Mobile Ad Marketing: 87% Konsumen Nonton TV Sambil Chatting

marketeers article
46067135 connectivity between smart tv and smartphone through wifi connection. all screen content is designed by us and not copyrighted by others and created with digitizing tablet and image editor

Menteri Komunikasi dan Telematika RI Rudiantara mengatakan bahwa tahun ini penjualan smartphone diprediksi mencapai 35 juta unit. Itu artinya segala yang berhubungan dengan perangkat mobile akan menjadi tren dan membesar secara industri. Termasuk di dalamnya dinamika berbagai aplikasi populer hingga tren di dunia pemasaran online yaitu mobile ad marketing.

Sejatinya mobile ad marketing adalah platform marketing dalam perangkat smartphone lewat berbagai aplikasi. Masyarakat seringkali menganggap iklan sejenis ketika muncul dalam smartphone mereka sebagai spamming alias gangguan. Namun platform penyedia mobile ad marketing InMobi melihatnya sebagai oportuniti.

“Ya memang kalau dibandingkan dengan televisi, di Indonesia masih nomor satu. Namun industrinya flat. Sementara untuk mobile ad walau porsinya masih kecil dibanding total pengeluaran advertising di Indonesia, pertumbuhannya signifikan,” ujar CEO InMobi Naveen Tewari di Jakarta pada Senin (13/2) 2017.

Selain dari jumlah penetrasi smartphone, tanda bahwa perangkat mobile punya potensi luar biasa adalah berdasarkan riset InMobi tahun lalu, porsi pengguna aplikasi penduduk Indonesia kedua setelah Tiongkok. Pengguna aplikasi di Indonesia memiliki porsi mencapai 14,2%, mengalahkan AS yang “hanya” 6,64%. Tiongkok menyumbang sebesar 57,8%.

Dengan semakin aktifnya pengguna smartphone di Indonesia, bisnis InMobi pun diakui ikut moncer. Mereka mengklaim bahwa mobile ad marketing khususnya lewat video meningkat drastis sebanyak 774% tahun 2016. “Semakin banyak brand yakin dengan strategi mobile ini. Brand yang menggunakan jasa kami mayoritas seperti e-commerce, FMCG, sampai travel,” sambung Naveen.

BBM Masih Pilihan

Menurut Naveen, mobile ad zaman sekarang bukan hanya iklan di platform mobile seperti website. Lebih jauh bisa mengetahui perilaku konsumen dengan lebih tajam lewat teknologi seperti CRM, Customer Relationship Management. Hasilnya mobile ad dapat menyasar segmen dengan lebih tepat, tidak asal blast.

Jadi mobile ad sebuah brand muncul ketika memang konsumen dianggap membutuhkan. Naveen mencontohkan klien mereka Rexona menginginkan mobile ad mereka bisa dikonsumsi sesuai target pasar, yaitu pria. Lebih jauh lagi kategori pria sangat luas, di mana dan seperti apa. Rexona menginginkan segmen pria profesional di kawasan perkantoran dan iklan mereka bisa muncul di saat jam pulang kantor.

“Kami bisa petakan sampel segmen pria misal di kawasan SCBD Jakarta dan berusia muda. Ad ditampilkan di sore hari ketika mereka pulang kantor. Jadi kampanye Rexona muncul di segmen yang tepat di waktu yang tepat pula. Wajar, masuk sore hari ketika pulang kantor tubuh pria tidak segar lagi. Jadi ketika mereka melihat iklan Rexona, relevan dengan kondisi mereka saat itu,” ungkap Naveen lagi.

Brand Rexona adalah satu contoh kasus pengaplikasian mobile ad marketing. Satu hal behaviour unik yang ditemukan InMobi di Indonesia adalah hubungan mobile ad dengan televisi. Berdasarkan riset mereka, 87% konsumen menonton televisi sambil memegang smartphone. Biasanya aplikasi dibuka adalah platform chat seperti WhatsApp dan BBM.

Ya, rupanya menurut InMobi, platform BBM yang kini dimiliki oleh perusahaan lokal Emtek tersebut masih menjadi primadona. Aplikasi tersebut bahkan mengalahkan platform WhatsApp yang dianggap sudah cukup masal penggunaannya. “Di area rural penggunanya masih banyak. Jadi ketika mereka menonton televisi, mereka juga mengoperasikan smartphone. Makanya lebih efektif berkampanye tidak hanya di televisi, tapi mengombinasikan dengan mobile ad,” sambung pria asal India itu.

Lebih jauh, rupanya menggabungkan kampanye di kedua platform televisi dan mobile menurunkan biaya marketing sampai 80%. Lalu bagaimana keberhasilan dari mobile ad marketing ini? Naveen menyatakan rata-rata tingkat konversi para brand bisa mencapai 3% sampai 5%. Artinya rasio itu adalah seberapa banyak konsumen melihat sampai dia benar-benar membeli produk terkait.

Dengan fakta di atas, Naveen sangat yakin industri periklanan mobile akan lebih bersinar lagi di Indonesia. “Beberapa waktu lalu angka industri ini di Indonesia sekitar US$500 juta, tapi dalam waktu dekat bisa mencapai US$1 miliar. Naik terus,” tutup Naveen.

    Related