Pemilik Majalah Vogue Restrukturisasi Lini Bisnis Cetak

marketeers article

Perusahaan percetakan dan penerbit majalah dan surat kabar ternama asal Amerika Serikat, Condé Nast, merombak jajaran eksekutif. Ini menjadi sinyal bahwa pemilik majalah mode Vogue itu akan melakukan transformasi menuju media digital.

Perusahaan yang berbasis di New York ini menunjuk mantan kepala penjualan AOL Jim Norton sebagal Chief of Business. Kedatangan Norton berbarengan dengan pengunduran diri CMO Condé Nast Edward Menicheschi yang telah menghabiskan waktu 30 tahun di perusahaan itu.

Begitu juga dengan Jill Bright, mantan Kepala HRD yang berhasil duduk di level-C yang hengkang dari perusahaan setelah 23 tahun bekerja.

“Di bawah Jim Norton, Condé Nast akan berada di posisi terbaik untuk merespon pasar yang dinamis dan cepat, serta memenuhi kebutuhan klien kami,” kata President Director Condé Nast Bob Sauerberg dalam sebuah pernyataan.

Bagi Sauerberg, Jim Norton membawa pemahaman dalam menjalankan perusahaan yang berorientasi pada penjualan. Ditunjuang  juga kepekaannya terhadap produk berbasis data untuk memaksimalkan efektivitas bisnis.

“Begitupun dengan keahlian media digital dan videonya, hubungan yang luas dengan pengiklan global, dan komitmen untuk inovasi bisnis. Itu semua akan berperan dalam transformasi kami menjadi perusahaan multimedia generasi berikutnya,” ujar Saurberg.

Kehadiran Norton menjadi awal dari perubahan panjang yang mungkin terjadi di Condé Nast sebelum perusahaan memiliki anggaran baru tahun depan. Perusahaan ini memang masih belum mengumumkan apakah bakal menutup satu atau dua judul majalahnya yang jumlahnya kini mencapai puluhan, di antaranya VogueVanity Fair, Golf Digest, The New Yorker, Allure, Glamour, GQ, dan Wired.

Tahun lalu, Condé Nast telah menutup Detail Magazine. Perusahaan ini juga menutup Lucky Magazine yang memilih merger dengan startup e-commerce asal Los Angeles BeachMint. Begitu juga dengan Style.com yang berubah menjadi situs e-commerce, diluncurkan di Inggris pada bulan September lalu.

Tapi satu hal yang pasti, pegawai Condé Nast, baik di divisi iklan maupun editorial harus mengantisipasi gelombang PHK dalam beberapa bulan mendatang. Pasalnya, konsultan seperti McKinsey & Company, FTI Consulting dan MediaLink yang digunakan Condé Nast malah mengusulkan agar ia melakukan restrukturisasi dan perampingan usaha.

Menurut analisa mereka, Condé Nast perlu perombakan demi menjamin kelangsungan bisnis jangka panjang, terutama dalam menghadapi pesaing yang tumbuh dengan cepat, seperti Refinery29 dan Vice. Dua media ini terus menarik penonton digital dengan jumlah yang amat besar.

Bukan kebetulan bahwa kehadiran Norton disebut-sebut akan menjadi kesuksesan bagi 23 Stories, studio konten iklan yang diluncurkan perusahaan pada Januari 2015. Pengalaman Norton di AOL dalam menciptakan konten iklan akan membantu perusahaan memperoleh revenue stream dari inovasi digital ketimbang editorial.

“Koordinasi operasional pendapatan kami di bawah satu pemimpin merupakan langkah penting menuju fokus perusahaan, sehingga tim kami menjadi lebih responsif terhadap pasar,” tulis Sauerberg dalam memo internal.

Ia bilang, struktur baru yang efisien juga sejalan dengan tujuan perusahaan dalam mempekuat pangsa pasarnya di bisnis cetak. “Kami juga menyadari potensi digital dan video dari berbagai merek kami, dan kami akan mengembangkannya sebagai pendapatan baru,” ujarnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related