Tak Mau Mengalah, Strategi Telkomsel di Kanal Digital

marketeers article
54161882 global search website browser optimization concept

Perkembangan teknologi telah mengubah lanskap industri telekomunikasi. Inilah yang dirasakan Telkomsel sebagai pemain besar di industri ini. Dengan perubahan yang terjadi, Telkomsel melakukan beberapa manuver agar bisa bersaing dalam kompetisi yang kian sengit.

“Kami telah bertransformasi dari model bisnis sebelumnya. Dulu kami menjual sim card yang awal muncul harganya satu jutaan. Kini, kami adalah penyelenggara telekomunikasi yang menjadi perusahaan digital,” kata Aris Sudewo W, General Manager Digital Creative Brand and Communications Telkomsel dalam acara MX Talk bertajuk Branding in Digital Era di Binus University International, Jakarta, Rabu (1/3/2017).

Aris menambahkan, Telkomsel menjual banyak produk untuk memenuhi tuntutan zaman, seperti menawarkan Langit Musik, TCASH, dan lainnya. Produk-produk tersebut dihadirkan mengingat pengguna Telkomsel makin menikmati layanan data mereka.

“Kami adalah operator telekomunikasi terbesar keenam di dunia. Kami memiliki 165 juta pengguna dengan 80 jutanya adalah pengguna data,” tambahnya.

Berdasarkan riset yang baru-baru ini Telkomsel adakan, Telkomsel mendapati BlackBerry Messanger sebagai aplikasi pesan singkat yang populer no. 1 di Indonesia, khususnya di luar Jakarta. Lalu, diikuti oleh WhatsApp dan Line. Kemudian, media sosial yang populer di kalangan netizen adalah Facebook dan Instagram. Insight inilah yang menjadi modal Telkomsel dalam melakukan berbagai kampanye digital untuk menarik perhatian netizen.

“Bagi kami, kampanye digital berbicara tentang engagement, diferensiasi, keberlanjutan, dan disruptif. Berbicara digital berarti bicara tentang konten. Sekarang, konten berupa video sedang naik daun,” tuturnya.

Dalam menggaet netizen yang terdiri dari millenial, Telkomsel memiliki cara tersendiri. Bagi Telkomsel, Millenial adalah mereka yang berusia 12-24 tahun. Perlu cara yang cukup berbeda untuk menarik hati generasi yang mudah berubah pikiran dengan cepat ini. Misalnya memberi gimmick berupa data gratis, TCASH, dan lainnya.

“Intinya kami ‘ganggu’ mereka secara konsisten di kanal-kanal yang mereka gunakan. Untuk menyasar kelompok usia 12-18 tahun, kami menyasar langsung ke komunitas di sekolah-sekolah selain lewat digital,” katanya.

Lebih lanjut Aris menjelaskan, semua bisnis di digital bukan sekadar mementingkan digital presence, melainkan digital journey. Menurutnya, konsumen ingin memiliki pengalaman dan kepercayaan yang pada akhirnya akan membuahkan advokasi. Untuk itu, sambung Aris, merek perlu tenaga ekstra untuk sukses berbisnis di era digital.

“Sekarang pun dalam menjual produk, kami tidak bisa sendiri-sendiri. Kami melakukan kolaborasi, seperti bundling Langit Musik dengan Joox. Pada akhirnya, kami perlu mendekatkan diri kepada kompetitor agar bisa maju,” tutupnya.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related