Saatnya Brand Menggunakan Micro Influencer Lebih Masif

marketeers article

Selama ini, para merek menggunakan beragam cara dalam memengaruhi konsumen. Mulai dari iklan di media konvensional hingga platform media sosial. Lewat media yang terakhir tren penggunaan influencer meningkat pesat.

Sejauh ini, ada dua model ampuh dalam memengaruhi konsumen. Pertama, rekomendasi dari orang yang dikenal. Kedua, opini dari konsumen atau testimoni yang diiklankan.

Dua model inilah yang kemudian diadopsi dalam influencer marketing. Sebabnya, bisa membantu brand mendapatkan efek positif dari word-of-mouth.

Perlu diketahui, influencer tidaklah selalu seorang selebriti. Ada empat jenis tingkatan influencer. Mulai dari yang disebut Celebrities yang memiliki pengikut lebih dari 1 juta. Lalu, di bawahnya Macro, mempunyai pengikut antara 500 ribu hingga 1 juta. Kemudian, Middle adalah mereka yang punya pengikut antara 100 ribu hingga 500 ribu. Terakhir, Micro dengan pengikut antara 1 hingga 100 ribu orang.

Memang, dari semua tipe influencer tersebut, yang memiliki pengikut banyak masih laris digunakan para brand. Namun, tentu saja biaya yang dikeluarkan jadi besar.

“Saatnya, mempertimbangkan untuk bergeser ke micro influencer. Karena mereka lebih engange dengan pengikutnya,” kata Rade Tampubolon CEO & Co-Founder SociaBuzz di gelaran ASEAN Marketing Summit, hari ini (06/09/2018).

Ia menambahkan, sepanjang tahun 2018 ini, nilai pengeluaran untuk influencer di Instagram saja sudah mencapai USD 1,8 miliar. Bila menghitung di media sosial lainnya jumlahnya bisa membengkak lagi.

Menurut Rade, lewat micro influencer biaya kemungkinan bisa lebih ditekan. Karena bagi micro influencer biasanya urusan harga bisa dinegosiasikan. Dengan jumlah follower yang sedikit, selain engange, konten dari micro influencer lebih otentik dan memiliki tingkat responsive lebih tinggi. “Micro influencer ini cocok untuk konten-konten yang sifatnya niche,” tambahnya.

Lebih jauh, ia juga memberikan tips dalam mengelola influencer. Pertama, tidak melulu memperhatikan jumlah follower, tapi cek engagement rate. Kedua, lihat kualitas dari komen-komen di timeline influencer. “Terakhir, jangan terlalu mengontrol, biarkan kreativitas mereka muncul karena mereka lebih tahu apa yang diinginkan audience-nya,” pungkasnya.

    Related