Sulitnya Bangun Awareness Merek dengan Target Korporat

marketeers article

Mengapa sebuah merek tidak dikenal? Pasti banyak faktor. Mulai dari kurang dalam meningkatkan awareness-nya atau memang produknya tidak banyak digunakan. Merek Bosch di Indonesia tampaknya mengalami hal serupa karena mungkin selama ini hanya dikenal di kalangan perusahaan saja.

Padahal Bosch memiliki banyak bisnis tidak hanya di sektor korporasi tersebut, seperti produk consumer electronic semisal bor dan blender. Selain itu merek asal Jerman tersebut juga punya produk consumer lain seperti kulkas. Namun, sekali lagi merek Bosch masih dirasa kurang dikenal di Indonesia, hal yang diakui langsung oleh Managing Director Bosch Indonesia Ralf Von Baer.

“Kami punya banyak bisnis mulai dari solusi untuk perangkat mobile, peralatan untuk pabrik, energi, sampai consumer goods. Tapi, di Indonesia Bosch dikenal dengan produk korporat. Kami punya alat uap yang digunakan di pabrik-pabrik sektor FMCG seperti Nestle sampai Unilever. Kami juga ada sistem jaringan pendingin ruangan untuk gedung-gedung. Jadi untuk meningkatkan awareness bagi konsumen selain korporat cukup sulit,” ujar Ralf di Jakarta pada Rabu (1/6) 2016.

Perbandingannya adalah dengan Eropa, di mana Bosch cukup memiliki pasar besar di segmen consumer. Ralf melihatnya dari sisi behaviour masyarakat Indonesia dengan Eropa. Produk Bosch seperti perangkat dapur dan kulkas laris di negara seperti Jerman. Itu dikarenakan rumah tangganya sangat dedikasi sekali dalam menyiapkan makanan untuk keluarga secara turun temurun. Sehingga dapur dibuat tidak tanggung-tanggung. Ralf tidak melihatnya di Indonesia.

Ada contoh lain. Bosch memproduksi juga komponen baterai untuk motor. Di Eropa sana ketika motor membutuhkan baterai baru, konsumen membelinya dan memasang sendiri. Tapi di Indonesia tidak. “Jadi dari behaviour saja berbeda. Di Indonesia orang-orangnya tidak membeli mebel dan furnitur lalu memasangnya sendiri. Akhirnya pasar bor untuk pasang memasang tidak besar. Makanya kami selama ini fokus di segmen korporasi. Tapi, bukan berarti bisnis kami tidak tumbuh,” sambung Ralf.

Dalam laporan keuangannya, Bosch di Indonesia tetap membukukan nilai pemasukan sebesar Rp 1,2 triliun. Tapi, angka itu suatu penurunan karena setahun sebelumnya mereka menghasilkan Rp 1,6 triliun. Jadi, untuk tahun ini mereka tidak mematok target dengan harapan tumbuh sekitar 3% saja. Ralf menyebut lesunya ekonomi menjadi salah satu faktor sulit dihindari.

Walau mengalami penurunan, Ralf mengatakan bahwa tetap Indonesia punya potensi. Setelah hadir di banyak kota besar, termasuk di Medan, Bosch juga secara resmi memperlebar pasarnya ke Palembang. Hal yang mungkin dirasa cukup aneh mengingat sektor energi sendiri sedang lesu.

“Palembang bukan soal energi saja. Masih ada sektor lain yang membutuhkan solusi. Kami hadir lewat kantor penjualan dan pelayanan di sana bulan ini,” tutup Ralf. Total Bosch sudah memiliki tujuh kantor penjualan di Indonesia hingga kini.

Editor: Sigit Kurniawan

Related