RSPI: Go Digital Agar Konsumen Loyal

marketeers article
Rumah Sakit Pondok Indah Group (RSPI) membangun tekadnya untuk menjadi rumah sakit digital di Indonesia. Sejak tahun lalu, RSPI telah menerapkan sistem informasi rumah sakit terbaru di RSPI Pondok Indah. Sistem informasi tersebut bersifat menyeluruh, menyangkut layanan administrasi pasien, layanan klinis, dan layanan medis. Tujuannya, demi memberikan kenyamanan dan kemudahan bagi pasien rumah sakit.
 
Dengan menerapkan sistem informasi digital, seluruh informasi terintegrasi secara online. Selain itu, rekam medis pasien pun tercatat secara real time. Hal tersebut memudahkan tim medis untuk mengakses data sehingga pelayanan terhadap pasien akan lebih cepat dan tepat. Demi menjamin keamanan sistem digital itu, semua data diakses melalui password yang hanya bisa dibuka oleh tim medis yang melayani atau merawat pasien
 
Lantas, setahun berselang, bagaimana perkembangan digitalisasi RSPI Group? Berikut petikan wawancara Marketeers dengan CEO RSPI Group dr. Yanwar Hadiyanto.
 
Sebenarnya sejak kapal RSPI go digital?
Pada tahun lalu, kami sudah menyelesaikan pelaksanaan digitalisasi rumah sakit di RSPI Pondok Indah. Kami melakukan penyempurnaan di berbagai hal. Sebelumnya, RSPI Puri Indah sejak 2008 sudah bersistem digital. Namun, di sana (RSPI Puri Indah), sistem yang digunakan masih sistem lama. Kami berharap dalam beberapa bulan ke depan, rumah sakit tersebut sudah mengadopsi sistem digital yang baru, alias sama seperti yang dimiliki RSPI Pondok Indah.
 
Lewat digitalisasi, kami berharap sudah dapat menarik manfaat yang maksimal dalam hal peningkatan kualitas dan keamanan pelayanan kami. Digitalisasi itu, salah satu tujuannya adalah membuat pelayanan menjadi lebih cepat, akurat, dan safety. Pada dasarnya, kedua rumah sakit kami sudah berbasis electronic medical record atau rekam medis elektronik. Metode ini sudah kami terapkan sejak tahun 2008 lalu. Tentu seiring berkembangan teknologi, kami melakukan pelbagai penyempurnaan.
 
Nah, dengan sistem terbaru ini, kami dapat menjawab tantangan di rumah sakit, dari menyangkut dokter, perawat, hingga fungsi-fungsi pembantu (supporting functions). Dengan sistem berbasis online itu, penggunaan kertas di rumah sakit menjadi berkurang.
 
Apa benefit konsumen terkait digitalisasi itu?
Kami secara kontinu berupaya mendapat masukan dari konsumen. Pada prinsipnya, komentar konsumen cukup positif. Mereka  merasa diuntungkan dari digitalisasi itu. Misalnya, proses komunikasi dengan pihak suransi menjadi lebih mudah. Pasien tak perlu lagi dibuat bulak-balik. Selain itu, pembacaan dignostik pasien menjadi lebih cepat karena semua peralatan radiologi dan lab terintegrasi dengan komputer. Sehingga, hasilnya bisa digunakan untuk mengambil keputusan oleh klinisi yang merawat pasien. Ke depan, kami akan terus melakukan digitalisasi di setiap rumah sakit baru kami, termasuk dengan RSPI Bintaro yang akan beroperasi pada tahun 2016.
 
Digitalisasi RSPI lebih maju ketimbang rumah sakit lain?
Ada beberapa rumah sakit yang sudah melakukan digitalisasi. Namun, pertanyaannya, sejauh mana digitalisasi itu? Ada yang hanya peresepan elektroniknya semata. Ada yang rekam medis untuk rawat jalan saja. Ada pula yang sebagian alatnya seperti USG, foto rontgen dan CTscan sudah terintegrasi secara digital. Serta ada juga yang fokus di laboratoriumnya saja. 
 
