Saatnya Membangun Destinasi Kreatif dengan PDB Kuat

marketeers article

Mengembangkan destinasi wisata perlu kreativitas agar bisa menarik wisatawan. Tak hanya kreatif, tapi juga tepat sasaran. Untuk itu, perlu mengetahui perubahan yang terjadi, target yang disasar, siapa pesaing, dan apa yang menjadi modal suatu daerah atau negara.

“Mengelola pariwisata itu juga sama halnya melakukan aktivitas marketing. Ada customer management, product management, dan brand management. Bila diaplikasikan ke pariwisata, maka customer itu wisatawan, product itu destinasi, dan brand itu promosi,” kata Jacky Mussry, Deputy Chairman MarkPlus, Inc., dalam acara MarkPlus Center for Tourism & Hospitality, hari ini (07/03/2018).

Ada beragam manfaaat ketika berhasil membuat destinasi yang kreatif, antara lain peningkatan jumlah wisatawan yang akan meningkatkan pendapatan daerah dan masyarakat. Lalu, mendatangkan investasi, pemberdayaan masyarakat, hingga meningkatkan popularitas.

Namun, seperti apa yang dimaksud dengan destinasi kreatif itu? Menurut Jacky, destinasi kreatif itu dibangun berdasarkan otentisitas yang ada di wilayah itu. Dalam pariwisata, melakukan duplikasi dari destinasi lain itu tidak dianjurkan. Selain belum tentu sesuai dengan karakter wilayah itu, di sisi lain destinasi itu jelas tidak memiliki DNA.

Nah, untuk menentukan keunikan suatu destinasi, maka perlu melakukan analisis model 4C. Pertama, memperhatikan perubahan yang terjadi, terutama akibat perkembangan teknologi. Seperti kita ketahui, generasi sekarang sangat terhubung dengan internet. Dengan begitu, pendekatannya pun harus secara digital.

Selanjutnya, memperhatikan manuver yang dilakukan oleh daerah lain. Sehingga, destinasi yang akan dikembangkan memiliki differentiation. Apalagi, ketika destinasi yang akan dikembangkan kuat dengan local authenticity, sudah pasti memiliki keunikan yang hanya ada di destinasi itu.

Sudah pasti, memetakan siapa wisatawan yang akan menjadi sasaran adalah hal utama. Perlu memperhatikan karakter dari berbagai generasi. Katakanlah, generasi Z menyukai unsur petualangan dalam berwisata. Atau, generasi sebelumnya yang ketika memutuskan destinasi banyak terpengaruh oleh iklan. Ada juga generasi lanjut usia yang punya kemampuan dana yang besar dan rela membelanjakannya, namun ingin mendapatkan service yang personal.

“Potensi wisatawa sekarang dan masa mendatang datang dari kelompok yang bisa disebut sebagai digital native. Tapi, jangan tinggalkan generasi digital immigrant,” tambahnya.

Dengan melakukan analisis di atas, maka akan lebih mudah dalam menentukan seperti apa destinasi yang tepat buat suatu daerah. Selanjutnya, mempertegas positioning, differentiation, dan brand dari destinasi tersebut. Sehingga, semakin otentik dan khas daerah tersebut.

Proses besar berikutnya adalah mewujudkannya. Framework yang bisa diterapkan adalah dari LERP ke PEARL. LERP memiliki elemen Leader, Execution, Resource, dan Partner. Bisa disebut sebagai tahap pencetusan, karena peran Leader sangat besar di sini.

Setelah LERP berjalan, masuk ke  fase berikutnya, yakni PEARL yang merupakan gabungan elemen dari Partner, Execution, Activation, Resources, dan Leader. Di tahap ini, semakin banyak pihak yang berkolaborasi dalam pengembangan destinasi kreatif. “Muncul banyak inisiatif dari banyak pihak untuk mengembangkan destinasi kreatif yang mendukung PDB,” pungkasnya.

Related