Pariwisata Ramah Lingkungan Jadi Tanggung Jawab Bersama

marketeers article
www.hdnicewallpapers.com

Indonesia dengan 17.000 pulaunya menyimpan banyak potensi wisata. Bermodalkan potensi tersebut, pariwisata wajib menjadi program utama pemerintah agar berguna bagi masyarakat dan negara. Tapi, pembangunan tidak boleh melupakan kelestarian alam. Sederhananya, tumpukan semen jangan sampai menganggu estetika lingkungan, sehingga menutup keindahan sebuah destinasi.

Fiona Callaghan sebagai seorang travel blogger kadang merasa gemas melihat pembangunan yang tidak dibarengi kepedulian pada lingkungan sekitarnya. Lalu bagaimana pendapatnya soal pembangunan infrastruktur untuk pariwisata?

Sebagai seorang petualang yang telah keliling Indonesia, apa yang perlu ditingkatkan dari pariwisata di daerah-daerah?

Tentu saja infrastruktur dan akomodasi. Sisanya tidak terlalu mendesak karena dari perspektif saya, seorang petualang tidak menuntut macam-macam. Di sebuah kawasan wisata pasti perlu hotel, tapi tidak banyak-banyak. Yang penting jalan bagus dan persediaan air terjamin.

Kealamian dari sebuah destinasi harus dijaga. Jangan sampai ada sebuah destinasi indah dan menarik, tapi pengembangannya tidak terencana, bahkan meninggalkan esensi dari alamnya sendiri. Apalagi, ketika sebuah destinasi sudah punya nama, turis dan investor pun datang. Yang terjadi selanjutnya adalah pembangunan di mana-mana dan destinasi itu biasanya malah jadi rusak.

Jadi harus seperti apa pembangunan sebuah destinasi wisata?

Semua pihak harus sama-sama mengembangkan pariwisata dengan konsep eco-friendly. Intinya pembangunan harus disertai kepedulian lingkungan agar alam di sekitarnya tidak rusak dan suku-suku asli juga terganggu. Namun, terkadang muncul cara pandang yang melihat bahwa bila tidak ada pembangunan, tidak akan ada pemasukan ke daerah.

Untuk menengahinya harus ada pembatasan sejauh mana destinasi itu layak dikembangkan. Dengan begitu, unsur kealamiannya tetap terjaga. Orang mengunjungi tempat wisata alam, kan, esensinya ingin menikmati keindahan alam yang natural. Bahkan, ada juga orang yang travelling karena mencari sesuatu yang masih liar. Di situlah nilainya.

Selama ini apa yang Anda lihat terkait pembangunan destinasi wisata ini?

Banyak yang salah kaprah dan meninggalkan esensi utama dari destinasi itu sendiri. Sebagai contoh pernah di Indonesia bagian timur ada pantai bagus berwarna pink. Tidak lama kemudian ada resort dibangun tapi menutupi keindahan si pantai itu sendiri. Bahkan, kini terbengkalai dan kalau ke sana harus jalan menepi karena ada resort tersebut.

Kalau pun mau membangun porsinya cukup 20%. Nah, eco-friendly di sini setiap bangunan tidak melulu dari semen. Cobalah memanfaatkan dari daerah sekitar misal bambu, kan, bisa dipakai untuk membangun. Pembangunan tersebut pun harus disertai dengan edukasi, baik dari swasta maupun pemerintah.

Edukasi seperti apa?

Paling mudah, ya menjaga lingkungan seperti jangan membuang sampah sembarangan. Ajakan itu harus ada juga dari pengembang dan pemerintah. Setelah itu wisatawan juga harus saling mengajak untuk menjaga lingkungan. Di Instagram kalau posting, kadang saya suka sematkan ajakan untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Lalu adakah di Indonesia yang sudah memenuhi kriteria eco-friendly tadi?

Mungkin sudah ada yang mendekati konsep itu. Sebagai contoh dari yang sudah saya datangi, Lampung cukup memiliki kriteria itu. Akomodasi di kotanya sudah bagus, sementara di sekitarnya masih banyak hutan lebat. Wisatawan bisa menikmati atraksi lumba-lumba di laut. Yang mau melihat gajah juga ada. Jadi, infrastruktur dan penginapan di kotanya saja, sementara alam di sekitarnya tidak disentuh.

Kementerian Pariwisata menargetkan kunjungan 20 juta wisatawan asing pada 2019. Realistiskah?

Bisa saja terwujud kalau kita semua bisa menjaga nilai budaya dan estetika alam. Di situlah nilai dari pariwisata Indonesia, yakni memberikan kenyamanan dan kealamian. Dengan begitu, turis asing pun akan senang datang ke Indonesia. Semakin ke pelosok, semakin kita bisa menemukan turis asing.

Sekarang travelling sedang menggejala di masyarakat Indonesia. Dari pengamatan Anda apa faktor pendorongnya?

Saya sih melihatnya karena booming film yang memperlihatkan salah satu keindahan alam di Indonesia. Setelah itu, orang-orang ingin mencoba ikut menikmati alam dalam film tersebut. Sayang sekali, setelah film itu banyak sampah bertebaran. Selain itu, ada juga dari penulis buku serta program-program travelling di televisi yang sangat booming di berbagai saluran.

Apa sisi positifnya?

Dengan jalan-jalan, masyarakat kita menjadi sadar bahwa Indonesia itu ternyata indah. Semakin sering jalan-jalan, semakin orang mencintai negaranya sendiri. Kecintaan kepada Indonesia yang sebelumnya mulai luntur, kini tumbuh lagi.

Editor: Sigit Kurniawan

Related