Reebonz, Bawa Barang Mewah ke Mass Market

marketeers article

Visi Reebonz untuk menjadikan barang fesyen mewah menjadi santapan seluruh kalangan mulai berbuah hasil. Ritel online yang berdiri pada tahun 2009 ini telah mengantongi 4,5 juta anggota dan lebih dari 100.000 produk dari 550 merek fesyen internasional.

Sharanjit Kaur, Senior Global Marketing Manager Reebonz mengatakan, Reebonz mulai memosisikan diri sebagai market place yang tidak hanya bermodel business to consumer, melainkan juga customer to customer. 

“Di Reebonz, pengguna dapat membeli, menjual, maupun bertukar barang yang dimilikinya ke sesama pengguna lain,” ujar Sharanjit saat menjadi pembicara di ASEAN Marketing Summit 2016 di The Kasablanka, Jakarta, Kamis, (15/9/2016).

Sharanjit menambahkan, sejak hadir pada tahun 2009, Reebonz telah mengalami perkembangan pesat di pasar Asia, Saat ini, peritel online itu telah beroperasi di 20 negara, termasuk Indonesia dengan 380 pekerja saat ini. “Kami beromitmen untuk menjadikan barang fesyen mewah itu mudah diakses oleh siapapun.” tuturnya.

Sebagai perusahaan ritel online, tentu Reebonz diuntungkan dengan keberadaan big data yang dapat diolah dari setiap kunjungan ke situsnya. Lewat data itu, Reebonz melakukan segmentasi audiens.

Sharanjit memaparkan, Reebonz membagi segmen pelanggannya ke dalam tiga kategori. Pertama, Ellitist yang merupakan kalangan affluent yang menjadikan barang mewah sebagai gaya hidup kesehariannya.

Kedua, indulgence traveler. Kalangan ini suka berpelesir dan menjadikan fesyen sebagai cara mereka menunjukkan identitasnya. “Biasanya, kalangan ini adalah orang-orang yang baru memiliki barang fesyen mewah untuk pertama kalinya,” tutur Sharanjit.

Sedangkan ketiga adalah Aspirant. Meski secara buying power tidak sebesar dua kalangan di atas, Aspirant memiliki jumlah pelanggan yang besar. Sharanjit bilang, kalangan ini menyukai barang-barang fesyen dengan harga miring.

“Secara usia, mereka lebih muda. Dan, mereka selektif memilih merek-merek yang sudah dikenal secara internasional,” terangnya.

Dia mengungkapkan, pertumbuhan kelas menengah yang besar di Asia, membuat pertumbuhan penjualan Reebonz double digit per tahun. “Jumlah kelas menengah di ASEAN mencapai 190 juta pada tahun 2012. Jumlah itu bakal meningkat dua kali lipat pada tahun 2020,” papar Sharanjit.

Dengan pertumbuhan kelas menengah itu, Reebonz bertekad untuk melipatgandakan penjualannya di Asia. Maklum, menurut Sharanjit, masyarakat kelas menengah mulai melek fesyen dan menjadikannya sebagai achievement dan status sosial.

“Setiap negara, punya gaya marketing masing-masing. Di Indonesia, kami sukses melakukan endorsement marketing menggunakan publik figur dan seleb,” akunya.

Selain awareness merek meningkat, penggunaan endorser dinilai menjembatani dunia fesyen barat dengan selera lokal. “Di Singapura yang warganya sudah melek fesyen mewah, mereka lebih ingin tahu fitur-fitur Reebonz,” ucapnya.

Sebagai perusahaan berbasis internet, Reebonz menyadari bahwa pelanggan mulai menggunakan smartphone sebagai touch point pembelian. Karenanya, perusahaan itu mendirikan aplikasi mobile pada tahun 2013. “60% penjualan kami secara global dilakukan lewat mobile. Di Indonesia, kontribusi mobile 50%,” ucap Sharanjit.

Di depan partisipan yang hadir, Sharanjit menjelaskan bahwa perusahaannya selalu menyebar konten pemasaran sesuai dengan target audiens yang dibidik.

“Setelah identifikasi pelanggan, sebarlah konten marketing yang sesuai kebutuhan pelanggan di kanal yang tepat. Jangan buat pesan marketing yang sama untuk tipe pelanggan yang berbeda di semua platform. Itu percuma,” tegasnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related