Saatnya Memarketingkan Musik Dangdut Hingga Amerika Serikat

marketeers article
59992637 ketipung, traditional music dandut indonesia

Musik dangdut selalu memiliki tempat di seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Tua dan muda, baik kaya atau miskin. Label bahwa dangdut adalah musik pinggiran nampaknya saat ini sudah tidak lagi berlaku.

Memang, tingkatan kelas masyarakat dalam mengkonsumsi musik dangdut berbeda. Semisal kalangan menengah ke bawah yang berada di luar kota-kota besar akan nyaman menikmati musik dangdut koplo khas dengan dendangan gendang yang bersahut-sahutan.

Sementara kalangan menengah ke atas akan lebih suka musik dangdut yang sudah dibalut agak modern, sehingga bagi mereka ini tidak tergolong kampungan-kampungan amat. Namun, semua setuju apa pun lagu dan kelas sosialnya, ketika musik dangdut dimainkan, minimal jari-jari tangan akan bergerak mengikuti alunan nada.

Presiden Joko Widodo adalah contoh nyatanya. Ketika menghadiri pembukaan Asian Games 2018 di Jakarta, terlihat Presiden tidak kuat menahan hasrat untuk berjoget, meskipun ia terlihat masih sedikit menahannya. Alhasil, jadilah joget dayung yang viral tersebut.

Bicara Asian Games, ajang ini menjadi pembuktian bahwa dangdut adalah kekayaan budaya nasional Indonesia sekaligus momentum kenaikan kelas dari musik dangdut. Penyanyi Via Vallen didapuk sebagai penyanyi utama untuk membawakan lagu tema Asian Games, Meraih Bintang. Via pun membawakan aransemen dangdut modern dari Meraih Bintang di panggung besar Asian Games.

Pemerintah nampaknya sudah sadar bahwa dangdut sudah saatnya untuk dipasarkan ke skala yang lebih luas. Tidak hanya di Malaysia, Singapura, Jepang, atau Hongkong. Pemerintah melalui Badan Ekonomi Kreatif menatap daratan nan luas di seberang samudera, Amerika Serikat.

Ajang South by Southwest (SXSW) yang akan diselenggarakan pada Maret 2019 di Austin, Texas, nanti menjadi uji coba pertama dari pemasaran musik dangdut ke skala yang lebih luas. Pemerintah membawa sebuah kolektif bernama Hello Dangdut.

Hello Dangdut berada di bawah asuhan David Tarigan, seorang pegiat musik sekaligus pendiri dari Irama Nusantara. David mengakui bahwa saat ini dirinya bersama Bekraf masih mencari format serta genre yang seperti apa yang nantinya akan dibawa pada saat SXSW.

Setiap genre dangdut memiliki ciri khas masing-masing. Dangdut era 1970-an misalnya, genre yang satu ini biasanya memenuhi beberapa klub-klub dangdut di kota-kota besar. Menurut David, genre satu ini memiliki gaya dan penampilan yang unik, seperti penyanyi yang naik panggung bergantian diikuti dengan MC yang memberi julukan khas kepada setiap penyanyi.

“Hal seperti ini yang harus diperkenalkan. Bahkan dangdut keliling juga memiliki ciri khas dan penggemar yang khusus. Bagi saya format-format seperti ini bisa dibawa ke SXSW besok,” terang David.

Bagi para penggemar musik di Amerika Serikat, dangdut bukan benar-benar hal yang baru. Para penggemar musik atau yang bisa disebut hipster ini sudah lebih dahulu mengenal musik dangdut. Perkenalan mereka ini bermula dari beberapa rilisan musik rock Indonesia di era 1970an yang dirilis ulang oleh beberapa label independen dalam format piringan hitam.

Semisal pada tahun 2011, sebuah kompilasi berjudul Those Shocking Shaking Days (Indonesian Hard, Psychedelic, Progressive Rock and Funk: 1970-1978) dirilis oleh label Now Again Records. Dalam kompilasi beragam genra seperti funk, soul, hard rock, hingga dangdut masuk di dalamnya. Kompilasi ini menjadi sebuah era baru bagi para hipster dalam menggali musik Indonesia lebih dalam lagi.

Setelah Those Shocking Shaking Days, beberapa rilisan dari Koes Bersaudara, Koes Plus, AKA, Dara Puspita, Shark Move, dan The Gang of Harry Roseli kembali diproduksi ulang. Dan, semuanya diproduksi oleh label rekaman luar negeri. “Label-label ini merupakan pintu kecil bagi kami dalam memasarkan dangdut,” singkatnya.

Dampak dari musik dangdut ini bagi David akan sulit untuk diprediksi. Namun, ia melihat potensi bahwa dangdut akan menjadi salah satu genre musik yang akan diperhitungkan, selayaknya musik funk dan soul.

Musisi A$AP Rocky bersama Kanye West misalnya pada tahun 2016 merilis sebuah lagu berjudul Jukebox Joint. Di dalam lagu ini terdapat potongan lagu atau sample dari sebuah lagu milik group musik Indonesia, Rasela.

“Musik hip-hop itu suka melakukan sampling dari musik-musik lain. Mereka mencari break dan beat yang unik. Sampling itu hanya satu dari sekian kemungkinan potensi musik dangdut,” tutupnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

 

Related