Tahun Politik Tiba, Seberapa Optimistis Pemain e-Commerce?

marketeers article

Tidak ada sedikit pun rasa khawatir dari para pelaku e-commerce terhadap kondisi ekonomi dan industri pada tahun 2019 mendatang. Pasalnya, beragam riset internal dan eksternal menyebutkan bahwa pasar e-commerce Indonesia masih akan terus tumbuh.

Riset Global Consumer Insight Survey 2018: Indonesia Results yang dirilis oleh PricewaterhouseCoopers (PwC) Indonesia menyebutkan bahwa optimisme pertumbuhan industri e-commerce amat didukung oleh rasa percaya dari konsumen. Disebutkan bahwa sebanyak 73% responden bersedia menghabiskan uang mereka secara lebih banyak untuk belanja online. Padahal rata-rata responden lain di Asia Tenggara, hanya sebesar 53% yang mau membelanjakan uangnya secara lebih. Selain itu, secara mingguan atau bulanan, frekuensi belanja konsumen Indonesia berada di atas rata-rata konsumen di Asia Tenggara dan global.

Barang-barang fesyen dan sepatu (37%), serta produk kesehatan dan kecantikan (35%) merupakan produk yang paling banyak dibeli oleh konsumen Indonesia ketika berbelanja online. Dalam riset tersebut juga ditemui sebanyak 51% responden yang berencana membeli perlengkapan sehari-hari secara online. Uniknya, sebanyak 62% responden tidak mempermasalahkan fakta bahwa platform e-commerce memantau pola belanja dan pembelian masing-masing konsumen.

“Dengan kepercayaan diri seperti ini dan tingkat pertumbuhan internet di Indonesia, konfigurasi industri retail dapat berubah dan menjadikan platform e-commerce tumbuh subur di tahun mendatang,” ujar Ade Elimin, Partner Leader Consumer and Retail PwC Indonesia.

Optimisme pun turut dirasakan oleh banyak pemain e-commerce di Indonesia. Pada tahun 2018 saja, banyak pemain yang meraup hasil positif dari beragam aktivitas yang mereka lakukan dalam satu tahun ini.

Fajrin Rasyid, President Bukalapak menilai bahwa industri e-commerce pada tahun 2018 ini berhasil tumbuh dua kali lipat. Ia memperkirakan, industri ini besar kemungkinan akan tumbuh di atas angka 50% pada tahun depan.

Tak jauh berbeda, Blibli.com juga meraih hasil positif pada tahun 2018. Menurut Senior Marcom & PR Manager Blibli.com Lani Rahayu, penjualan mereka pada kuartal pertama dan kedua positif berkat bulan Ramadan dan gelaran Piala Dunia. Walaupun sempat melambat pada kuartal ketiga, pasca hari raya Lebaran dan kebutuhan tahun ajaran baru. Namun, kuartal keempat dan sampai awal tahun depan diprediksi akan mengalami pertumbuhan.

Sudah menjadi rahasia umum bahwa Iklim e-commerce bakal sangat ramai di akhir tahun. Hal ini berkat kehadiran berbagai festival belanja menyambut natal dan tahun baru, semisal promo 9-9, 10-10, 11-11, dan 12-12. Shopee dalam kampanye 9-9 berhasil meraup transaksi regional sebesar 5,7 juta transaksi dalam satu hari. Sebanyak 40% dari total transaksi tersebut berasal dari pasar Indonesia.

Contoh lain, pada pertengahan tahun, Tokopedia menggelar kampanye Ramadan Ekstra yang turut menorehkan sejarah baru bagi Tokopedia. Dalam satu hari, Tokopedia berhasil mencatatkan nilai transaksi setara dengan akumulasi nilai transaksi sepanjang lima tahun pertama (Agustus 2009 – Juni 2014). Dalam 10 menit pertama saja, Tokopedia berhasil mengalahkan angka transaksi sepanjang tahun pertama Tokopedia berdiri (Agustus 2009 –Juli 2010).

