Banyak pihak optimistis terhadap prospek pertumbuhan bisnis di tahun 2017. Namun, untuk sektor perkantoran, nampaknya jangan terlalu sumeringah. Sebab, bisnis penjualan dan penyewaan ruang kantor di Jakarta akan terkoreksi seiring jumah pasokan yang terus bertambah.
Kesimpulan tersebut tertuang dalam laporan konsultan properti Colliers International per 5 Januari 2017. Colliers mencatat akan ada setidaknya 700.000 m2 tambahan pasokan ruang perkantoran di Jakarta pada tahun 2017. Di sisi lain, permintaan akan ruang perkantoran hingga tiga tahun ke depan di ibu kota rata-rata hanya 300.000 m2.
“Artinya, ada gap antara permintaan dan penawaran. Hal ini mengakibatkan okupansi ruang perkantoran terus menurun,” kata Ferry Salanto, Associate Director Colliers International Indonesia di Gedung WTC 1 Jakarta, Kamis, (5/1/2017).
Ferry mengatakan, sepanjang tahun 2016, pasokan ruang perkantoran di CBD mencapai 5,48 juta m2 atau menguasai 65% dari total pasokan ruang kantor di Jakarta. Pada tahun lalu, ada 12 gedung baru beroperasi di ibu kota dimana empat diantaranya berlokasi di CBD.
Keempat gedung yang dibuka di CBD adalah International Financial Tower 2, Centennial Tower, Capital Place, dan Sinarmas MSIG. Mereka menyumbang 315.511 m2 pasokan ruang kantor di Jakarta.
Ferry bilang, angka itu lebih kecil dari prediksi Colliers sebelumnya yang menyebut setidaknya 18 gedung baru bakal beroperasi di Jakarta pada tahun 2016. Sebagian dari enam gedung sisanya diproyeksikan rampung pada tahun 2017.
Dari 2017 hingga 2019, 31 gedung kantor baru dijadwalkan berdiri di tanah Jakarta, dimana 11 gedung akan berlokasi di kawasan Sudirman. Semua gedung itu bakal menyumbang kurang lebih 1 juta m2 ruang kantor.
Ferry mengatakan, dengan pasokan yang terus bertambah, okupansi ruang perkantoran bakal melorot. Terbukti, pada tahun 2015, rata-rata okupansi perkantoran di Jakarta menembus 89,4%. Namun pada akhir tahun lalu, okupansi turun menjadi 84,8%.
Secara agregat, kawasan CBD mengalami penurunan okupansi sebesar 4% (yoy). Sedangkan di luar kawasan CDB menurun hingga 5,8% (yoy). Di TB Simatupang misalnya, okupansi ruang perkantoran terkerek ke level 77,2%.
“Yang terjadi saat ini adalah banyak gedung kantor baru yang okupansinya belum 60%. Padahal idealnya sudah 60% terisi,” ucap Ferry.
Kondisi tersebut menurut Ferry membuat banyak pemilik lahan (pengembang perkantoran) mengalami masalah cash-flow. Okupansi yang tak sampai 60% membebankan pengembang karena tidak menutupi biaya operasional, seperti listrik, servis, dan pajak.
“Sebaiknya, landlord menurunkan harga sewanya demi mencapai okupansi 60%, agar beban operasional tertutup,” imbaunya.
Dari sisi harga penawaran (asking rent) memang mengalami koreksi sejak dua tahun terakhir. Hingga Q4 2016, rata-rata harga sewa kantor di Jakarta di level Rp 311.750 per m2 per bulan atau turun 6,2% year-on-year.
Memang, asking rent berbeda-beda antara gedung perkantoran premium, grade A, B, hingga C. Untuk kantor grade B dan C, penurunan tarif sewa lebih parah lagi alias anjlok hingga 20% year-on-year. Adapun kisaran harga sewa perkantoran di Jakarta dibanderol mulai Rp 200.000/m2/bulan hingga di atas Rp 400.000/m2/bulan.
“Sekarang kondisinya adalah tenant market yang mana tenant alias penyewa memiliki posisi tawar lebih tinggi ketimbang pemilik properti,” tutur Ferry.
Ia melanjutkan, biasanya, asking rent ditembak dengan harga tinggi dan susah sekali turun. Akan tetapi, saat ini, di saat permintaan jarang, asking price mau tak mau diturunkan. “Dan, itu pun bisa didiskon lagi,” katanya.
Editor: Sigit Kurniawan