Mengulik Optimisme Para CFO di Industri Asuransi

marketeers article
Insurance Benefits Protection Risk Security Service Concept

Mengawali tahun ini,  PwC Indonesia merilis survei atas para chief financial officer (CFO) di industri perasuransian Indonesia terkait  prioritas-prioritas CFO dan fungsi keuangan seiring kita melangkah memasuki periode berikutnya dalam pengembangan industri ini. Tanggapan-tanggapan, yang datang dari semua bagian dari pasar asuransi Indonesia, menyoroti sejumlah tema utama yang akan menarik bagi semua pemangku kepentingan.

Para CFO di pasar asuransi Indonesia cukup optimistis dengan masa depan industrinya. Sekitar  80% memperkirakan bahwa kondisi industri akan membaik atau stabil pada tahun-tahun mendatang. Ini merupakan salah satu temuan utama dalam survei PwC atas para CFO dan Direktur Keuangan di perusahaan-perusahaan asuransi Indonesia. Di tengah pertanda membaiknya pasar asuransi, PwC juga menemukan bahwa profitabilitas telah menjadi prioritas yang melebihi pertumbuhan top-line semata.

“Ini adalah masa yang penuh gairah bagi industri asuransi di Indonesia, namun seiring banyaknya peluang yang terbuka, ada juga begitu banyak tantangan. Perkembangan demografis dan ekonomi yang pesat di Indonesia meningkatkan permintaan terhadap produk-produk perlindungan dan tabungan dari perusahaan-perusahaan asuransi,” kata Sam Flitman, Insurance Industry Advisor di PwC Indonesia dalam siaran persnya.

Akan tetapi, para pimpinan keuangan di industri ini juga menyoroti kurangnya kematangan dalam proses dan sistem sebagai keterbatasan untuk membuka peluang keuntungan ini. Sementara kondisi-kondisi makroekonomi dilihat sebagai tantangan terbesar di masa depan untuk memenuhi strategi. Terlihat bahwa  lebih dari 70% CFO memprediksi bahwa akan sulit untuk memikat SDM agar bersedia bergabung dengan fungsi-fungsi keuangan di perusahaan mereka dalam beberapa tahun ke depan.

Selanjutnya, isu-isu terkait sistem dan ketergantungan yang berlebihan pada proses-proses manual disebut sebagai dua penyebab yang paling signifikan dari permasalahan operasional keuangan. Sebagai contoh, 67% perusahaan asuransi jiwa yang memberi respons mencatat bahwa proses financial closing mereka masih memerlukan waktu lebih dari 7 hari.

Seperti sebagian besar industri di Indonesia, perkembangan pesat dalam kemampuan dan ketersediaan teknologi merupakan peluang yang signifikan bagi perusahaan-perusahaan asuransi baik untuk menjangkau lebih banyak nasabah maupun meningkatkan efisiensi operasional. Sebanyak 84% CFO menyatakan bahwa fungsi-fungsi pendukung (back-office) mereka telah siap menghadapi masa depan, namun fungsi-fungsi ini masih sangat manual dan rawan kesalahan.

Penerapan IFRS 17 akan memerlukan banyak waktu dan keahlian. Sebanyak 65% responden memiliki pandangan yang positif terhadap standar pelaporan IFRS17 dan potensi manfaatnya, dan sebagian besar responden telah mulai mengambil langkahlangkah pelaksanaan. Namun dipahami juga bahwa transisi dapat menjadi tantangan, dan kemampuan teknis, sumber daya, dan antarmuka sistem merupakan permasalahan yang paling penting untuk diatasi. Dalam suatu pasar di mana sumber daya aktuaria dan para akuntan asuransi sudah langka, jelas bahwa pelaksanaan program-program perlu dipercepat agar dapat memenuhi tenggat penerapan pada tahun 2022.

“Agar dapat menjangkau para calon nasabah ini, perusahaan-perusahaan asuransi perlu memiliki kemampuan teknologi dan digital yang canggih. Hal ini memerlukan investasi baik dalam hal SDM maupun teknologi. Kemungkinan untuk melewati perkembangan ini bersamaan dengan implementasi IFRS17, yang merupakan perubahan terbesar dalam standar pelaporan global untuk perushaan asuransi untuk satu generasi, menunjukkan perlunya fungsi keuangan untuk sepenuhnya dipersiapkan untuk beberapa tahun yang menuntut,” tambah Flitman.

    Related