Mengapa Brand Mesti Belajar dari Para Musisi?

marketeers article

Manusia adalah kombinasi antara akal dan emosi. Dan emosi selalu bergerak dinamis tergantung dari kondisi manusia. Menjadikan emosi sebagai titik sentuh pelanggan bukan lah hal mudah. Namun, sekalinya dapat, perusahaan memperoleh benefit yang berlipat-lipat.

Karenanya, Salvador Lopez, profesor marketing dari ESADE Business School, Barcelona, Spanyol mengatakan bahwa penting bagi brand saat ini untuk mendesain emosi dengan memanfaatkan berbagai saluran komunikasi yang mereka miliki. Brand kini bisa menyentuh emosi audiens dengan teknologi.

“Apakah Anda memanfaatkan perilaku digital para pelanggan Anda selama ini? Sudah kah Anda memanfaatkan kreativitas dan rasa ingin tahu mereka untuk memperkuat merek Anda?,” tanya Salva menyapa 600an tamu yang hadir dalam acara WOW Brand Festive Day: From WOW to NOW di Raffles Hotel Jakarta, Kamis, (8/3/2018).

Ia lebih jauh mempertanyakan sejauh mana kehadiran pelanggan di media sosial membantu merek, tidak hanya memperkenalkannya, melainkan juga membicarakannya sebagai sesuatu yang positif. Semua itu bisa dilakukan brand dengan menyentuh emosi mereka.

“Berbicara dengan konsumen di era digital ini sulit. Kalau salah-salah, bisa memberikan efek buruk bagi merek atau perusahaan Anda,” ujar Salva yang merupakan Founder Associate of InCrescendo Consulting, firma strategic marketing yang berbasis di negara asalnya, Spanyol.

Menurut pria kelahiran 1984 ini, ia kerap menemukan merek yang memperoleh kritikan karena kurang jeli men-deliver tujuan yang ingin disampaikan. Misalnya, alih-alih ingin memperoleh tanggapan langsung dari pelanggan tentang layanannya selama ini, McDonald’s malah memperoleh kritikan di laman resmi Facebook-nya.

“Konsentrasi pemasar adalah bagaimana mereka bisa bercakap-cakap dengan konsumen di pasar yang serba terkonek ini. Memang sulit, namun kita harus menciptakan “bahasa”, karena tidak ada bahasa standar,” ucap dia.

Salah satu pendekatan yang ditawarkan Salva adalah dengan cara belajar dari para musisi. Para musisi menggunakan lebih banyak sisi kanan otak, yang berupa emosi, intuisi, kreativitas, dan seni.

Seperti pernah dikatakan oleh Albert Einstein: “Kita tidak dapat memecahkan masalah dengan pola pikir yang sama ketika kita menciptakan masalah tersebut.”

Bagi penulis buku ROCkvolution! itu, musik merupakan sumber pengetahuan dan inspirasi yang bisa dipetik oleh pengelola merek. Dari para musisi, ada banyak contoh strategi inovasi, kerja tim, gaya kepemimpinan, adaptasi terhadap perubahan, keluar dari zona nyaman, kreativitas, strategi bersaing, co-creation, serta adopsi teknologi baru

Ia menceritakan, empat puluh tahun yang lalu, banyak pemilik label berusaha mencegah penggemarnya memotret dan merekam penuh konser musisi mereka. Akan tetapi, salah satu grup rock Grateful Dead malah mendorong penggemarnya untuk merekam film dan memotret gambar selama konser agar disebar ke orang lain. Hasilnya, band itu bisa bermain di konser yang lebih besar dan jauh lebih besar lagi.

“The Dead berhasil membuat penggemar bertanggung jawab atas publisitasnya. Daripada melawan pelanggan dengan sejumlah larangan, justru dengan memberikan kebebasan, membuat ikatan emosional yang positif antara brand dan pelanggannya,” tutur pria yang merupakan pemain multi instrumen ini, mulai dari gitar, piano, trompet, bass, dan juga vokalis.

Related