Nokia Siapkan Teknologi LTE Murah untuk Hadirkan WiFi di Pesawat

marketeers article
13973649 business man hand using touch screen computer streaming travel around the world

Perusahaan teknologi asal Finlandia Nokia dulu dikenal sebagai rajanya ponsel. Sekarang mereka fokus berbisnis di sektor infrastruktur jaringan telekomunikasi, setelah divisi ponselnya dijual ke Microsoft. Salah satunya adalah menyediakan infrastruktur jaringan, termasuk 4G LTE, ke operator-operator penyedia layanan data.

Tidak hanya jaringan di darat, Nokia mulai ekspansi jaringan telekomunikasi mereka ke udara untuk dipakai di pesawat-pesawat. “Dibanding jaringan data untuk udara yang biasanya menggunakan satelit, teknologi kami jaringannya dihasilkan dari darat. Istilahnya kami kirim sinyal ke udara agar di dalam pesawat bisa menggunakan internet. Cara ini lebih terjangkau dibanding satelit,” ujar Customer Solutions Manager Nokia Indonesia Iman Hirawadi di Jakarta pada Senin (12/6) 2017.

Teknologi setara LTE ini adalah salah satu inovasi Nokia. Pasalnya mereka ingin memperkuat portofolio sekaligus memantapkan kondisi perusahaan. Nokia mengakui sejak mengakuisisi Siemens pada 2007 lalu, transformasinya tidak semulus diperkirakan sehingga nama sebagai perusahaan teknologi terkemuka mulai terkikis nama-nama semacam Apple, Samsung, bahkan sekarang Huawei sekarang mulai unjuk gigi di sektor infrastruktur jaringan.

Nokia menjanjikan bahwa jaringan internet yang mereka bangun lebih terjangkau dibanding satelit. Plus kecepatan setara LTE di darat yang bisa mencapai 75mbps, sehingga biaya dikenakan per kepala penumpang akan jauh lebih murah.

“Ini kan teknologi broadband yang biasa dipakai di darat. Sekarang kami gunakan untuk di pesawat, sebutannya LTE air-to-ground. Sudah lebih murah, cepat, instalasi juga ringkas karena alat penerima sinyal di pesawat hanya berbobot 13 kg saja. Kalau yang biasa menggunakan satelit bisa lebih dari 100 kg. Jadi bukan hanya di pesawat besar, pesawat-pesawat kecil pun bisa menggunakan jaringan kami untuk berbagai keperluan baik itu operasional maupun internetan penumpang,” ungkap Iman.

Jika dibayangkan, Nokia akan menembakan sinyal yang ditangkap pesawat sehingga siapapun di dalamnya bisa mengakses internet. Sangat simpel. Namun kenyataannya tidak semudah itu, karena mereka hanya penyedia infrastruktur jaringan saja. Untuk perangkat penerima sinyal Nokia masih harus bekerjasama dengan penyedia lain. Belum lagi pihak operator telekomunikasi yang akan menyediakan sinyal internet langsung di dalam pesawat. Serta tentu saja maskapai penerbangan.

Plus perangkat untuk menikmati WiFi tidak bisa sembarang, harus khusus yang memang bisa dioperasikan berdasarkan frekuensi jaringan udara milik Nokia. Bukan smartphone seperti biasanya. Ini artinya maskapai harus menyediakan perangkat lagi, seperti mereka menyediakan layar digital di setiap kursi penumpang.

Karena memang spektrum jaringan yang digunakan Nokia berbeda dibanding yang digunakan oleh operator-operator telekomunikasi. “Bukan spektrum 900 atau 1800 Mhz. Spektrum yang kami pakai sangat niche. Tantangannya adalah pemerintah belum membuat kebijakan soal penggunaan spektrum terkait. Jadi siapapun belum bisa pakai termasuk kami,” sambung Iman lagi.

Tentu saja sebagai teknologi baru, belum ada pengejawantahannya secara riil. Baru Eropa yang siap memanen terobosan ini, itu pun masih nanti dikuartal ketiga 2017. Di sana sudah ada sekitar 300 base station yang siap menembakan sinyal ke udara.

Di Indonesia selain terkendala kebijakan, base station sebagai infrastruktur utama belum ada. Belum lagi kesiapan operator-operator telekomunikasi lokal untuk menghadirkan service layanan internet di pesawat. Semuanya masih dalam tahap tertarik. Wajar, infrastruktur belum terbangun, pihak lain terkait juga pastinya tidak akan mengembangkan teknologi serupa. Pun begitu dengan maskapai, baru ada pembicaraan tahap awal.

“Memasang base station di Indonesia sebenarnya tidak banyak. Dari Sumatera sampai Jawa misalnya, cukup 20 karena rute pesawat kan sudah ada jalurnya, jadi ikuti saja jalur yang sudah ada. Kalau mau se-Indonesia, bisa sampai 40-an unit. Tidak sulit karena operator telekomunikasi lokal saja dalam satu tahun bisa menambah sampai ribuan infrastruktur jaringan. Nah, tinggal menunggu kesiapan pihak lain. Jadi kalau ditanya kapan teknologi ini sampai ke Indonesia, tunggu saja,” pungkas Iman.

    Related