Mengkaji Dilematika Pertumbuhan Digital dan Cybercrime Indonesia

marketeers article
Multi-ethnic businessmen holding laptops in police line up

Perkembangan digital di Indonesia terus meningkat dalam beberapa waktu terakhir. Di satu sisi, penelitian MASTEL 2017 menunjukkan wabah hoax menjadi masalah nasional yang rentan menimbulkan perpecahan dan instabilitas politik.

Beragam solusi pun dirangkai, mulai dari Undang-Undang Informasi dan Teknologi (UU ITE) hingga Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI). Tak hanya pemerintah, Industri Telko dan OTT pun mulai ambil bagian. Lalu, seperti apa sebenarnya solusi efektif pemecah masalah ini?

Persoalan informasi dan teknologi di Indonesia hakekatnya telah diatur dalam UU ITE No. 19 tahun 2016. Dalam praktiknya, masih banyak penyalahgunaan sistem informasi dan media sosial yang dilakukan pihak tidak bertanggung jawab. Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara di Jakarta, Senin (28/08/2017) mengatakan, perlu ada pembagian tugas antara pemerintah, masyarakat, pemain industri telko, bahkan OTT itu sendiri.

“Semua harus ambil bagian. Kami dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Keminfo) bertugas menangani masalah ini dari hulu ke hilir,” kata Rudi. Ia menjelaskan, dari Hulu Keminfo melakukan literasi media sesuai UU ITE, sementara Hilir dengan melakukan pendekatan hard approach seperti pemblokiran situs negatif.

Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) Agung Harsoyo menambahkan, pemerintah melalui sistem Trust+ telah memiliki 800 ribu black list terhadap situs bermuatan konten negatif, juga membuat daftar internet positif mencapai 250 ribu. Dari awal tahun hingga Juli 2017, BRTI telah melakukan pemblokiran sebanyak 773.517 konten pornografi, 163 SARA, dan 1.691 konten penipuan.

Upaya penanganan masalah ini juga dijalankan oleh para pemain industri telekomunikasi, salah satunya Indosat. Sesuai dengan regulasi yang diatur pemerintah terkait Registrasi Pelanggan Telekomunikasi (RPM Kominfo No.12 tahun 2017), Indosat kini meningkatkan keamanan registrasi bagi pengaktifan kartu Indosat baru.

Untuk meningkatkan keamanan, Indosat kini mewajibkan double verification untuk membuat akun baru,” kata Group Head Corporate Communications Indosat Ooredoo Tbk, Deva Rachman. Tidak hanya itu, Indosat juga menggelar forum dan seminar dalam upaya melakukan literasi digital kepada siswa/i Sekolah Menengah untuk menjadi pengguna sosial media yang bijak.

Selain pemerintah dan pelaku industri telekomunikasi, Rudi mengatakan penyedia layanan OTT seperti Twitter, Facebook, atau pun Instagram juga berperan penting dalam upaya memerangi cybercrime di Indonesia.

Agung Yudha selaku Public Policy Lead Twitter Indonesia mengatakan, meski Twitter memiliki misi membawa kebebasan dalam mengekspresikan ide dan pemikiran, mereka tetap aware terhadap konten negatif yang kini bermunculan di Sosial Media, termasuk Twitter.

Melalui rangkaian upaya meliputi update rules dan ToS bagi para pengguna Twitter, hingga kegiatan sosialisasi yang membangun engagement dengan pengguna platform ini untuk secara bijak berselancar di dunia maya.

“Twitter sudah melakukan berbagai program seperti #Tweet4Peace. Kami berkeliling daerah di Indonesia untuk mengkampanyekan ini dan mengedukasi millennials agar tidak mengikuti perdebatan yang dapat memicu perpecahan,” jelas Agung.

Selain itu, Twitter juga menggandeng Institusi Pemerintah untuk meningkatkan engagement dengan para followers mereka di Twitter. Hal ini dipercaya dapat menciptakan sirkulasi timeline yang positif. Agung menjelaskan, belakangan TNI dan Dirjen Pajak memposting konten yang ‘lucu’ dan ‘viral’ untuk membangun engagement dengan para follower mereka, “hal seperti ini bisa mengalihkan users dari lingkaran perdebatan yang tidak negatif,” kata Agung.

Keminfo juga merangkul MUI sebagai pemegang kendali hukum islam di Indonesia untuk berbicara terkait hal ini. Ketua Majelis Ulama Indonesia KH Ma’ruf Amin menjelaskan, pihaknya akan segera melakukan tindakan dengan memberikan edukasi kepada masyarakat, mendampingi produsen dan konsumen, serta mendukung kebijakan negara dengan membuat regulasi yang membatasi penyebaran konten negatif.

Terakhir, pemegang peranan dalam upaya mengatasi persoalan ini dikatakan Rudi ada di tangan Masyarakat. Sebagai pengguna internet aktif, masyarakat harus memahami apa saja konsekunsi yang akan terjadi atas tindakan mereka dalam menggunakan internet.

Jadi, bagaimana pendapat Anda? Sudahkah cara yang diambil ini tepat dalam upaya menangani konten negatif (cybercrime) di Indonesia?

Related