Positioning Kriya Indonesia Harus di Antara Tiongkok dan Italia

marketeers article
positioning kriya Indonesia

Industri seni kriya Indonesia terutama yang dibuat secara handmade masih di bawah bayang-bayang produk massal. Walau sebenarnya potensial di mana banyak pengrajin dan desainer kriya seperti furnitur, mereka kurang bisa bersaing di pasar internasional karena masalah akses dan permodalan, termasuk positioning.

Untuk itu, Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) mengikutsertakan beberapa pengrajin kriya anak bangsa untuk ikut pameran di Frankfurt, Jerman, bertajuk Ambiente 2017 pada 10 sampai 14 Februari 2017 mendatang.

“Setelah kami pilah pilih, terpilih enam rumah produksi kriya handmade untuk mewakili Indonesia. Empat punya workshop sementara dua lagi khusus hanya bergerak di bidang desain saja,” ujar Deputi IV bidang Pemasaran Bekraf Josua Puji Mulia Simanjuntak di Jakarta pada Rabu (1/2/2017).

Sudah kesekian kalinya Indonesia berpartisipasi di ajang tahunan tersebut. Sekarang, diperkirakan akan ada sekitar 4.600 eksibitor dari 81 negara di mana arena pamerannya sendiri mencapai 300 ribu meter persegi. Pengunjungnya juga diantisipasi mmencapai 136.000 dari 143 negara. Tentu Ambiente adalah kesempatan bagus bagi para pekerja seni kriya handmade lokal.

Potensi Indonesia bisa bersaing di pasar internasional karena memang seni kriya lokal mulai mengarah pada konsep kontemporer. Dari segi desain tidak kalah dari desainer luar. Josua ingin ketika para eksibitor lokal berada di sana, tidak hanya membawa barang lalu terjual habis, tapi juga bagaimana caranya meraih pasar baru.

“Dulu,  sejumlah barang  dibawa terjual habis lalu selesai. Sekarang kami inginnya para pekarya datang lalu mendapatkan partner untuk masuk ke pasar Eropa. Tahun ini mereka bisa jual di satu toko, tahun depan bisa jual di dua toko. Juga ada partner yang ingin memboyong karya mereka ke Eropa untuk dipasarkan. Yang penting sekarang pasarnya dulu,” sambung Josua.

Indonesia saat ini masih berada di bawah bayang-bayang Tiongkok, India, bahkan Vietnam untuk pangsa pasar produk kriya di Eropa. Vietnam terutama, dinilai sangat baik dalam mengembangkan industri seni lokal mereka. Indonesia sendiri pangsa pasarnya hanya di angka 2% saja. Bekraf menargetkan Indonesia bisa menjadi top 5 seni kriya pada 2030 dan keikutsertaan di Ambiente bisa membawa benefit ke arah sana.

Salah satu strategi yang diusung adalah bagaimana memposisikan produk kriya Indonesia di pasar Eropa. Setiap negara punya positioning masing-masing seperti Tiongkok yang bermain jumlah komoditas. Competitive advantage mereka jadinya ada di harga sehingga memposisikan diri sebagai negara dengan produk kriya murah. Sehingga tidak heran target pasarnya berada di segmen bawah.

Sementara untuk segmen atas, produk kriya Italia dan Jerman sudah menasbihkan diri mereka karena memiliki kekuatan lebih dari segi kualitas. Untuk mengejar Tiongkok, Indonesia tidak punya kapasitas ke sana. Mengejar Italia dan Jerman pun belum karena Indonesia masih memiliki kekurangan di sisi kontrol kualitas.

“Jadi, kalau mau tembus pasar Eropa bagaimana? Indonesia harus mem-positioning-kan di segmen menengah antara Tiongkok dan Italia. Kualitas desain diutamakan. Harus emosional dan menyentuh  gaya hidup. Desain kita harus mengarah ke alam dan budaya. Semisal konsumen Eropa sangat tertarik dengan produk ramah lingkungan,” ujar Direktur Pemasaran Luar Negeri Bekraf Bonifasius Pudjianto.

Editor: Sigit Kurniawan

    Related