Selamat Tinggal Department Store Lokal?

marketeers article
28060241 interior of brand new fashion clothes store

Peraturan Presiden No 44/2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka atau dikenal dengan aturan Daftar Negatif Investasi (DNI), telah membuka keran bagi investor asing untuk masuk dan menguasai hingga 67% saham di bisnis department store dengan luas lantai di bawah 2.000 m². Persaingan pun disinyalir akan memanas, antara peritel asing dengan lokal.

Pasalnya, asing memiliki kekuatan modal yang besar. Apalagi, dengan nilai tukar rupiah yang melemah, kekuatan dollar akan semakin memuluskan langkah asing untuk bermain di bisnis department store.

Belum lagi, peritel asing didukung oleh pembiayaan bunga murah di negara asalnya. Sedangkan, bunga di Indonesia masih dianggap tinggi, meskipun beberapa kali suku bunga acuan BI mengalami penurunan.

Wakil Ketua Aprindo Tutum Rahanta mengatakan untuk menghadapi persaingan baik di tingkat ASEAN maupun global, tidak seimbang apabila suku bunga di Indonesia masih tinggi. Di sisi lain, dari segi inovasi, peritel dalam negeri tak kalah dengan asing.

“Suku bunga kita yang masih tinggi itu satu-satunya kuncinya. Kan negara tetangga hampir sama, kita minta itu diturunkan,” jelas Tutum seperti dikutip dari Kontan.com.

Aturan baru ini mengganti aturan sebelumnya yang menyebut pemain asing boleh berbisnis department store apabila bermain di lahan seluas di atas 2.000 m² per gerai. Artinya, dengan aturan baru, sangat mungkin bagi asing untuk bermain di toko dengan luas 50 m2.

Padahal, Aprindo mencatat, sekitar 50% pemain deptstore di Indonesia memiliki luas toko di bawah 2.000 m2.

Peraturan ini tentunya menjadi lampu kuning bagi deptstore daerah, khususnya yang tidak terafiliasi dengan grup konglomerat besar, seperti Naga. Pojok Busana, Yogya Department Store, Rita Department Store, dan Sri Ratu Pasaraya. Mereka menjadi ikon di wilayahnya masing-masing.

Kendati demikian, CEO Pasaraya, Medina Latief Harjani mengatakan bahwa sudah menjadi konsekuensi bagi peritel Indonesia untuk siap diserbu asing. Katanya, di era globalisasi, Indonesia tidak boleh menutup diri.

“Ini menuru saya adalah tantangan sekaligus peluang bagi pemain lokal untuk upgrade dan berkompetisi dengan pemain luar,” terangnya kepada Marketeers saat ditemui di Pasaraya Blok M beberapa waktu lalu.

Menurutnya, proteksi bukan menjadi jaminan bagi peritel untuk bisa maju. Ia merujuk pada kota-kota besar dunia seperti Paris, Milan, dan New York sangat terbuka terhadap brand maupun peritel asing.

“Mengapa mereka bisa masuk ke Indonesia, tetapi kita tidak? Ini pertanyaan besar,” tegasnya.

Bukan Dept Store Lagi

Ia melihat kehadiran peritel asing didorong oleh customer yang memang menginginkan barang-barang tersebut. Peritel asing telah berhasil membangun brand image-nya di mata konsumen internasional.

“Sebagai pemain lokal, kami perlahan-perlahan mulai memperbaiki deptstore kami mengikuti tren dunia,” katanya.

Anak dari pengusaha Abdul Latief ini menganggap, tren deptstore di seluruh dunia telah berubah seiring perkembangan zaman. Harrod’s, depstore asal Inggris misalnya telah menjadikan setiap lantainya dipenuhi dengan berbagai concept-store.

“Jadi, dalam deptstore, ada butik-butik kecil dari berbagai merek yang dikurasi sedemikian rupa. Sehingga, pelanggan tidak seperti masuk ke dalam dept store, melainkan butik dari brand tersebut,” katanya.

Tren ini yang akan diinisiasi oleh Pasaraya yang sudah beroperasi 42 tahun silam. Menurut Medina, brand-lah yang pada akhirnya menggerakkan bisnis deptstore. “The place is changing. The brand is still powerful,” katanya.

Ia menargetkan, tahun 2018, Pasaraya akan secara penuh mengadopsi concept store semacam itu. Selain bermitra dengan merek-merek internasional maupun lokal, Pasaraya pun telah menyiapkan home brand-nya sendiri.

Seperti Al Madina yang bakal menjadi muslim stylish concept store dengan harga jual produknya berkisar Rp 500.000-Rp 3 juta. Adapula Radja Batik, concept store yang menjual batik cap dengan harga reasonable.

“Jadi, ketimbang saya melakukan ekspansi untuk Pasaraya, lebih baik saya ekspansi concept store itu. Tidak mesti harus buka di Pasaraya, mereka bisa hadir di deptstore atau mal lain,” terang Medina.

Berbeda dengan Pasaraya yang lebih memilih bersaing dengan melakukan repositioning, department store Ramayana telah lebih dulu menyiapkan kuda-kuda dengan menggandeng peritel asing.

Pada kuartal dua tahun lalu, PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk menjalin MoU dengan ritel asal Belanda SPAR Bv untuk membuka 50 toko ritel di seluruh Indonesia hingga tahun 2018.

Ramayana bakal me-rebranding seluruh jaringan Robinson dengan nama SPAR yang difungsikan sebagai groceries modern market.

Pada tahun lalu, kontribusi bisnis groceries terhadap pendapatan Ramayana mencapai 30%. Tahun 2018 nanti, SPAR ditargetkan memperoleh pendapatan Rp 4 triliun.

Editor: Sigit Kurniawan

Related