Potensi Pangan Organik Indonesia Terbentur Ketersediaan

marketeers article
Potensi Pangan Organik Indonesia Terbentur Kesediaan (FOTO:123RF)

Pakar pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa mengatakan bahwa Indonesia memiliki potensi untuk pertanian dan pangan organik yang tinggi. Namun, potensi tersebut rupanya memiliki kendala.

Dari segi permintaan, Andreas tidak memungkiri bahwa permintaan pangan organik yang tinggi turut mendorong pertanian organik yang tinggi. Hanya saja, tingkat permintaan tidak diimbangi dengan tingkat penyediaan produk.

“Ini masalah perkembangan pertanian organik di Indonesia. Jadi dari sisi permintaan tinggi, tapi dari sisi penyediaan rendah,” kata Andreas ketika dihubungi Marketeers melalui sambungan telepon.

Lanjutnya, ketersediaan lahan menjadi kendala yang perlu diatasi, untuk meningkatkan ketersediaan produk pertanian organik. Dengan jumlah lahan pertanian organik  yang masih tergolong sedikit, maka jumlah penyediaan produk pertanian organik juga belum mencapai potensi maksimal.

“Karena kawasan yang sudah masuk kategori organik itu hanya 0,2% dari total kawasan pertanian. Kita masih ketinggalan jauh dari tetangga kita di selatan, Australia. Australia sudah 5,6% lahan pertanian mereka organik,” lanjutnya.

Andreas memaparkan potensi produk pertanian organik sedang menjulang tinggi, terlebih sejak pandemi muncul. Munculnya pandemi membuat masyarakat global secara sadar meningkatkan kualitas kesehatan mereka, salah satunya dengan cara mengkonsumsi pangan organik.

Dengan kesadaran tersebut, permintaan terhadap produk pertanian organik pun mendorong pertumbuhan pasar pangan organik secara global hingga 12,8% per tahun. “Sementara, pertumbuhan pasar pangan organik itu di negara maju mencapai 10% hingga 15% per tahun. Di Asia, sekitar 20% perkembangannya,” ucap Andreas.

Selain ketersediaan lahan produksi yang terbatas di Indonesia, harga produk pertanian organik juga menjadi kendala. Harga pangan organik terbilang lebih mahal dibandingkan pangan konvensional. Namun, dengan kesadaran konsumen, menurut Andreas, sudah tidak sedikit konsumen yang memahami dan menerima hal tersebut.

Dari sisi produksi, seharusnya metode pertanian organik menurut Andreas dapat menghasilkan produk yang jauh lebih murah dibandingkan pangan konvensional.

“Dengan produk organik, beberapa hal bisa dihemat. Sehingga, biaya produksi pertanian organik ini harusnya bisa sama dengan pertanian konvensional. Logikanya di sana. Karena kan tidak menggunakan pupuk kimia. Pupuk kimia sekarang begitu mahal. Lalu tidak menggunakan pestisida. Pestisida itu naik beberapa kali lipat. Jadi dari sisi biaya, pertanian organik ini, dalam beberapa kasus kalau sudah stabil sistem pertanian organiknya, biayanya bisa lebih rendah dari konvensional,” ujarnya.

Editor: Muhammad Perkasa Al Hafiz

 

Related