SPATUKU, Marketplace untuk Para Pecinta Sepatu Original

marketeers article

Pernahkah Anda mengalami pengalaman buruk saat bertransaksi secara online? Mungkin salah satu di antara kita pernah merasa tertipu saat membeli barang kesayangan, seperti sepatu. Khusus sepatu, tantangan berbelanja secara online adalah soal keaslian produk.

Banyak penjual yang menawarkan harga miring namun masih dipertanyakan keaslian produknya. Untuk menjawab permasalahan tersebut, SPATUKU.com pun hadir. Sebagai marketplace, SPATUKU.com hanya menyajikan sepatu original dari para tenant mereka.

“Ide ini berasal dari kegelisahan kami menghadapi surutnya perekonomian Indonesia terutama dari penjualan sepatu secara umum. Dari pengalaman kami yang memiliki bisnis penjualan sepatu secara offline, mengalami penurunan omzet hingga 40%. Dari sini, kami mencoba menghadirkan Spatuku.com,” jelas Imam Choirul Roziqin, CEO SPATUKU kepada Marketeers.

Imam melanjutkan, banyak penjual sepatu yang mengeluhkan turunnya minat pembeli. Hal ini diperparah dengan kondisi minimnya strategi pemasaran yang hanya mengandalkan akun media sosial dengan follower seadanya. Dengan memberikan fasilitas penjualan di website, SPATUKU memberikan peluang lebih besar kepada para tenant agar produknya terjual.

Dari sini, Imam membuat sebuah landing page. Respon penjual sangatlah tinggi. Terhitung selama 2 pekan terdapat 160 penjual yang mendaftar sebagai tenant.

Di dalam berbisnis, SPATUKU menawarkan beberapa keunggulan, diantaranya siapapun bisa berjualan di sana selayaknya peran marketplace kebanyakan. Selain itu, transaksi di SPATUKU aman dan pasti original karena para seller akan melewati proses kurasi terlebih dahulu sebelum dapat menampilkan produknya di SPATUKU. Selain itu, SPATUKU juga telah menyediakan dua alternatif transaksi yang keduanya menggunakan rekening yang terpusat.

Di dalam berbisnis, Imam mengandalkan kekuatan dari komunitas. Banyak komunitas dari berbagai segmen sepatu telah digaet oleh Imam. Dengan cara ini, SPATUKU mendapatkan keuntungan dari sisi sosialisasi dengan biaya yang minim.

Sedangkan untuk pendapatan, mereka menggunakan system transaksi escrow dan memiliki kewenangan untuk menetapkan biaya administrasi sekitar 3% per transaksi. Akankah mereka berhasil?

Editor: Sigit Kurniawan 

Related