Mengapa Pemasar Harus Melek Media Sosial?

marketeers article
KIEV, UKRAINE JUNE 27, 2014: Person holding a brand new Apple iPhone 5S with Facebook profile on the screen. Facebook is a social media online service for microblogging and networking, founded in February 4, 2004.

Dibanding lima tahun lalu, media sosial kini menjadi primadona. Beragam platform baru bermunculan. Hal ini pula yang membuat kebiasaan orang Indonesia berubah. Hampir semua data menunjukkan penetrasi ponsel pintar, aplikasi, platform, hingga media sosial di Indonesia semakin tinggi meski infrastruktur belum sepenuhnya menyeluruh.

“Dengan iming-iming adanya bonus demografi, infrastruktur yang semakin baik, harga ponsel pintar dan koneksi semakin terjangkau ke depannya, harusnya media sosial akan lebih powerful untuk jadi kanal marketing,” kata Chief Creative Officer Narrada Communications Adi S. Noegroho yang akrab dipanggil Sheque.

Lalu, lanjut Sheque, yang menjadi tantangan adalah bagaimana menggunakan media sosial ini dengan cara-cara yang benar. Apalagi, digital bersifat dinamis. Ada platform-platform baru yang bermunculan, tapi ada juga platform yang sekarang sudah tidak ada. Jadi, platform-platform ini harus bisa merespons perubahan perilaku penggunanya.

“Contohnya Twitter yang sejak dua hingga tahun lalu mulai stagnan. Pengguna hanya melihat, tapi tidak aktif. Bahkan, mereka sudah tidak membukanya. Lalu belakangan ini, Twitter mulai menggeliat lagi dengan memunculkan fitur baru,” ujar laki-laki yang lebih dari 15 tahun menggeluti dunia periklanan ini.

Menurut Sheque, tahun ini hingga tahun mendatang merupakan tahunnya video. Walaupun saat ini netizen masih khawatir dengan kuota internet dan ponsel yang mereka gunakan belum tangguh, namun platform berbasis video ini akan menjadi primadona ke depannya. Apalagi bila harga paket data internet maupun ponsel pintar semakin terjangkau.

“Bukti konten video sedang digemari bisa dilihat dari nama-nama YouTubers yang mulai banyak bermunculan. Facebook juga sedang mem-push konten videonya seperti tak ingin kalah saing dengan YouTube. Bahkan, Twitter juga segera meluncurkan video 140 detik. Lalu, platform Snapchat pun makin populer,” katanya.

Dinamisnya dunia digital ini menuntut para pemasar dan agensi periklanan untuk lebih banyak beradaptasi dengan perubahan-perubahan yang demikian cepat. Hal ini yang tidak ditemukan saat era TV maupun cetak yang pergerakannya tidak secepat era digital.

Untuk tren yang dicatat media sosial, menurutnya Facebook mau diapakan pun tetap memiliki pengguna yang terbanyak. Untuk Twitter, ia melihat platform ini kembali naik lagi. Sementara, Snapchat diakui menjadi platform yang naik daun. Kemudian, Instagram sedang berada di masa keemasan.

Kemudian, muncul platform baru, yakni Steller. Namun, bagi Sheque, Steller belum terlalu populer dan belum banyak yang menggunakan. Tidak seperti Path yang sangat populer di Indonesia di mana Indonesia merupakan pengguna terbesar Path.

“Jika diperhatikan, pemasar sedikit enggan menggunakan Path dikarenakan sifatnya tertutup. Walaupun begitu, kami meyakini Path mempunyai pengaruh yang besar. Bagaimanapun rekomendasi yang diberikan lewat Path lebih beraya karena lingkaran dalam pengguna adalah orang-orang terdekatnya,” tandasnya.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related