilakukan Teh Pucuk Harum yang mengandalkan armada distribusi kuat dari induk perusahaan Mayora Group.

Namun, mengonsumsi teh bukan soal distribusi. Pasar Indonesia nampaknya cukup menaruh perhatian pada merek yang sering beriklan di media massa, baik televisi, cetak, billboard, hingga media digital. Sebab, teh kemasan sebagai minuman yang sifatnya impulsif, sangat berkorelasi dengan seberapa besar merek me-recall calon konsumen untuk membeli produknya.

Hal ini terjadi pada Teh Pucuk Harum, pemain relatif baru yang kini mengekor di urutan kedua dari segi market share di bawah Teh Botol Sosro yang konon mengempit 50% pangsa pasar. Pencapaian Teh Pucuk tentu sepadan dengan bujet marketing yang digelontorkannya. Menurut catatan Nielsen, pada tahun 2016 merek ini mengucurkan Rp 381,7 miliar hanya untuk belanja iklan.

Meski pasar masih terbuka lebar, bermain di kategori yang banyak pemain bukan perkara mudah. Sebab, banyak pula merek teh yang sirna ditelan gelombang persaingan. Nama-nama seperti Futami, Mirai Ocha (Suntory Garuda) dan Kiyora (Ultrajaya) terlihat sulit bersaing di pasar teh kemasan saat ini. Entah karena awareness-nya yang kurang atau pemilik perusahaan memang tidak fokus menjadikan RTD tea sebagai lokomotif pendapatan.

Yang jelas, Caaya seharusnya tak akan mengulangi kegagalan Danone lewat Activia di pasar yogurt tanah air. Apakah dewi fortuna Danone berlanjut di merek tehnya? Kita lihat saja.

Related