Orang Jepang Semakin Tua, Kesempatan Kerja Bagi Indonesia

marketeers article
Bertahun-tahun tak pernah diterpa isu ekonomi, kini Jepang tengah dilanda isu paling menantang tersebut. Negara dengan ekonomi terbesar ketiga di dunia ini harus menerima penurunan pertumbuhan ekonomi sebesar 0,8% sepanjang semester ketiga 2015. Hal ini membuat Jepang merasakan kembali resesi ekonomi untuk kelima kalinya sejak tujuh tahun terakhir.
 
Tentu saja, reformasi ekonomi menjadi agenda utama Perdana Menteri Shinzo Abe guna menghindari pertumbuhan ekonomi yang negatif. Program stimulus moneter dan fiskal pun dilincurkan dalam upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.
 
Ada dua penyebab utama Produk Domestik Bruto (PDB) Jepang melemah. Pertama, akibat ekspor Jepang ke Tiongkok dan AS yang turun. Kedua, rendahnya daya beli masyarakat akibat populasi yang semakin tua. 
 
Nah, masalah aging population inilah yang menghantui Negeri Matahari Terbit itu saat ini dan pada tahun-tahun mendatang.
 
Pertumbuhan populasi di Jepang turun 0,6% selama satu dekade terakhir. Di sisi lain, porsi kalangan tua di atas 65 tahun mencapai 25% dari total populasi Jepang yang sebesar 125 juta jiwa. 
 
Menurut laporan Pemerintah Jepang, jumlah warga Jepang yang berusia 65 tahun ke atas mencapai 33 juta. Jumlah warga yang lanjut usia saat ini melebihi jumlah warga usia 14 tahun ke atas dengan perbandingan 2:1.
 
Pergeseran demografis tersebut terjzdi akibat dari angka kelahiran yang rendah di saat usia harapan hidup orang Jepang yang panjang.
 
Kondisi tersebut membuat pasar consumer goods melemah, lantaran demand yang kurang. Jika demikian, konsumsi domestik yang turun berimbas pada lemahanya ekonomi.
 
Namu, apabila dibandingkan dengan negara lainnya, Jepang tidak lah mengalami nasib seburuk yang dibayangkan. Negara raksasa macam AS, Tiongkok, dan Jerman, mereka telah memproyeksikan pada tahun 2050 nanti, 2% dari populasinya berada di kalangan usia senja di atas 65 tahun.
 
Peluang bagi Indonesia
Sigit Widodo, Vice President PT Fukusuke Kogyo Indonesia, perusahaan Jepang yang bergerak di bidang polimer, mengatakan bahwa aging population yang dialami Jepang bisa dimanfaatkan oleh tenaga kerja Indonesia. Sebab, Jepang kekuarangan tenaga kerja di berbagai sektor industri.
 
Selama ini, kata Sigit, tenaga kerja asing di Jepang didominasi oleh Tiongkok, Timur Tengah, dan Amerika Latin. Namun, ketertarikan Tiongkok untuk bekerja di Jepang semakin memudar, seiring pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang melesat.
 
“Di Jepang itu sedang susah cari supir. Hal ini berimbas pada perusahaan logistik yang bisa melayani konsumen dua sampai tiga hari. Padahal, mereka punya kendaraannya,” ungkap Sigit di acara Marketeers Creativity Day di Galeri Indonesia WOW!, Gedung SMESCO, Jakarta, Minggu (24/1/2016).
 
Sigit mengatakan, Jepang juga tengah mencari tenaga kerja di sektor infrastruktur, khususnya konstruksi. Ia bilang, lulusan insiyur Indonesia bisa mengambil kesempatan bekerja di Jepang mengingat pada tahun 2020 nanti, Jepang menjadi tuan rumah olimpiade dunia.
 
“Jepang akan banyak membangun gedung-gedung, hotel, dan stadion. Mereka butuh tenaga kerja lulusan insinyur,” ujar Sigit.
 
Kendati adanya peluang, namun kata Sigit, Jepang cukup selektif dalam memilih tenaga kerja. Ada syarat-syarat tertentu, seperti bahasa serta attitude.
 
“Mereka ingin tenaga kerja yang berdedikasi tinggi, tekun, jujur, dan bisa berkomunikasi. Namun, ada poisis pekerjaan yang tidak membutuhkan tingkat kemahiran berbahasa yang tinggi,” tutur Sigit lagi.
 
Kebutuhan tenaga kerja di Jepang akan terus berlanjut seiring populasi tua meningkat dan gaya hidup anak muda Jepang yang berubah. “Banyak anak muda Jepang sudah tidak tertarik lagi menikah. Mungkin kita menganggapnya aneh. Tapi, mereka merasa lebih enjoy tanpa menikah dan punya anak,” ujar Ketua Japan Indonesia Kaizen Center ini.
 
Sigit menambahkan, semakin banyak orang Indonesia menimba pengalaman kerja di Jepang, sekembalinya nanti di Tanah Air, dapat meningkat skill profesionalisme di lingkungan tempat mereka bekerja. 
 
“Ini bukan kami membantu ekonomi Jepang. Tapi ekonomi Indonesia. Sebab, lulusan perusahaan Jepang memiliki reputasi bagus dalam hal manajemen. Sehingga, bermanfaat jika ia kembali ke Indonesia untuk membangun negerinya, ” terang Sigit.
 
Editor: Sigit Kurniawan 

Related