Tambang Emas Bernama e-Commerce

marketeers article

Awalnya dicuekin, sekarang malah menjadi ladang emas bagi siapa yang menggarapnya. Itulah bisnis e–commerce. Kisah bagaimana para pendiri e-commerce ini jatuh bangun membangun bisnisnya menjadi inspirasi anak-anak muda untuk menggeluti bisnis yang sekarang menjadi tren di Tanah Air.

Salah satu kisah sukses ini adalah pendiri Bukalapak, Achmad Zaky. Pada 2010, dia bercerita, hampir semua investor menolak memasukkan modal mereka lantaran bisnis digital yang masih belum jelas masa depannya. “Apa itu bisnis digital? Bisnis yang jelas itu minyak, batubara, tambang,” kata Zaky, menirukan perkataan investor-investor yang menolaknya kala itu.

Selain investor, menurut Zaky, Bukalapak juga sempat ditolak oleh para pedagang. Para pelaku usaha kecil menengah yang jadi target Bukalapak pun seperti enggan bergabung dengan perusahaan yang lahir pada 12 Januari 2010 itu.

Setahun mencari investor, akhirnya Bukalapak mendapatkan penambahan modal dari Batavia Incubator. Ini adalah pemodal gabungan dari Rebright Partners yang dipimpin Takeshi Ebihara, Japanese Incubator, dan Corfina Group. Pada 2012, Bukalapak kembali menerima tambahan investasi dari GREE Ventures yang dipimpin Kuan Hsu.

Dua tahun kemudian, Zaky dan tim meluncurkan aplikasi seluler untuk smartphone berbasis Android. “Untuk memudahkan akses jual-beli hanya dari sentuhan jari,” ujar Zaky bercerita. Sejak pertama kali diluncurkan hingga 31 Mei 2010, aplikasi tersebut telah diunduh lebih dari 10 juta kali.

Bisnis e-commerce di Indonesia bisa dibilang kian mendominasi. Apalagi, akses internet serta penetrasi smartphone yang meningkat semakin memudahkan para penggunanya untuk berbelanja online.

Menurut data yang dirilis biro riset Frost & Sullivan, bersama China, Indonesia menjadi negara dengan pertumbuhan pasar e-commerce terbesar di dunia dengan rata-rata pertumbuhan 17% setiap tahun.

Melihat besarnya potensi ekosistem jual beli online yang semakin digeluti konsumennya, tak heran jika kegiatan berbelanja online kini telah menjadi gaya hidup yang digandrungi oleh banyak orang. Hal ini pun mendorong munculnya berbagai toko online baru yang hadir untuk bersaing di industri pasar online Indonesia.

Perusahaan teknologi pemasaran asal Prancis, Criteo, memprediksi Indonesia menjadi pengguna aplikasi belanja ritel (e-commerce) terbesar di kawasan Asia Pasifik (APAC). General Manager South East Asia, Hong Kong, and Taiwan Criteo, Alban Villani, mengatakan di masa mendatang, Indonesia bisa mengalahkan China dalam hal penggunaan aplikasi e-commerce.

Berdasarkan hasil riset Criteo, Indonesia merupakan negara terbesar pengguna e-commerce di kawasan Asia Pasifik. Alban menyatakan sebesar 95,8 persen konsumen di Indonesia banyak yang menggunakan aplikasi e-commerce untuk berbelanja.

Produktivitas penduduk Indonesia dalam menggunakan e-commerce juga terlihat dari indikator frekuensi belanja dan juga jumlah aplikasi belanja yang ada di smartphone milik penduduk di Indonesia.

Villani menyebutkan, sebanyak 72,2 persen pengguna e-commerce di Indonesia memiliki dua hingga lima aplikasi yang terpasang pada smartphone-nya.

Selain itu, ia juga memaparkan bahwa sebanyak 46,7% pengguna e-commerce di Indonesia pernah berbelanja melalui aplikasi sebanyak dua hingga lima kali dalam waktu sebulan. Tidak hanya itu, ia juga melihat bahwa Indonesia merupakan penyumbang terbesar dari musim belanja ’11/11′ atau yang disebut juga sebagai ‘single day’.

Penjualan ritel selama momen komersial ‘single day’ pada 2016 di kawasan Asia Tenggara (Indonesia, Singapura, dan Taiwan) meningkat sebesar 254% dengan kontribusi transaksi belanja terbesar berasal dari Indonesia.

Ingin tahu persoalan e-commerce, infrastruktur dan investasi di Indonesia? Gali lebih dalam di sini 

Related