Masyarakat Indonesia disebut-disebut lebih optimis dalam memandang ekonomi pada tahun 2018. Meski begitu, pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan positif masih menjadi anomali, sehingga masyarakat diimbau untuk tetap mengembangkan dana tabungan dan investasi.
Memang pendapatan masyarakat selama ini habis untuk keperluan konsumsi. Pasalnya, berdasarkan temuan Inside ID, dari 600 konsumen yang disurvei secara online, hanya 13% mengalokasikan pendapatannya untuk tabungan dan investasi. Dari alokasi tersebut, responden menyisihkan 79% ke pundi tabungan dan 21% untuk investasi.
Dalam mengelola pendapatannya, masyarakat Indonesia dinilai masih bermain aman dengan mengalokasikan uangnya ke tabungan daripada investasi. Risiko yang lebih kecil membuat bank dinilai lebih aman.
Meski demikian, perlahan-lahan orang Indonesia mulai teredukasi mengenai manfaat investasi. Data Inside ID menyebut bahwa angka rata-rata peminat investasi naik 0,25 dari angka rata-rata tahun lalu. Bahkan, sekitar 40% responden mengaku telah memiliki investasi saat ini.
“Di sisi lain, keinginan masyarakat untuk menabung juga kian meninggi, naik sekitar 0,18 dari tahun sebelumnya,” terang riset itu kembali.
Terkait instrumen investasi apa yang menjadi primadona orang Indonesia, Andres menjelaskan berdasarkan hasil riset, emas masih menjadi pilihan sebagian besar masyarakat. Setengah dari responden ternyata berinvestasi di logam mulia itu. Investasi lainnya berturut-turut yaitu deposito (37%), properti (30%), reksadana (22%), dan saham (17%).
“Tak banyak berubah, ternyata masyarakat memilih untuk berinvestasi dengan emas, Belum terlalu melek dengan instrumen investasi lain,” sambung Andres.
Sejalan dengan paparan Andres terkait karakter orang Indonesia yang cenderung berinvestasi dengan cara aman, sudah bisa ditebak apabila investasi paling berisiko, yakni saham, memiliki peminat terendah.
Berdasarkan kelompok usia, mereka yang berusia 31-35 tahun dan 41-45 tahun lebih cenderung melakukan investasi daripada kelompok usia lainnya. Kelompok usia termuda, 20 tahun ke bawah dan kelompok usia tertua, 46 tahun ke atas, adalah kelompok usia dengan angka partisipasi terendah untuk berinvestasi.
Berdasarkan gender, laki-laki melakukan investasi lebih banyak ketimbang perempuan. “Akan tetapi, jika dilihat lebih dalam, emas lebih populer di kalangan perempuan berpendidikan S1 dengan tingkat sosial menengah ke atas. Kalau saham lebih familier bagi laki-laki dengan tingkat ekonomi-sosial atas, berlatar pendidikan S1 dan SMA,” ujar dia.
Editor: Saviq Bachdar