PwC: Hadapi 2018, Bank Lokal Lebih Optimistis dari Bank Asing

marketeers article
bank building in city space with road on flat style background concept. Vector illustration design

Meskipun tahun ini merupakan tahun politik, namun industri perbankan justru menatapnya dengan optimistis. Walaupun, optimisme ini tetap dilandasi dengan sikap kehati-hatian. Sehingga, sebagian besar bankir memperkirakan kondisi di industri ini bisa relatif sama atau lebih baik dari tahun 2017.

Menurut temuan PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia dalam riset Indonesia Banking Survey 2018, secara rata-rata para bankir, kurang lebih 55% responden, menyatakan bahwa tahun ini dunia perbankan bisa lebih baik. Sekitar 43%-nya menyatakan bila kondisi akan sama dengan tahun lalu. Sisanya, yang hanya 2%, menyebut kondisi akan lebih buruk.

Optimisme paling tinggi justru menghampiri para bankir di bank-bank lokal. Sekitar 67% bankir bank lokal optimistis kondisi bisa lebih baik. Sedangkan para bankir dari bank asing yang menunjukkan sikap positif untuk tahun ini sekitar 42%.

Optimisme para bankir ini juga mencakup dalam net income untuk bank mereka. Secara umum, para bankir (75%) meyakini bahwa tahun ini net income bisa tumbuh moderat. Sekitar 8%-nya percaya bisa tumbuh signifikan.

Namun, bila dibedah lebih jauh, para bankir dari bank-bank milik negara jauh lebih optimistis dibanding rekan-rekannya di bank asing dan bank lokal. Sekitar 11% bankir bank milik negara optimistis bahwa net-income bisa tumbuh signifikan. Sedangkan yang yakin tumbuh moderat sekitar 83%. Bandingkan dengan bankir bank asing yang optimistis net income bisa tumbuh signifikan hanya 8%. Sedangkan porsi bankir bank asing yang meyakini tahun ini bisa meraih net income tumbuh moderat sekitar 58%.

Lalu, dari mana datangnya optimisme tersebut? Menurut David Wake, Financial Service Leader, PwC Indonesia, salah satunya datang dari kredit konsumer. Kredit konsumen diperkirakan akan tumbuh lebih kuat di tahun 2018 dibanding tahun lalu.

“Tahun ini, persentase bankir yang optimistis bahwa kredit konsumen bisa tumbuh di atas 10% semakin tinggi dibanding tahun lalu. Bila tahun lalu, hanya 57% bankir yang optimistis pada pertumbuhan kredit konsumen di angka 10%, tahun ini 71% bankir yakin akan hal itu,” kata David.

Keyakinan pada kredit konsumen ini lantaran kredit di sektor korporasi mengalami beragam tantangan, terutama soal non-performing loan (NPL). Hampir semua bank, baik itu swasta lokal dan asing, hingga bank milik negara menaruh perhatian besar pada potensi terjadinya NPL di sektor korporasi di banding sektor lain.

Bahkan, 79% bankir dari bank asing memilih sektor korporasi sebagai yang harus diperhatikan soal NPL ini. Artinya, ada potensi besar terjadi NPL tinggi di sektor korporasi.  Sedangkan bank swasta dan bank milik negara, walaupun khawatir pada kredit sektor korporasi, tapi angkanya tidak setinggi bank asing.

Lalu, apakah perbankan merasa nyaman dalam menyalurkan kredit ke sektor consumer? Bisa dikatakan begitu. Bank swasta lokal dan bank asing tidak terlalu khawatir soal NPL di sektor ini. Justru, BPD yang menaruh konsen tinggi (50%) soal NPL dari sektor konsumer ini. Sedangkan, dari bankir bank milik negara hanya 13% saja yang khawatir sektor ini akan tinggi NPL-nya.

 

 

    Related