Penuh Pro-Kontra, Ini Kata Kemenpar Perihal Airbnb

marketeers article

Airbnb tengah menjadi perbincangan hangat di sektor pariwisata. Platform yang memungkinkan siapa pun menyewakan kamar apartemen atau rumah pribadi ini menuai berbagai pro dan kontra. Di satu sisi, Airbnb membuka peluang usaha baru, namun keberadaan Airbnb tak jarang dianggap mengancam bisnis perhotelan dan villa. Lalu, apa kebijakan pemerintah Indonesia terhadap hal ini?

Airbnb semakin berkembang di berbagai wilayah dunia. Dilansir dari website resmi Airbnb, kini mereka telah menjangkau 65 ribu kota di 191 negara. Komunitas pemasaran pun kian berkembang. Menanggapi hal ini, Menteri Pariwisata (Menpar) Arief Yahya di Jakarta, Kamis (21/12/2017) mengatakan, pemerintah memilih compete dengan meluncurkan aplikasi sejenis.

“Melalui bookingina.com, kami bersama Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) sepakat memilih bersaing, compete melawan Airbnb. Langkah ini memang tidak 100% benar. Namun dari perhitungan saya, setidaknya 80% suara menginginkan hal ini,” tegas Arief.

Berbagai negara memang telah menetapkan aturan tersendiri terkait Aibnb. Singapura misalnya yang baru-baru ini merumuskan kebijakan terkait waktu sewa Airbnb. Singapura menetapkan aturan baru bagi Aibnb untuk tidak menyewakan kamar, rumah, villa, atau sejenisnya dalam kurun waktu kurang dari tiga bulan. Di London, regulasi terhadap penyewaan Airbnb diberi waktu maksimal 90 hari, Berlin dan Amsterdam 60 hari, sementara Paris dan Spanyol 120 hari.

Kemenpar pun berupaya menawarkan opsi kebijakan Airbnb kepada PHRI. Beberapa catatan yang diajukan Arief meliputi parameter regulasi, waktu sewa, pajak, perizinan, dan standar penginapan.

Terkait regulasi, Arief mengatakan semua akan berada di bawah payung hukum negara. Untuk waktu sewa, ada beberapa pilihan yang dapat dipilih, yakni maksimum 90, 120, atau 180 hari. Namun, Arief menyarankan untuk daerah yang masih minim hotel atau penginapan untuk diberi maksimum waktu sewa Aribnb 360 hari. Sementara untuk daerah yang telah memiliki banyak hotel dan penginapan dengan waktu sewa maksimum 180 hari.

“Ini namanya true sharing yang lawannya komersial. Kalau penyewa menyewakan lebih lama dari 180 hari, maka itu bukan lagi rumah penyewa. Jatuhnya sudah komersial. Tetapi kalau kurang dari 180 hari, penyewa benar-benar menyewakan rumahnya. Istilah true sharing terjadi di sini,” jelas Arief.

Perihal pajak, Arief merekomendasikan untuk tidak dikenakan tax, PPN, atau pun tourism tax. “Kalau penginapan atau hotel yang disewakan via Airbnb itu masih kecil (UMKM), maka saya anjurkan tidak ada pungutan pajak. Kalau pemain besar ingin bermain di situ boleh saja, tapi mereka harus main di tempat-tempat kecil dengan satu atau dua ruangan saja,” terang Arief yang berjanji tidak akan mempersulit perizinan.

“Kami justru bersyukur kalau ada hotel atau penginapan yang disewakan di daerah-daerah yang minim penginapan. Jadi, untuk apa perizinan itu dipersulit,” ungkap Arief. Ia menambahkan, perizinan diperlukan ketika di wilayah tersebut telah terdapat banyak hotel yang beroperasi.

Soal standar penginapan di daerah yang minim penginapan, Arief mengatakan penginapan tersebut perlu memiliki standar. Sementara untuk daerah yang sudah ramai penginapan, tidak lagi diperlukan standar tertentu.

Pada akhirnya Arief mengatakan akan berkompromi menentukan kebijakan bersama PHRI dan berbagai asosiasi terkait. Yang jelas bookingina.com hadir agar industri ini tidak tertekan oleh pihak manapun. “Namun kita pun harus sadar kalau Airbnb market-nya sudah ada di seluruh dunia. Kalau dia lebih mahal namun lebih laris, ini bisa jadi pertimbangan kita bersama ke depan,” tutur Arief.

Editor: Sigit Kurniawan

Related