Saat Mesin Tiket Bioskop Bisa Mencetak Foto

marketeers article
Customers purchase tickets at a self-service machine at the CJ CGV Co. Yeouido branch movie theater in Seoul, South Korea, on Wednesday, May 25, 2016. CJ CGV is considering selling stakes in some of its units, including one in China, to help fund its ambitions of turning into one of the worlds biggest operators of movie theaters, according to an executive. Photographer: SeongJoon Cho/Bloomberg via Getty Images

Bioskop adalah bisnis konten. Ketika film yang sedang tayang adalah film yang ditunggu-tunggu, antrean dipastikan akan mengekor panjang. Tak peduli ada berapa loket yang tersedia, konsumen rela mengantre demi menonton film kesukaan.

Karena itu, CGV Cinemas mencetuskan sebuah inovasi untuk menghadikan mesin kios yang mampu membantu pelanggan memesan tiket. Lahirlah CGV Self Ticketing Machine (STM) yang kini telah tersebar di setiap bioskop CGV di seluruh dunia, termasuk di Indonesia.

Memang, sebelum CGV masuk ke pasar lokal dengan mengempit saham operator blitz, PT Graha Layar Prima Tbk, blitz telah memiliki mesin kion serupa. Akan tetapi, CGV memberikan pembaharuan dari segi fitur dan teknologi.

“Sebagai perusahaan multinasional, kami membawa best practice kami untuk ditetapkan di market lokal. STM salah satunya,” ujar Manael Sudarman, Head of Marketing CGV Cinemas saat Marketeers temui di kantornya di kawasan Semanggi, Jakarta Pusat.

Manael menjelaskan, saat bioskop ini masih di bawah payung blitz, ada dua tipe kios mesin yang ditawarkan ke pelanggan, yaitu blitz ticket machine dan blitzcard machine. Yang satu untuk memesan tiket langung di lokasi bioskop, dan satu lagi untuk menyediakan layanan bagi para member, salah satunya juga membeli tiket.

Nah, dua fungsi itu kini digabung ke dalam satu mesin, yaitu CGV STM. Manael bilang, pada dasarnya, fungsi STM yang paling vital adalah untuk memesan tiket secara lebih mudah, dengan harapan pelanggan tidak mengantre terlalu panjang di loket manual. CGV mengestimasi, lama waktu pembelian tiket melalui STM ini di bawah satu menit.

Tidak ada eksklusivitas yang ditawarkan STM ini dibanding dengan memesan tiket secara konvensional. Pelanggan datang untuk memilih film, jadwal film, dan lokasi kursi. Semua layanan itu tak ada bedanya ketika berhadapan dengan kasir. Tiket fisik akan keluar sesaat proses transaksi selesai. Pembayaran pun bisa dilakukan melalui CGV Card, CGV Pay, atau kartu kredit.

“Hanya saja, pembelian tiket secara online terintegrasi dengan STM. Pelanggan harus mencetak tiket di STM dengan memasukkan kode pembelian,” terang Manael lagi.

CGV juga kerap melakukan bundling promo dengan pemain perbankan. Biasanya, promo tersebut berupa diskon bagi pelanggan yang membeli tiket di STM dan membayarnya dengan menggunakan kartu kredit bank tersebut.

Reinaldo Herulianto, Digital Marketing Manager CGV Cinemas menambahkan, selain membeli tiket, STM berfungsi pula untuk membeli makanan dan minuman yang ada di bioskop. Menurut dia, tidak afdhol apabila pembelian tiket sudah menggunakan mesin, namun snack-nya belum.

Ia menjelaskan, pelanggan akan memperoleh struk yang dapat langsung ditukarkan di snack zone. “Ada antrean berbeda antara pelanggan yang membeli lewat STM dan yang manual,” kata dia.

Sebenarnya, banyak hal yang bisa digarap dari keberadaan STM. Salah satunya memberikan moment kepada pelanggan. Hal ini didasari atas sebuah insight bahwa setiap film baru yang tayang di bisokop, seseorang rata-rata hanya menontonnya sebanyak satu kali. Maka itu, momen ‘sekali’ tersebut yang coba dirakit CGV sebagai wow experience.

Reinaldo menceritakan, di CGV Korea Selatan, pelanggan bisa mencetak tiket sinema yang pada bagian belakangnya terdapat foto mereka. Tiket tersebut pun dicetak di Self Ticketing Machine. Ia menambahkan;

“Mereka bisa menjadikan tiket itu sebagai koleksi. Ada momen yang ditawarkan. Mereka akan mengingat kapan, di mana, film apa, dan bersama siapa mereka menonton film tersebut.”

Apabila dibandingkan dengan Korea Selatan, penggunaan STM di negeri gingseng itu jauh lebih tinggi ketimbang di dalam negeri. Manael mengakui, penggunaan STM di tanah air masih belum menyentuh level yang diharapkan perusahaan. Sehingga, pihaknya mesti lebih giat lagi mengedukasi pelanggan.

Apalagi, sambung dia, STM juga berkontribusi untuk mengajak masyarakat melakukan transaksi non-tunai, sebuah program literasi keuangan yang tengah menjadi fokus pemerintah saat ini. “Karena masih rendah, berarti room to grow-nya masih tinggi. Kami melihat demand STM masih ada di Indonesia,” kata dia.

Saat ini, CGV telah memiliki 40 bioskop dengan 270 layar. Penambaan bioskop juga berarti penambahan unit STM. Reinaldo mengatakan, setidaknya setiap bioksop memiliki satu hingga dua STM. Jumlah layar dan tingkat kunjungan juga menjadi barometer berapa unit kebutuhan STM di setiap bioskop.

Mesin tersebut, baik hardware maupun software disediakan dari dalam negeri. Mesin diadakan langsung dari pihak ketiga, sedangkan software-nya dibuat oleh internal CGV dan perusahaan vendor.

Tantangan utama, kata Reinaldo, bukan biaya pemeliharaan mesin. Meski investasi STM lebih mahal daripada mesin kasir, namun yang jadi problem justru edukasi ke konsumen.

“Pada akhirnya, adanya STM bertujuan untuk dua hal, yakni cost efficiency dan cool factor. Keberadaan mesin ini semakin memperkuat positioning kami sebagai bioskop yang berinovasi lewat teknologi,” tegas Manael mengakhiri.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related