Artinya, setiap rumah sakit memiliki tahapan digital yang berbeda-beda. Mereka pada dasarnya sudah menuju ke arah digital. Akan tetapi, belum bayak rumah sakit yang melakukannya secara menyeluruh. Saya melihat, beberapa rumah sakit tengah melakukan digitalisasi secara bertahap.
 
Sulit untuk mengatakan seberapa besar digitalisasi kami dibanding rumah sakit lain. Namun, yang pasti, kami melakukan digitalisasi yang terintegrasi di hampir semua bagian. Dan, hal itu terus berjalan. Peralatan kami sudah banyak yang terintegrasi secara digital.
 
Sejatinya, ini bukanlah sok digital. Tapi, kami percaya bahwa dengan digitalisasi, akses terhadap informasi, serta ketepatan mengambil keputusan oleh tenaga medis semakin lebih cepat, mudah, dan akurat. Pada akhirnya, konsumenlah yang diuntungkan.
 
Kami terus berusaha memperbaiki pelayanan kami sesuai dengan kebutuhan konsumen. Kami juga berupaya untuk terus mendengarkan apa yang konsumen inginkan. Kami dengan aktif berusaha mendapatkan feedback dari konsumen.
 
Feedback semacam apa?
DI RSPI Pondok Indah, kami memiliki pasien rawat inap lebih dari 1.000 orang per bulannya. Kami menargetkan 60% dari pasien rawat inap itu memberikan feedback. Kenapa harus pasien rawat inap? Sebab, mereka tinggal beberapa hari, sehingga memiliki pengalaman yang cukup panjang di rumah sakit ini. Alhasil, dari feedback yang relevan itu, kami bisa melihat apa yang menjadi prioritas untuk diperbaiki.
 
Dalam kolom isian feedback, kami membuang jawaban 'Ragu-ragu'. Kami ingin paksa konsumen untuk menentukan are we good enough for you or not? Kami tidak mau berada di tengah-tengah. Pada dasarnya, formulir feedback kami berisi 59 pertanyaan dengan pilihan jawaban Setuju, Sangat Setuju, Tidak Setuju, dan Sangat Tidak Setuju.
 
Lantas, apa yang menjadi masukan pasien Anda?
Sebagian besar feedback yang kami terima berbicara soal komunikasi. Ada yang memuji, adapula yang memberikan komplain. Komunikasi dibangun tidak bisa hanya dengan instruksi abstrak, tapi harus detail. Misalnya, saat bertemu pasien, harus terlebih dahulu memberitahu namanya. Saat memberi obat, ia juga harus menjelaskan manfaat obatnya. Ketika melakukan prosedur, ia mesti memberikan informasi mengenai prosedur yang dilakukan. Itulah komunikasi di rumah sakit, yaitu bagaimana membuat setiap staf yang berhadapan langsung dengan pasien, tahu cara berkomunikasi. 
 
Memberi salam adalah salah satu poin terpenting dalam berkomunikasi. Walau terkesan sepele, tapi itulah awal dalam membuka komunikasi dengan pasien. Jika pembukaannya sudah bagus, hal-hal lainnya akan berjalan lebih smooth. itu sangat simpel, namun cukup krusial. Apalagi bagi perawat yang berhadapan dengan pasien yang sama setiap hari.
 
Jadi, miskomunikasi adalah alasan konsumen tidak loyal?
Saya rasa begitu. Apabila, mengacu pada standar Joint Commision Internasional (JCI), mereka mengakui bahwa tidak hanya di Indonesia, di belahan dunia manapun masalah utama industri rumah sakit adalah komunikasi. Jika masalah ini dibiarkan, akan membuat konsumen menjadi tidak loyal dan menciptakan word of mouth yang tidak baik. Padahal, bisnis rumah sakit sangat kencang word of mouth-nya. Dan saya rasa, communication is the problem of life.

Related