Organda: GrabTaxi Yes, Uber No!

marketeers article

Walau terus berinovasi lewat berbagai layanan terbaru, Uber selaku layanan penyedia transportasi terus menuai polemik. Di banyak negara mereka diterima, tapi tidak sedikit yang menentang. Indonesia adalah salah satu penentang. Bukan dari masyarakat, tapi dari Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) yang dipimpin oleh Andre Djokosoetono.

Apa pasal? Bagi Andre dan kawan-kawan, Uber walau bukan perusahaan murni transportasi, tapi jika sudah menyediakan layanan sejenis tetap harus ikuti UU berlaku. “Anda menyediakan layanan transportasi, berarti harus ikuti UU transportasi berlaku. Sebagai contoh ikuti uji KIR untuk kelayakan armada transportasi,” tegas Andre beberapa waktu lalu di kantornya di Jakarta.

Menurutnya, sistem operasi Uber yang merekrut mobil-mobil pribadi tersebut tidak ada dalam UU. Jika selama ini masalah teknologi, bagi Andre teknologi itu bisa dibuat. Umpamanya saja taksi Blue Bird, ada yang memesan lewat aplikasi di smartphone, maka yang dikirim kepada konsumen adalah armada taksi.

“Blue Bird bisa saja seperti itu. Pesan lewat aplikasi lalu konsumen dikirim mobil selain taksi. Tapi, kan tidak, pesan taksi ya taksi. Uber tidak seperti itu, mereka kirim mobil pribadi atau mobil rentalan. Tidak jelas, bukan,” sambung Andre yang juga Direktur Blue Bird.

Andre justru memberi penilaian berbeda kepada aplikasi GrabTaxi. Organda mendukung kehadiran aplikasi tersebut karena memang memudahkan serta jelas peraturannya. Konsumen pesan taksi, yang datang taksi, bukan mobil pribadi atau rentalan yang tidak teregistrasi. Perihal mereka sekarang merambah bisnis sejenis lewat GrabCar, itu beda kasus.

“Kehadiran Uber memang mendorong siapa pun tidak tertib. Karena ada mereka, GrabTaxi sekarang punya GrabCar. Ini karena memang sejak awal Uber tidak ditertibkan. Jadi, semua mengikuti. Blue Bird bisa saja ikut skema bisnis seperti itu. Tapi, kami tidak mau karena hormati UU berlaku. Dan, sekarang memang terlihat siapa melanggar UU. Uber di Indonesia sedang ditertibkan, di negara lain pun banyak ditentang,” sambung pria berkacamata tersebut.

Perihal harga dipermasalahkan juga. Organda mengklaim tahu bahwa Uber disuntik dengan dana superbesar. Sebab itu, dari waktu ke waktu, mereka bisa promo, bahkan sampai ada tawaran naik taksi gratis sekalipun. Buat Andre, Uber ini datang bukan buat berkompetisi, namun ingin menerapkan predatory pricing, menjatuhkan pemain lain alias dumping.

Lalu apa yang harus dilakukan Uber agar legal dan dianggap tidak mengganggu? “Entitasnya saja dulu, mereka itu ada atau tidak perusahaannya. Lalu mana perizinannya. Kalau memang perizinan transportasi, ya, silakan. Mereka bilang UU-nya purbakala. Saya tidak peduli. Kalau mau mengubah silakan ubah. Siapa tahu ternyata berguna untuk semua pemain transportasi. Tapi, selama belum berubah, ikuti saja dulu. Pertanyaannya, memang mereka mau ikut UU yang berlaku sekarang?” tutup Andre.

Editor: Sigit Kurniawan 

Related