Okupansi Rendah, Investor Tetap Bangun Hotel di Bali

marketeers article
Meski tingkat keterisian kamar hotel di Bali hanya mentok di level 50%-an, Pulau Dewata masih menggiurkan bagi para investor. Pasalnya, hingga kini, masih banyak investor yang menginginkan membangun hotelnya di Bali. Padahal, mereka tahu bahwa kamar hotel di kawasan itu sudah oversupply.
 
Irene Janti, Chief Brands & Product Officer Tauzia Management Hotel mengatakan, salah satu alasan Bali masih dibidik investor karena Bali merupakan daerah tujuan wisata bagi turis mancanegara. Selain itu, faktor biaya juga mempengaruhi keputusan membangun di Bali.
 
“Jika bangun di kota lapis dua, biaya konstruksi bisa meningkat dua kali lipat dibandingkan membangun di Jakarta atau Bali. Artinya, biaya per kamar bisa dobel,” tutur Irene.
 
Irene melanjutkan, hal tersebut disebabkan oleh sulitnya kota lapis dua memperoleh bahan-bahan material. Alhasil, biaya pembangunan membengkak. “Material-material itu sebagian besar impor. Kalaupun diambil dari stok yang ada di dalam negeri, pengiriman dilakukan dari Jakarta dan Surabaya,” ujarnya.
 
Tak sampai di situ, Irene bilang, segala masalah di atas menjadi alasan pengelola hotel untuk memberikan target return on investment (ROI) dua kali lebih panjang ketimbang di kawasan perkotaan. “Biasanya, ROI delapan tahun. Di kota lapis dua, bisa 15 tahun,” ungkap Irene.
 
Sebaliknya, Johannes Hutauruk, Direktur Marketing Parador Hotels & Resort mengungkapkan, ROI untuk hotel di kota lapis dua lamanya tidak sampai dua kali lipat. “Paling lama mencapai satu setengah kali. Kasihan, kalau dua kali lipat, terlalu lama bagi investor,” katanya kepada Marketeers di Jakarta, Kamis, (13/11/2015).
 
Johannes menambahkan, alasan lain yang membuat investor tetap getol membangun hotelnya di Bali adalah faktor prestise. “Ada kebanggan bagi pemilik hotel memiliki hotel di Bali. Kami sebagai operator dan pemilik hotel juga demikian. Kalau sudah bangun di Bali, brand image kami meningkat,” ujarnya.
 
Parador yang merupakan anak usaha perusahaan properti Paramount Enterprise, telah mengelola dua hotel yang terletak di daerah lapis dua, yaitu Atria Hotel di Malang dan Magaleng, Jawa Timur. Saat ini, Parador telah memiliki enam hotel, dengan empat di antaranya berada di Garding Serpong, Tangerang. 
 
Sedangkan, Tauzia yang mengelola merek Harris, Yello, dan Pop!, sebagian besar propertinya berada di perkotaan dan daerah destinasi wisata populer. Perusahaan itu tengah membangun enam hotel baru di kota Makassar, Samarinda, Lombok, Palembang, dan Bangka Belitung.
 
Namun, Tauzia juga mulai mengembangkan jaringan hotelnya di kota lapis kedua, seperti di Luwuk, Sulawesi dan juga Madiun, Jawa Timur lewat merek Harris Hotel.
 
 
Editor: Eko Adiwaluyo

Related