Strategi Fujifilm Agar Tren Cetak Foto Kembali Lagi

profile photo reporter Jaka Perdana
JakaPerdana
09 September 2016
marketeers article

Pabrikan asal Jepang Fujifilm selama ini dikenal sebagai produsen kamera dengan sejarah cukup panjang. Di era modern, mereka tidak hanya fokus pada bisnis lensa, tapi mulai merambah bisnis lain seperti percetakan, bahkan sampai produk untuk industri kesehatan. Di Indonesia, Fujifilm mulai melirik pasar printer karena potensinya cukup besar.

“Kami baru saja merilis printer Frontier-S enam bulan lalu dengan harga Rp55 juta. Cukup laris karena unit terjual mencapai 100 printer,” ujar General manager for Photo Imaging Division Fujifilm Indonesia Josef Kuntjoro di Jakarta pada Jumat (9/9/2016). Untuk itu, mereka mulai melirik pasar lain dengan nilai lebih besar, yaitu pasar gerai ritel.

Dengan merilis perangkat pendukung printer untuk gerai ritel bernama Wonder Print Solution (WPS), Fujifilm berharap dapat menangkap pasar anak muda pengguna smartphone. Memang, saat ini, bisnis percetakan foto tampak sudah terhimpit karena masyarakat lebih senang menyimpan foto mereka secara digital untuk dibagikan di media sosial. Sedikit sekali yang berniat untuk mencetaknya kecuali untuk momen-momen tertentu. Namun, dengan perangkat terbaru tersebut, Josef berharap ada pergeseran behaviour untuk kembali mencetak foto.

Sejatinya WPS adalah alat pelengkap printer dengan kapasitas editing. Jadi, printer Frontier-S dihubungkan ke mesin WPS dan dari sana akan ada display layar sentuh untuk editing dan printing foto. Dalam WPS ini memang terdapat banyak pilihan jenis template foto maupun untuk kolase. Konsumen tinggal koneksikan via smartphone menggunakan aplikasi, hubungkan ke Wi-Fi, pilih foto yang akan dicetak, baru setelah itu print.

Tidak hanya via aplikasi, ada banyak panel untuk mengakomodasi platform storage, seperti MMC, flashdisk, dan penyimpan data lain. Jadi, tidak hanya dari smartphone, foto dari kamera digital pun bisa di-print di sini. Karena diperuntukan bagi gerai-gerai ritel, sebelum print dilakukan konsumen akan diberi nomor khusus terlebih dulu sebagai bukti pembayaran di kasir. Setelah bukti diberikan di kasir dan bayar, konsumen bisa langsung mencetak foto dengan memasukan nomor yang diberikan dari kasir.

“Sistem nomor ini memang ditujukan untuk sekuriti gerai ritel. Jadi, aman kan konsumen cetak foto setelah membayar, bukan sebelumnya. Bayarnya di kasir,” sambung Josef.

Dengan template, jenis editing, sampai jenis kertas berbeda-beda, mesin ini diharapkan dapat memberi nilai lebih ketika konsumen mencetak foto dibanding cetak foto di gerai ritel dengan printer biasa. Sehingga dengan nilai itu konsumen akan kembali untuk bercetak foto ria.

Josef juga berharap mesin WPS bisa meningkatkan pemasukan bagi gerai ritel yang menggunakannya. Ia mencontohkan salah satu jaringan ritel pernak-pernik terbesar di Jepang menggunakan mesin WPS dan pemasukannya meningkat karena konsumen tertarik untuk mencetak foto. Bisa ratusan foto dicetak dan bisnis pelengkap foto seperti aksesori pun ikut meningkat sebesar 50%.

“Kalau di tempat printer biasa misalnya harga per lembarnya sekitar Rp 2.000-an. Tapi, dengan nilai mesin WPS lewat pilihan editing dan template unik, harganya bisa dijual sampai tiga kali lipat. Kami targetkan untuk gerai ritel aksesoris dan mal-mal dengan pasar menengah-menengah atas,” sambung Josef.

Target pasar itu cukup wajar mengingat harga mesin WPS mencapai Rp 180 juta per unitnya. Itu sudah termasuk tambahan satu unit printer Frontier-S karena satu unit WPS mampu memuat dua printer jenis tersebut. Selain ditawarkan ke gerai ritel, Fujifilm pun akan membuka gerai WPS tersendiri di lokasi perbelanjaan ibukota.

Editor: Sigit Kurniawan

Related