Mengenal Equitree, Microequity dari Allianz

marketeers article
BANJARNEGARA, JATENG, 23/1 PERAJIN POCI. Seorang perajin menyelesaikan proses pembuatan poci yang terbuat dari tembikar dan biasanya digunakan untuk menyeduh teh, di sentra kerajinan keramik Usaha Karya di Desa Purwareja Klampok, Klampok, Banjarnegara, Sabtu (23/1). Perajin keramik di sekitar wilayah Purwareja Klampok, Banjarnegara, yang merupakan pemasok poci terbesar se Indonesia dengan kapasitas produksi mencapai 30.000 set per bulannya merasa terancam mengadapi persaingan dengan produk China dan meminta pemerintah secepatnya mengatur regulasi yang melindungi industri tersebut. FOTO ANTARA/Idhad Zakaria/ss/NZ/10

Micro equity dalam diskursus ekonomi dianggap sebaai solusi atas pengelolaan bisnis segmen mikro. Ini pada dasarnya adalah pembiayaan usaha yang menggunakan ekuitas melalui investasi dalam bentuk sejumlah uang untuk mendapatkan kepemilikan (ownership) dari usaha tersebut. Artinya, micro equity tidak mewajibkan pengembalian pinjaman ayaknya pembiayaan melalui hutang atau loan financing.

Allianz menjadi salah satu pionir yang mempopulerkan istilah micro equity melalui lembaga Trust Network Finance (TNF) yang didirikan pada tahun 2016. Awal tahun 2018, TNF di-rebranding menjadi Equitree yang dalam jangka panjang bakal dilepas sebagai social enterprise independen yang menghasilkan profit.

Dalam prosesnya, Equitree memberikan tiga tahapan modal usaha bagi penerima modal atau investree. Tahap pertama, pemberian modal maksimal Rp 2 juta. Tahap kedua, mereka yang dianggap berhasil mengembangkan bisnisnya akan mendaptkan mentorship atau pelatihan dari para mentor terpilih. Sementara, tahap ketiga yaitu formalisasi usaha, yaitu menjadikan usaha menjadi badan usaha dengan kekuatan humum (menjadi Perusahaan Terbatas/PT)

Dalam praktiknya, sistem equity ini akan memberikan pembagian saham dengan rincian sebagai berikut: 60% adalah pemilih usaha mikro, 30% adalah investor, dan 10% adalah mentor. Pihak investor bisa melakukan exit strategy dengan menjual sahamnya ke pengusaha mikro, sehingga mereka bisa menjadi pemilik saham dominan di usaha yang mereka jalankan.

Meskipun terkesan bisnis yang dikelola oleh wirausaha mikro menjadi tidak sepenuhnya dimiliki oleh mereka, namun justru dengan adanya keterlibatan investor dan mentor yang mengerti bisnis, justru usaha yang dijalankan akan berjalan berkesinambungan.

“Secara original, konsep ini bukan berasal dari Allianz global. Justru hadir dari Allianz Indonesia melalui Trust Network Finance yang kini menjadi Equitree. Kami ingin membuktikan bahwa micro equity itu workable dan visible dilakukan di Indonesia, sehingga bisa direplikasi di negara-negara lain,” terang Indra Yuliawan, Head of Operations CSR Allianz Indonesia.

Layaknya sebuah konsep bisnis, Equitree dirancang untuk memberikan manfaat sosial bagi wirausaha mikro sekaligus memberikan keuntungan bagi organisasinya. Keuntungan itu diperoleh dari hasil investasi yang ditanamkan untuk membiayai kembali pelaksanaan proses bisnis didalamnya.

“Harapannya, konsep Equitree dapat menciptakan ekosistem inovasi sosial yang memberikan nilai dari setiap investasi yang ditanamkan (value for money),” papar Indra.

Editor: Sigit Kurniawan

Related