Menilik Kinerja Pers di Era yang Dijejali Hoax

marketeers article
Ilustrasi Kinerja Pers sebagai telinga masyarakat

Dunia sudah banyak berubah. Pada tahun 2017, ketidakpastian global dengan adanya Brexit dan Donald Trump serta pengaruh teknologi 4.0 membawa banyak sekali perubahan. Dengan adanya teknologi 4.0 yang merupakan perwujudan cyber-physical world, dunia seolah tidak mengenal batas (borderless) namun pada saat yang bersamaan muncul aneka paradoks. \

Setidaknya, jika diperhatikan, muncul paradoks di berbagai bidang, seperti politik, budaya sosial, ekonomi, dan kondisi pasar di negeri ini. Perubahan ini tentunya akan berdampak ke berbagai elemen negeri ini, termasuk peran serta kinerja awak media atau para insan pers.

“Dalam unsur politik, populisme lahir menggantikan ‘union’ yang kuat. Dalam unsur socsal budaya, artis (baca: seniman) semakin menjadi suara di dunia 4.0. Dalam unsur ekonomi, proteksionisme muncul sebagai pertentangan terhadap keterbukaan globalisasi. Dan, dalam unsur market/pasar, ‘glocal’ menjadi sebuah istilah baru menggabungkan pemikiran dan strategi global yang bisa langsung diterapkan secara lokal,” jelas Pakar Pemasaran Hermawan Kartajaya saat menghadiri perayaan Hari Pers Nasional 2017 yang digelar oleh Kementerian Pariwisata

Dari sini, teknologi akan bisa langsung memengaruhi ekonomi dan akhirnya ke pasar tanpa harus melewati jalur politis yang ‘berkelok-kelok’. Dalam beberapa kasus, seperti transportasi online di Indonesia malahan menggunakan jalur ‘expressway’. Teknologi dengan bantuan pengaruh sosial budaya bisa langsung mempengaruhi pasar.

Sementara, kinerja pers saat ini, bisa saja menjadi bias dan memihak. Dari sini, integritas pers sangat dituntut untuk menjaga imej NKRI di pasar global dengan turut mendukung pemberitaan yang positif. Setidaknya, menurut Hermawan, ada tiga peran pers. Pertama, sebagai kontrol atas kekuasaan. Kedua, membantu meningkatkan optimisme ekonomi Indonesia karena efek globalisasi (pessimism to optimism). Ketiga, membantu memerangi hoax dan post-truth (baca: pembenaran) agar pers terus dapat dipercaya oleh publik (post-truth to public trust). Dari upaya ini, diharapkan para pers bisa menjaga stabilitas negara juga imej Tanah Air di mata dunia internasional.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related