Perempuan di Bidang Sains dan Teknologi, Mengapa Tidak?

marketeers article

“Time is up!” Sebuah seruan yang menggelagar auditorium The Beverly Hilton, California, ketika presenter kenamaan Oprah Winfrey memberikan sambutannya di acara The Golden Globe ke 75 pada 7 Januari lalu. Dalam kesempatan itu, Oprah bercerita mengenai kisah Recy Taylor yang diculik dan diperkosa oleh enam orang kulit putih pada tahun 1944.

Sang ratu talkshow Amerika itu mengungkapkan, Recy Taylor meninggal sepuluh hari sebelum Oscar 2018 dihelat. Perempuan itu hanya merasa malu dengan ulang tahunnya yang ke-98. Menurut Oprah, sudah terlalu lama perempuan jarang didengar jika mereka berani mengatakan kebenaran kepada orang lain. “Tapi, waktu mereka sudah habis,” jelas Oprah.

Sinisme terhadap kaum perempuan nyatanya masih berlanjut di Abad 21 dan terjadi di berbagai sektor, temasuk di bidang STEM atau Sains, Teknologi, Engineering, dan Matematika. Banyak orang yang tidak menyadari bahwa perempuan muda sangat tertarik dengan industri STEM.

Riset Mastercard mengenai STEM kepada 2.426 anak perempuan berusia 12-25 tahun di enam negara Asia Pasifik menunjukkan 66% pekerja pertama atau first jobber di bidang STEM memilih bertahan di pekerjaan mereka. Sebanyak 68% responden usia 12-14 tahun menganggap STEM adalah bidang yang menarik untuk digeluti sebagai profesional.

Terlebih lagi, pekerjaan yang berkaitan dengan STEM cenderung menjadi pilihan populer di kalangan demografi gen-Z itu. Tiga dari lima belas karir teratas di bidang ini antara lain dokter (22%), guru (20%), dan teknik (18%).

Meski banyak anak remaja perempuan yang tertarik untuk mengejar pendidikan dan karir di bidang STEM, passion di bidang ini harus dimulai sejak dini, setidaknya sejak usia 15 tahun. Pasalnya, 50% anak perempuan usia 15-19 tahun menyukai bidang pelajaran yang berkaitan dengan STEM selagi mereka muda. Sedangkan, jika setahun lebih tua, anak perempuan cenderung mengubah pilihan mereka.

Terlepas dari ketertarikan terhadap bidang STEM, persepsi terhadap karir di bidang STEM masih dianggap sulit. Hampir dua dari lima anak perempuan menganggap bahwa mata pelajaran sains membosankan dan tidak berhubungan dengan karir mereka di masa depan. Selain itu, persepsi mengenai gender mematahkan semangat anak perempuan memulai karir di bidang STEM.

Lebih lanjut, 44% persen percaya bahwa perempuan mendapatkan kesempatan yang lebih rendah untuk dipromosikan dibandingkan dengan para laki-laki di bidang pekerjaan STEM. Sementara 34% responden menganggap cenderung tidak mendapatkan gaji yang setara dengan rekan kerja laki-laki mereka.

Survei tersebut turut mengungkapkan, 50% anak remaja perempuan merasa kurang tertarik untuk mengejar karir di bidang STEM lantaran sentimen laki-laki yang dominan di bidang tersebut. Sentimen ini juga terlihat dari rekan-rekan mereka yang lebih tua, yang menganggap bahwa secara keseluruhan perempuan tidak terlalu tertarik pada bidang STEM dibandingkan dengan para laki-laki (42%).

“Setengah responden mengaku menerima pelajaran di bidang STEM ketika mereka masih kecil, tetapi persepsi mengenai bias gender dan tingkat kesulitan mata pelajaran telah mematahkan semangat mereka untuk mengejar karir di bidang STEM,” ujar Georgette Tan, Senior Vice President, Communications, Asia Pacific, Mastercard.

Editor: Sigit Kurniawan

 

Related