“Rockin’ Your Brand!” Bareng Salvador Lopez

marketeers article

Musik dan marketing bukan dua hal yang terpisah satu sama lain. Musik dan teknologi digital bisa diracik secara kreatif menjadi alat pemasaran yang powerful. Paling tidak inilah yang melekat pada sosok Salvador Lopez, seorang profesor dari ESADE Business School, Barcelona, Spanyol. Profesor marketing ini selalu tampil nyentrik saban presentasi, yakni sembari memainkan gitar listriknya.

Dia mendapatkan julukan popular Salva Rock atau “Rocking Speaker” atau “The Electric Guitar Speaker.” “Kami para musisi merasa telah menjadi orang pertama yang menghadapi digitalisasi di industri dan kami masih tetap hidup,” katanya.

Dalam ajang Digital Business Trends, Salva mengatakan musik menjadi bagian tak terpisahkan dalam membangun customer engagement, meski pada kenyataannya musisi tidaklah memiliki customer, melainkan fans. Namun, sambung Salva, cara membangun engagement di dunia musik bisa diterapkan dalam dunia bisnis. Seperti dalam musik, yang patut diperhatikan adalah sisi emosional, baik audiens maupun pelanggan.

“Sebab itu, tak cukup perusahaan membuat marketing plan, communication plan, maupun strategic plan. Sekarang perusahaan perlu membuat emotional plan. Kita perlu mendesain strategi agar pelanggan tersentuh secara emosi dalam setiap touch point,” ujarnya.

Social Innovator

Dalam sebuah wawancara dengan Financial Times, Salva membeberkan alasan perusahaan patut belajar dari para musisi. Ia mengatakan, dalam dunia bisnis, kita semua ingin memiliki fans di samping para klien. Sebab itu, belajar dari para musisi merupakan langkah yang tepat.

“Para musisi perlu mendiferensiasi diri mereka di tengah pasar yang sudah sangat berjubel. Dalam cara yang sama, bisnis juga harus mampu menarik perhatian banyak orang dan memenangkan hati mereka,” ujar Salva.

Salva menambahkan, musisi besar itu seperti para inovator sosial dan perusahaan yang pemimpinnya harus berjiwa sama. Para musisi ini piawai dalam meramu dan menyatukan hal-hal yang sebelumnya tampak tidak berhubungan. Salva mencontohkan Black Sabbath yang memiliki kreativitas dan strategi inovatif. Black Sabbath merupakan grup band legendaris asal Inggris yang terbentuk di Birmingham pada tahun 1968.

“Mereka menjadi salah satu dari band yang meracik musik dengan emosi takut dan menciptakan sebuah heavy metal. Pink Floyd menyatukan musik dengan cahaya dan warna di panggung untuk menciptakan pengalaman baru. Demikian juga dengan Rolling Stones,” katanya.

Namun, bakat dan kemampuan bukan hal yang paling menentukan bagi kesuksesan seorang musisi. Salva pernah mewawancarai Bruce Dickison dari Iron  Maiden terkait bagaimana talent seharusnya dikelola. Dickison mengatakan, di dunia ini, banyak musisi berbakat dan bagus-bagus, namun konsistensi dan keteguhan menjadi kunci kesuksesan. Tak semua orang yang berbakat otomatis menjadi orang yang konsisten.

Sumber: www.salvarock.es

Demikian juga dengan yang ada di perusahaan. Bakat merupakan bagian dari DNA. Tapi, yang menentukan bakat tersebut berkembang dan berguna adalah antusiasme. Sebab itu, perusahaan yang ingin memiliki tim berperforma tinggi harus fokus pada bakat, antusiasme, dan konsistensi tersebut.

Di sini, leadership juga penting. Ibarat seorang bintang musik rock, sambung Salva, pemimpin juga harus hadir kentara dengan wajah dan namanya. Apple tak lepas dari sosok Steve Jobs. Sosok Bill Gates juga tak terpisahkan dengan Windows. Baginya, perusahaan yang karyawannya tak kenal dengan Chief Executive-nya atau sosoknya tersamar tidak bakal sukses. Sebab itu, Salva mengatakan seorang pemimpin bisnis harus dikenal baik dan menarik – baik secara fisik maupun mental. Seorang Chief Executive sebaiknya menjadi seorang social influencer seperti halnya Lady Gaga maupun Chris Martin dari Coldplay. Jobs maupun Gates tidak hanya menjual produk, tapi juga membangun emosi.

Teknologi, sambung Salva, menjadi piranti dalam membangun engagement tadi. Musisi cenderung fasih dalam mengadopsi teknologi untuk membangun kedekatan dengan fans mereka. Lady Gaga saja, jumlah follower-nya lebih banyak ketimbang Obama saat menjadi orang nomor satu di Amerika Serikat.

Integrasi Digital

Salva menegaskan pentingnya membangun integrasi antara dua dunia, bisnis dan musik yang mana saling terkoneksi erat. Di kedua dunia ini, ada inovasi, kreativitas, co-creation, manajemen, sikap tanggap perubahan, leadership, maupun teamwork. Semua unsur ini sangat penting bagi perusahaan yang sedang memasuki era transformasi digital seperti sekarang ini.

“Teknologi itu glamor dan membuat orang merasa terkendali dan kuat. Ini merupakan sesuatu yang bisa kita gunakan dalam pemasaran,” kata Salva seperti dikutip dari ICE  Business Times.

Teknologi digital menjadi bahasa baru yang mana perusahaan atau organisasi harus memahaminya secara benar dan tepat. Perusahaan harus mampu menggunakan produk-produk teknologi dalam membangun komunikasi pemasarannya. Hal ini tak gampang. Brand, misalnya, harus mampu membangun percakapan dengan pasar di saat tidak ada bahasa standar di platform digital ini.

Sama dengan musik, sambung Salva, teknologi dalam hal ini jejaring sosial dan ruang digital secara keseluruhan mampu membangkitkan emosi. “Jika Anda menggenggam ponsel pintar, Anda akan merasa menggenggam dunia. Bila Anda memberi audiens sebuah value yang membuat mereka merasa lebih dari sekadar mendapat informasi, itu menjadikannya sebagai alat pemasaran yang bisa digunakan untuk meraih benefit,” kata Salva.

Salva akan hadir sebagai pembicara utama dalamThe 3rd WOW Brand Festive Day 2018: Brand 4.0: WOW to NOW, The OMNI Way!  di Ballroom Raffles Jakarta, Kamis, 8 Maret 2018. Ia akan menyajikan presentasinya dengan judul “Rockin’ Your Brand! Tentunya, ia akan membawa dan memainkan gitar elektrik kesayangannya.

Are you ready to ROCK?

    Related