Millennial Akar Rumput: Kebersamaan Penting, Prestasi Belakangan

marketeers article
44775551 happy volunteer family putting their hands together on a sunny day

Selama ini millennial selalu digambarkan sebagai mereka yang lahir antara taun 1981 sampai 1997. Namun jika ditelaah lebih jauh, ada istilah millennial akar rumput, yang secara pendapatan di bawah Rp 5 juta per bulan alias kelas menengah ke bawah.

“Dikutip dari data BPS terbaru, jumlahnya mencapai 85 juta atau sekitar sepertiga populasi,” ujar co-founder Yogrt Roby Muhamad di Jakarta pada Kamis (2/11) 2017. Yogrt yang merupakan aplikasi media sosial khusus untuk pasar Indonesia, mempelajari millennial akar rumput tersebut dalam sebuah survei.

Menurut Roby, Yogrt mencoba ingin tahu lebih dalam karakteristik pengguna yang mayoritas datang dari segmen tersebut. Dari situ ada banyak behaviour yang ditemukan, salah satunya soal kebiasaan paling diutamakan millennial akar rumput.

Yang paling pertama adalah keinginan untuk terus dalam sebuah kebersamaan secara sosial. Roby menyatakan bahwa mereka ini sangat senang berkumpul dengan sesama rekannya, menjadikannya sebagai prioritas dibanding hal-hal lain, termasuk prestasi secara pribadi.

Ada istilah bahwa biar prestasi tidak terlalu bersinar, yang penting bisa selalu bersama. “Seperti begini, tidak enak terlalu pintar karena ga enak sama yang lain. Perilaku ini menular juga ke media sosial. Apa yang orang lain konsumsi, mereka mau juga,” sambung Roby.

Hal tersebut tentu berbeda dengan kelas millennial menengah atas. Dengan ekonomi jauh lebih mapan, kebersamaan bukan lagi prioritas, melainkan lebih mengejar prestasi sehingga secara sikap jauh lebih individualis dan selalu ingin berbeda dari yang lain.

Ini dikarenakan dengan ekonomi lebih terbatas, millennial akar rumput pada akhirnya tidak bisa bergerak lebih leluasa. Mereka kemudian memprioritaskan kebersamaan dengan rekan-rekannya sebagai aktualisasi diri. Sementara millennial menengah atas bisa mengaktualisasi diri mereka dengan pergi ke mana pun, ke tempat les, bersosialisasi dengan lebih banyak orang, sampai travelling.

Dilihat dari konsumsi konten media pun, millennial akar rumput cenderung memilih yang menghibur dibanding topik-topik berat. Sekitar 45% audiens survei memilih musik sebagai konten paling sering dikonsumsi, lalu film 30%, dan yang unik adalah konten agama sebesar 28%, di mana millennial akar rumput tidak lupa urusan religi. Dari aktivitas online paling sering dilakukan juga, sekitar 67% memilih chatting dan berselancar di media sosial.

Sementara dari sisi konten paling tidak diminati, ada nasionalisme dan politik. “Hanya 10% mengkonsumsi soal nasionalisme dan 9% untuk politik. Karena mereka lebih memilih tema yang aman dan menghibur dibanding kedua topik, yang cukup sensitif dan bisa membuat rekan-rekan lainnya pergi jika diajak berbicara soal nasionalisme dan politik. Apalagi politik, yang dianggap bisa memecah belah,” ungkap Boby.

Survei oleh Yogrt sendiri dilakukan sekitar September lalu kepada 5.000 audiens usia 17 sampai 36 tahun. Diharapkan dengan adanya survei ini, bisa diambil benefitnya terutama untuk brand-brand yang memang menyasar segmen millennial akar rumput.

Boby mengatakan bahwa jika ingin berhasil menggaet segmen tersebut, brand harus mampu membuat identitas yang bisa diikuti, terutama melihat karakter yang sangat follower minded. “Yang paling penting lagi adalah bagaimana brand bisa menciptakan atau mengangkat soal kebersamaan dalam kampanye-kampanyenya. Karena di situlah emosi mereka bisa disentuh,” tutup Roby.

    Related