Ketua Indonesia E-commerce Association (idEA) Ignatius Untung mengatakan, saat ini panen yang dirasakan oleh para pemain berkat rasa nyaman dan kepraktisan yang dialami oleh seluruh konsumen. Ia setuju bahwa secara pasar, industri ini berhasil tumbuh.

Namun, ia mengingatkan bahwa industri ini sudah semakin matang. Dan, kita bisa melihat siapa-siapa saja yang bertahan, dan siapa yang sudah mulai kehabisan napas. “Kita lihat di Amerika Serikat, cuma dua yang besar. Begitu juga di China. Di Indonesia ini mungkin ada sepuluh pemain besar. Pertanyaannya, apakah kita butuh sebanyak itu?” katanya.

Walapun rasa optimistis masih memuncak, baik di dalam industri dan masing-masing pemain, setidaknya ada beberapa hal yang harus diwaspadai oleh para pelaku industri ini.

Semua pasti paham bahwa tahun 2019, Indonesia akan merayakan pesta besar lima tahunan. Untuk pertama kalinya, pemilu legislatif dan presiden akan diselenggarakan secara bersamaan. Gonjang-ganjing politik pun sudah mulai terlihat. Tapi, nampaknya industri e-commerce tidak terpengaruh dengan gonjang-ganjing politik yang ada.

Hal ini disampaikan oleh mayoritas pemain di e-commerce. Christin Djuarto, Director Shopee Indonesia menyebutkan bahwa industri e-commerce ini justru diuntungkan. Sebab, kedua kubu paham betul bahwa e-commerce ini adalah industri masa depan. Sehingga, siapa pun yang menang nantinya akan membuat kebijakan yang mendukung pertumbuhan industri ini.

Hal senada juga disampaikan oleh Fajrin. Ia berharap semua pihak yang berkompetisi dalam pemilu bisa berkomitmen terhadap pertumbuhan industri. Aturan yang sudah ada dijalankan, dan aturan yang belum ada bisa segera disempurnakan dan diimplementasikan. “Sebagai pemain, kami ingin tetap netral. Mendukung siapa pun nanti yang akan terpilih,” ujar Fajrin.

Di satu sisi, tahun politik juga bisa mendatangkan peluang tersendiri. Banyak uang yang akan beredar untuk memeriahkan pesta demokrasi. Mulai dari produksi kaos, bendera, spanduk, vendor, hingga uang untuk menggerakan massa. Tapi yang perlu dilihat apakah masyarakat yang kebagian uang hasil kampanye akan memiliki keinginan untuk menghabiskan uang tersebut atau tidak.

“Partai politik ini kan uangnya tidak sedikit. Pemain kalau mau kebagian ‘kue-nya’ harus bisa membangun kampanye yang sesuai. Tapi dilihat juga apakah selera mereka ke sana atau tidak,” imbuh Untung.

Menurut Fajrin, ketika masyarakat menemukan produk yang dirasa harganya naik, maka akan mencari produk pengganti dengan harga yang lebih murah. Nah, kebanyakan produk murah tersebut dapat ditemukan di platform e-commerce. Terlebih banyak pelaku e-commerce di Indonesia yang memang mendorong pertumbuhan produk-produk lokal. Memang dampak nilai tukar akan terasa pada barang impor dan elektronik. Tapi ini menjadi kesempatan buat pelaku UKM lokal unjuk gigi menampilkan barang yang berkualitas layaknya barang-barang impor.

“Di platform e-commerce, rata-rata seimbang antara produk lokal dan impor. Kalau dolar naik jadi kesempatan buat UKM lokal. Mereka bisa mendapatkan pasar yang lebih besar. Kalau yang biasa jual barang impor pasti akan jadi penyesuaian harga,” jelas Christin.

Satu suara dengan Fajrin dan Christine, menurut Untung nilai tukar adalah momentum baik bagi UKM lokal. Baginya, kondisi ini adalah saat di mana masyarakat menemukan kondisi new normal. “Intinya masyarakat Indonesia ini pemaaf,” katanya.

Editor: Sigit Kurniawan

Related