Ini Alasan KPK Intervensi Korupsi di Swasta

marketeers article
Gedung yang hanya terletak sekitar 300 meter dari gedung lama tersebut rencananya akan mulai ditempati akhir 2015 atau awal 2016 tergantung penyelesaian dan kesiapan gedung yang memiliki tinggi 16 lantai. Gedung tersebut mulai dibangun sejak Desember 2013 dengan nilai kontrak Rp195 miliar direncanakan memiliki 70 ruang pemeriksaan dan gedung penjara yang mampu menampung 50 orang, 40 pria dan sepuluh wanita.

Korupsi bukan terjadi di lembaga pemerintah saja, melainkan juga di sektor swasta. Akan tetapi, sampai saat ini, Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK belum memiliki yuridiksi untuk melakukan investigasi korupsi di sektor non-pemerintah itu.

Sujarnako, Direktur Direktorat bidang Pendidikan dan Pelayanan Masyarakat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, jumlah tersangka korupsi KPK terbesar berasal dari pelaku swasta. Kebanyakan dari mereka terlibat dalam proses penyuapan pejabat negara eselon satu dan dua.

KPK selama ini diarahkan untuk fokus menangani kasus kebocoran APBN, khususnya belanja modal dan kegiatan. Nilai APBN Indonesia yang sebesar Rp 2.100 triliun, telah digunakan 60%-nya untuk belanja pegawai. Sedangkan ada Rp 600 tiliun yang digunakan untuk belanja modal dan kegiatan.

Nah, uang sebesar itu sebanarnya telah diawasi oleh begitu banyak lembaga, dari Badan Pengawas Daerah (Bawasda) Inspektor Provinsi, BPKP, BPK, Polisi, Jaksa, hingga KPK.

Sementara itu, anggaran belanja sektor swasta diprediksi mencapai Rp 10.500 triliun. “Apakah di sektor swasta tidak ada korupsi? Justru banyak banget. Dan korupsi di swasta merugikan masyarakat karena terkait dengan harga barang,” terang Koko, sapaan Sujarnako.

Ia mencontohkan kasus kolusi operator telko dalam menentukan harga pesan singkat atau SMS. Sepuluh tahun lalu, harga SMS bisa dibanderol Rp 225-500 per pesan. Sekarang, harga SMS Rp 5 per pesan atau bahkan ada yang Rp 1.

Praktik kartel juga terjadi pada pengadaan daging sapi. Biaya hidup petani sapi di Australia selama sebulan Rp 10 juta. Sedangkan, biaya hidup petani Indonesia Rp 1,5 juta per bulan. Namun mengapa harga sapi Australia bisa Rp 60.000 per kilogram, sedangkan sapi lokal Rp 110.000? Ternyata, temuan KPK mengindikasikan bahwa proses produksi sapi dikuasai oleh mafia.

“Kami menemukan sapi-sapi dari luar Jakarta tidak ada satupun disembelih di tempat pemotongan sapi Jakarta. Sapi-sapi dari NTB lari ke luar Jawa untuk dipotong, sehingga ongkos angkut meningkat. Padahal, 70% kebutuhan sapi ada di Jakarta,” ujar Koko.

Untuk itu, KPK akan mendorong seluruh CEO perusahaan swasta untuk melakukan deklarasi secara tertulis tentang program antikorupsi, kemudian membuat sosialisasinya ke internal agar statement CEO dipahami secara utuh ke seluruh pegawai.

Dalam mengintervensi swasta, KPK perlu melakukan klusterisasi jenis perusahaan. Ada empat fokus perusahaan saat ini, yaitu perusahaan multinasional yang berbasis di Eropa dan Amerika, perusahaan multinasional non Amerika-Eropa, perusahaan nasional yang sudah listing di bursa saham, dan UKM.

Klusterisasi ini, sambung Koko, mempermudah KPK melakukan pencegahan. Untuk perusahaan multinasional Amerika dan Eropa, KPK hanya mendorong mereka menjalankan code of conduct yang mereka telah buat di negara asalnya, agar juga diterapkan di perusahaannya di Indonesia.

“Kami mendorong swasta untuk tidak menyuap. Mungkin yang sulit adalah perusahaan dari Tiongkok, Korea Selatan, dan Singapura. Mereka sama saja dengan perusahaan di sini (Indonesia_red),” tegasnya.

Karenanya, KPK mendorong setiap tansaksi sebesar apapun harus dibuatkan tanda pembayaran atau kwitansi. Tanda pembayaran juga harus tertera underline transaksi. Sehingga kwitansinya itu bisa diaudit.

“KPK sempat menemukan anggaran perusahaan farmasi dalam memberikan hadiah kepada penyelenggara negara hampir Rp 800 miliar. Apakah pembayaran itu tidak masuk ke harga? Tentu masuk. Dan siapa yang bayar? Ya, masyarakat,” tegasnya.

Tak lama lagi, KPK akan mempersiapkan kompetensi antikorupsi yang diakui PBB. Kompetensi ini penting dalam mempersiapkan tenaga ahli di bidang antikorupsi. Sebab, KUHP dan KUHAP saja tidak cukup untuk menanggulangi korpusi.

Sebab ada empat spesialisai utama dan dua spesialisasi tambahan dalam menanggulangi korupsi, antara lain harus memiliki kompetensi pengintaian, penyamaran, mengelola informan, dan penyadapan. Sedangkan dua kompetensi tambahan yaitu komputer forensik dan finansial forensik.

“Antikorupsi tidak mesti melulu dikuasai oleh penegak hukum, pengawas, dan NGO. Kementerian Tenaga Kerja juga harus mengeluarkan aturan tentang kompetensi antikorupsi agar kompetensi ini bisa diserap oleh seluruh lapisan masyarakat,” terang Koko.

Related