Pelayanan Publik: Berinovasi atau Mati

marketeers article

Inovasi menjadi salah satu cara agar sebuah organisasi atau lembaga tetap eksis dan relevan pada kebutuhan zaman yang senantiasa berubah. Dalam hal ini, inovasi tidak hanya mutlak bagi perusahaan yang ingin terus sustain, tetapi juga bagi instansi-instansi pelat merah yang bertugas khusus untuk pelayanan publik.

Dalam hal pelayanan publik, Indonesia termasuk maju karena memiliki undang-undang tentang pelayanan publik yang mana tidak semua negara memilikinya. Undang-undang yang dimaksud adalah Undang-Undang no. 25 Tahun 2009. Apalagi pada tahun 2015 di bawah kepemimpinan Presiden Jokowi, angin transformasi pelayanan publik berembus santer. Transformasi ini dibangun dengan semangat Revolusi Mental yang digaungkan dalam Nawacita dari Kabinet Kerja. Hal ini disampaikan oleh Mirawati Sudjono, Deputi Bidang Pelayanan Publik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN RB).

“Harapannya, transformasi ini mampu mengubah mindset dan culture set yang tadinya bergaya priyayi yang dilayani menuju budaya melayani. Dan, Tahun 2015 oleh Presiden Jokowi dinamakan Tahun Pelayanan Publik. Ini menjadi angin segar bagi kami untuk melakukan pembaruan,” ujar Mira.

Lalu, apa yang dilakukan oleh KemenPAN RB? KemenPAN RB memiliki peranan penting mengingat kementerian inilah yang ditugasi untuk membuat kebijakan nasional terkait pelayanan publik. KemenPAN RB lalu merevisi berbagai peraturan yang kurang pas. Selain itu, KemenPAN RB juga melakukan benchmark dengan berbagai praktik layanan publik di luar negeri. Salah satu hal penting yang ditemukan adalah pelayanan publik agar tetap menarik dan relevan harus melakukan inovasi.

“Inovasi pelayanan publik merupakan terobosan jenis pelayanan yang merupakan gagasan kreatif orisinal dan atau adaptasi serta modifikasi yang memberikan manfaat bagi masyarakat, baik secara langsung maupun tidak langsung,” kata Mira.

Mira menegaskan, inovasi pelayanan publik sendiri tidak mengharuskan suatu penemuan baru, tetapi dapat merupakan suatu pendekatan baru yang bersifat kontekstual. Artinya, inovasi tidak terbatas – dari tidak ada, kemudian muncul gagasan dan praktik inovasi atau berupa inovasi hasil dari perluasan maupun peningkatan kualitas pada inovasi yang ada.

Untuk mendorong lahirnya inovasi di pelayanan publik di mana pun, Kementerian PAN RP mengeluarkan Permenpan 31 Tahun 2014 dengan program “One Agency One Innovation” alias satu instansi satu inovasi.

“Intinya, kami mewajibkan setiap kementerian, lembaga, pemerintah provinsi/kabupaten/kota membuat minimal satu inovasi setiap tahun,” kata Mira.

Pada tahun 2014, Indonesia menggelar kompetisi inovasi pelayanan publik. Kompetisi ini untuk merangsang munculnya inovator-inovator dari beragai instansi tadi. Banyak kepala daerah ikut kompetisi ini. Dihasilkan sembilan inovasi top pelayanan publik pada tahun tersebut. Misalnya,

Kota Surabaya dengan Government Resource Management System (GRMS). Kota Banjarbaru berinovasi dengan inovasi pembangunan jalan besar tanpa bayar. Provinsi Nusa Tenggara Barat berinovasi dengan Kampung Media – sebuah sistem penyebaran informasi berbasis komunitas. Lain lagi dengan Semarang dengan pelayanan karantina Ikannya maupun program wilayah bebas korupsi di Jembatan Timbang, Provinsi Jawa Timur.

Aneka inovasi tersebut mempertegas bahwa inovasi tidak harus canggih dan selalu berbasis Teknologi Informasi (TI). “Inovasi dari berbagai daerah ini harapannya bisa menular ke daerah lain, entah ditiru, dimodifikasi, atau membuat inovasi baru lagi,” katanya.

Pada tahun 2015, kompetisi digelar kembali dan  KemenPAN RB menentukan 25 inovasi terbaik dari daerah. Bentuk inovasi cukup beragam. Di Kabupaten Lumajang, ada inovasi Gebrakan SuSi (Suami Siaga). Gerakan ini mampu menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Ini merupakan jawaban atas masalah kultur patrilinial yang sering berpengaruh pada keputusan persalinan.

Di Teluk Bintuni lain lagi. Pemkab Teluk Bintuni berinovasi dengan membangun program pengendalian malaria dengan sistem EDAT (Early Diagnosis and Treatment). Sistem ini dinilai berhasil memutus rantai penularan malaria di daerah tersebut.

Tentunya, pihak KemenPAN memberikan apresiasi tersendiri bagi instansi-instansi yang melakukan inovasi. Salah satu insentifnya, melakukan benchmarking ke luar negeri, seperti Korea Selatan, Kolombia, dan Thailand. 

Related