Tantangan Tahun Ini Tak Kalah Besar Bagi Jokowi

marketeers article

Selama setahun lebih, pemerintahan Presiden Jokowi telah memberi warna tersendiri. Pro dan kontra, positif dan negatif, dukung dan tidak mendukung, dan sebagainya. Hal yang sama juga dilihat oleh Imam B. Prasodjo, Sosiolog dari Universitas Indonesia. Baginya, pemerintahan Jokowi merupakan sebuah pemerintahan yang tumbuh lantaran setidaknya tiga lapisan, yakni partai pendukung, akademisi dan profesional, plus kalangan artis.

“Saya mendapat kesan bahwa Pak Jokowi paling disibukkan dengan pergulatan bersama lapisan pertama, yakni kalangan partai pendukung. Lapisan ini tak jarang justru menjadi penghambat. Dalam hal ini, menjadi penghambat pelaksanaan Nawa Cita,” kata Imam kepada Marketeers.

Kesibukkan itu nampak dalam isu dan peristiwa resuffle kabinet, konflik KPK-POLRI, bencana asap, dan sebagainya. Tidak gampang bagi Jokowi untuk keluar dari jebakan hiruk pikuk tersebut dengan solusi cergas. Koridor hukum tetap menjadi acuan, tetapi Jokowi juga tidak bisa mengabaikan realitas politik yang sedang dihadapinya, baik dari kalangan internal partai pendukung maupun parlemen.

“Masalahnya kemudian, apakah lapisan dua dan lapisan tiga juga memiliki akses untuk berdiskusi dan memberikan pengaruh pada Jokowi atau tidak,” ujar Imam.

Tantangan yang dihadapi oleh Jokowi memang tidak kecil. Sebenarnya, sambung Imam, Jokowi mampu menjalankan pemerintahannya dengan lebih tegap pada tahun 2015. Sayangnya, ia sempat terbentur pada banyak hal. Salah satunya bencana kabut asap yang membawa banyak korban dan menyita perhatian tersendiri.

“Bencana asap ini bukanlah bencana sembarangan. Ada sebab-sebab struktural yang ada di belakangnya. Namun, ini bisa menjadi sebuah ujian seberapa tangguh Jokowi menghadapi raksasa-raksasa bisnis yang memiliki lobi luar biasa besar. Termasuk memiliki akses kepada lapisan pertama tadi,” imbuh Imam.

Pada tahun 2016, menurut Imam, tantangan yang dihadapi oleh pemerintahan Jokowi tak lebih kecil daripada tahun ini. Khususnya, tantangan saat ia ingin mengimplementasikan agenda-agenda pembersihan dan penataan struktural. Termasuk pelaksanaan Nawa Cita selama periode pemerintahannya.

“KPK menjadi salah satu indikator bagi pemerintahan Jokowi dalam memenangi battle dengan banyak pihak termasuk parlemen yang sebagian justru tidak menghendaki adanya penegakkan hukum, khususnya dalam melawan korupsi,” katanya.

Memang, kadang proses yang dijalankan oleh Jokowi terkesan lamban. Tetapi, sambung Imam, kemungkinan Jokowi sedang memberesi persoalan tahap demi tahap sesuai prioritas.

Meski demikian, sambung Imam, hal yang patut disyukuri adalah masyarakat masih melihat Jokowi memiliki niat dan tekad yang baik untuk memperbaiki negeri ini. Selain itu, Jokowi juga tidak terlahap oleh arus politik, khususnya arus yang tidak sevisi dengannya. Dimensi ekonomi juga penting dan harus menjadi perhatian besar bagi Jokowi.

Sementara, terkait dengan masalah Hak Asasi Manusia selama setahun ini, menurut Imam, Jokowi tertolong dengan isu-isu ekonomi yang menutupi wacana orang-orang yang memperbicangkan masalah HAM. Termasuk bencana asap yang sempat menutup perhatian orang pada masalah ini.

“Secara umum, Jokowi masih belum mempunyai jurus yang orang bisa membaca bahwa dia itu akanfirm melakukan penegakan HAM. Alasannya, banyak kompromi kanan kiri yang harus dihitung. Ini bisa dipahami di saat ekonomi yang masih sempoyongan, dukungan politik yang tipis, dan maupun dimusuhi oleh partai pendukungnya,” kata Imam.

Imam menambahkan, di sisi lain, dia diawasi oleh masyarakat luas sebagai pemilih terbesar. Rakyat sudah tahu bahwa Jokowi memiliki integritas meski banyak ranjau di kanan kirinya. Yang masih diharapkan adalah Jokowi mampu menghimpun kekuatan internal, mengingat masyarakat dan pers masih mendukungnya.

“Pada tahun depan, saya kira tidak melihat akan terjadi gejolak yang signifikan, sejauh masih bisa survive seperti sekarang. Termasuk mengantisipasi kekuatan besar yang akan merongrong visi besar kepemimpinannya,” pungkas Imam.

Related