Merugi, Pemain Musik Streaming Cari Cara Lain Biar Untung

marketeers article
Sumber: Spotify

Smartphone yang semakin canggih menjadikan segala sesuatunya sebisa mungkin hanya dilakukan dalam satu piranti cerdas. Begitu pun dalam mendengarkan musik. Cara streaming kian diminati, meskipun Indonesia masih terkendala dalam segi sinyal dan pembayaran.

Gegap gempita platfrom streaming musik masuk ke Indonesia bisa dibilang terjadi sejak lima tahun lalu. Layanan seperti iTunes, JOOX, Spotify, dan terakhir Deezer kian menyemarakkan pasar yang relatif baru ini. Mereka masih mencari cara terbaik bagaimana memonetisasi di pasar dengan populasi terbesar ke-empat di dunia.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJI) pernah merilis laporan tahun 2016 bahwa dari 132,7 juta pengguna internet di Indonesia, sekitar 35,5%-nya atau 45,9 juta jiwa mendengarkan musik. Tentu, angka itu merupakan potensi pasar yang besar bagi pemain musik streaming.

Hanya saja, yang terjadi, pemain musik streaming selalu merugi. Beban operasional mereka nampaknya jauh lebih besar. Ini disebabkan bukan karena pengembangan aplikasi, melainkan keharusan mereka membayar royalti kepada para penyanyi.

Pembayaran royalti selama ini dihitung berdasarakan jumlah putar per stream. Setiap lagu yang diputar, penyanyi memperoleh royalti sebesar 0,006 dollar hingga yang terkecil 0,0084 dollar.

Besaran royalti tentunya tergantung pada kepopuleran sang penyanyi. Adele, Dua Lipa, Shakira, Kendrick Lamar, dan penyanyi hits lainnya bisa memperoleh US$ 400.000 hingga US$ 500.000 sebulan hanya dari layanan streaming.

Untuk membayar semua pengeluaran itu, pemain musik online terus menggenjot jumlah pengguna baru. Semakin banyak pengguna, semakin besar seharusnya uang yang diterima mereka. Sayangnya, porsi pengguna berbayar atau subscriber jauh lebih sedikit dari “kaum gartisan” alias pengguna yang mendengarkan musik secara cuma-cuma.

Berdasarkan laporan keuangan Spotify, mereka mengaku mengalami kerugian bersih setiap tahun. Pada tahun 2013, perusahaan asal Swedia ini rugi bersih US$ 61 juta. Pada tahun berikutnya membengkak menjadi US$ 179 juta, dan pada tahun 2015 merugi lebih dari US$ 200 juta. Tahun lalu, angkanya lebih fantastis lagi, yaitu US$ 350 juta

Beban operasional yang tinggi memang membuat marjin perusahaan untuk meraih keuntungan bersih kian menipis. Padahal, pendapatan Spotify selalu naik. Tahun lalu saja, perusahaan ini berhasil mengantongi US$ 4,96 miliar, tumbuh 40% dari tahun sebelumnya.

Walau mengklaim telah memperoleh pengguna berbayar sebanyak 60 juta, atau dua kali lipat dari rivalnya Apple, tetap saja Spotify mesti meracik strategi di pasar Asia Tenggara, seperti Indonesia. Salah satu kendala utama konsumen Indonesia adalah perihal pembayaran menggunakan kartu kredit.

Hal ini juga diakui oleh JOOX, layanan serupa Spotify yang berasal dari China. JOOX melakukan pendekatan carrier billing atau pembayaran paket musik streaming menggunakan pulsa. Perusahaan di bawah Tencent itu menggandeng perusahaan teknologi seluler Fortumo untuk pengembangan metode tersebut.

Sampai saat ini, cara “potong pulsa” ala JOOX baru bisa dilakukan oleh pengguna pasca dan prabayar dua operator, yaitu Indosat Ooredoo dan Smartfren. Diakui pihak JOOX, cara ini bisa meng-convert pengguna menjadi pelanggan jauh lebih cepat.

“Mengubah pengguna menjadi pelanggan sulit dilakukan dengan metode pembayaran tradisional,” kata Andrea Boetti, VP Global Business Development Fortumo dalam rilis resmi yang diterima Marketeers, Rabu, (7/2/2018).

Pasalnya, hanya 2% dari populasi Indonesia yang memiliki kartu kredit. Di sisi lain, 53% sudah memiliki smartphone. “Ini berarti mayoritas orang yang mengakses konten online tidak memiliki sarana untuk membayarnya,” tambah dia.

Andrea bilang, pembelian langsung menggunakan pulsa ponsel menjadi solusi pembayaran online yang sesuai dengan market tanah air. Selain tanpa perlu berbagi informasi pribadi secara online, pengguna juga tak perlu mendaftarkan akun tambahan lainnya.

Ia percaya berkat kemudahannya itu, carrier billing bakal berkembang menjadi salah satu metode pembayaran online terdepan untuk pembelian konten digital secara global. Sebagai gambaran, menurut SuperData Research, metode “potong pulsa” menyumbang 18,6% dari semua transaksi game digital dibandingkan dengan kartu kredit dan debit yang menyumbang 18,1%

Selain JOOX, pemain baru yang meramaikan bursa streaming musik Deezer juga melakukan hal yang sama. Bedanya, perusahaan asal Prancis itu menggandeng operator Hutchinson Tri.

“Kami melihat, lebih dari 51% orang Indonesia menggunakan ponselnya untuk mendengarkan musik. Bergandengan tangan dengan operator ponsel, kami berharap Deezer dapat diterima oleh pelanggan di Indonesia,” kata Daud Aditirto, Wakil Presiden Deezer Asia Pasifik.

Harga yang dibebankan pengguna untuk berlangganan musik streaming melalui ‘potong pulsa’ bervariasi. JOOX VIP membanderol biaya sebesar Rp 25.000 per minggu atau Rp 509.000 per tahun. Sementara, pendatang baru Deezer nampaknya masih memberikan harga persahabatan, yaitu Rp 49.900 selama tiga bulan.

Tertarik untuk berlangganan atau setia menjadi penikmat musik gratisan?

Editor: Sigit Kurniawan

Related