Meski Tumbuh, Tahun Ini Industri Pembiayaan Masih Punya PR

marketeers article
Ilustrasi Pembiayaan. Foto: www.123rf.com

Sepanjang tahun ini, di tengah beragam tantangan Industri pembiayaan atau multifinance masih menorehkan kinerja positif. Tantangan datang bukan saja dari faktor eksternal, seperti kenaikan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Namun, kondisi internal industri pembiayaan pun sedang menjadi sorotan lantaran pembekuan beberapa perusahaan pembiayaan.

Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sejak Januari hingga September 2018, sudah ada 5 perusahaan pembiayaan yang dicabut izin usahanya. Sedangkan 6 multifinance lainnya dibekukan kegiatan operasionalnya. Sebagian besar pembekuan dan pencabutan berlatar belakang oleh ketidaktepatan para multifinance tersebut dalam menjalankan proses bisnis dan target bisnis.

Akibatnya, rasio pembiayaan menyebabkan Non-Performing Finance (NPF) alias kredit macet yang tinggi. Menurut OJK, hingga akhir semester I atau triwulan II tahun ini, NPF multifinance berada di angka 3,15%. Namun, pada Juli 2018 naik 0,03% menjadi 3,18%. Bisa jadi ini karena paska Lebaran, masyarakat menunda membayar cicilan.

Soal pembekuan dan pencabutan izin multifinance ini seperti mendapat pembuktian ketika kasus Sun Nusantara Pembiayaan (SNP) Finance milik Grup Columbia terkuak ke publik. Lalu, sejauh mana dampak dari kondisi tersebut pada industri secara keseluruhan.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno fenomena tersebut harus diakui bisa berdampak pada industri pembiayaaan. Terutama, terkait dengan ketersediaan dana sebagai modal kerja perusahaan pembiayaan.

“Jujur saja, perbankan yang menjadi sumber dana dari perusahaan multifinance menjadi was-was, siapa berikutnya yang menyusul dicabut atau dibekukan. Belum lagi dengan adanya tindakan-tindakan tidak terpuji dari pemain yang melakukan double financing,” kata Suwandi.

Mengantisipasi penurunan kepercayaan dari perbankan, lanjut Suwandi, APPI saat ini sedang menyusun langkah konkret agar tidak terjadi lagi kredit bermasalah hingga double financing. Jadi, bukan lagi sekadar himbauan atau ajakan, tapi membuat sistem yang disebut Aset Registry.

“Dengan sistem ini, bisa terlihat apakah suatu aset sudah dijaminkan ke bank atau belum. Semoga Januari 2019 bisa selesai, sehingga perbankan bisa lebih memiliki keyakinan lagi pada industri pembiayaan,” jelasnya.

Kepercayaan perbankan ini penting karena adanya kasus-kasus tersebut membuat dana dari perbankan ke multifinance menjadi terhambat. Mengingat, perbankan melihat ini secara industri, padahal mestinya dikaji per perusahaan.

Suwandi menegaskan tersendatnya dana ini menjadi salah satu faktor kuat yang membuat pertumbuhan industri multifinance tahun ini masih belum sesuai harapan, hanya di kisaran 6-8% secara aset. “Saya kira, kenaikan suku bunga acuan BI tidak terlalu berpengaruh karena naiknya juga sedikit-sedikit,” tegasnya.

    Related