Teknologi dan Kreativitas Jadi Penyelamat Koperasi?

marketeers article

Mempertahankan eksistensi koperasi selama 41 tahun tentunya tidak gampang. Apalagi nama koperasi sendiri bisa kendengaran asing khususnya bagi generasi millenials saat ini. Tapi, Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Kospin Jasa membuktikan diri selama empat dekade tetap relevan sampai sekarang.

“Secara populasi, jumlah koperasi di Indonesia cukup besar. Namun, selama ini, masih ada pengelolaan yang salah. Dari sekian ratus ribu koperasi, hanya sedikit yang terbilang baik, berhasil, dan sehat. Saatnya, kita bicara kualitas dan bukan kuantitas lagi. Termasuk mampu bersaing dengan lembaga yang lain,” ujar Andy Arslan Djunaid, Ketua Umum Kospin Jasa.

Andy bangga, Kospin Jasa yang ia pimpin menunjukkan prospek positif dari tahun ke tahun. Hal ini terbukti dengan dari modal awal Rp 100 juta, kini Kospin jasa memiliki aset Rp 5,6 triliun.

Sementara, ia tidak sependapat dengan pandangan bahwa koperasi masih kalah populer dengan perbankan saat ini. Sebaliknya, justru koperasilah yang paling dikenal oleh masyarakat Indonesia.

Menurutnya, koperasi menjadi model yang pas di sini. Sayangnya, masih ada beberapa masalah yang melilit koperasi di Indonesia. Misalnya, masih ada banyak koperasi yang tak terkelola dengan baik sehingga membuat citra koperasi memburuk – khususnya di kalangan anak muda. Termasuk koperasi yang dianggap tidak menjanjikan sebagai lembaga keuangan dan tempat bekerja.

“Di Kospin Jasa ini, kami bersyukur bisa menggaji karyawan dengan baik di atas UMP di semua wilayah,” katanya.

Kospin Jasa sudah berumur 42 tahun – tepatnya pada 13 Desember 1973. Dari modal awal Rp 4 juta, saat ini berkembang menjadi Rp 5,6 triliun. Kospin Jasa memiliki 130 kantor yang tersebar di Jawa Tengah dan memiliki kantor perwakilan di Bali dan Lampung. Sejak tahun 2008, Kospin Jasa sudah online sehingga pelayannya bisa real time. Untuk transaksi keuangan, Kospin Jasa sudah memiliki mesin ATM yang masih didukung oleh perbankan swasta nasional.

“Kami memiliki banyak produk-produk unik dan menjadi andalan. Salah satunya tabungan Safari. Dalam tabungan ini, setiap penabung setiap bulannya harus menabung sekitar Rp 300.000 selama tiga tahun. Setiap bulan diadakan undian seperti arisan dan setiap tahun memberikan fasilitas wisata kepada seluruh penabung, seperti ke Singapura,” kata Andy.

Menurut Andy, program-program gathering juga didesain sedemikian rupa agar para nasabah antardaerah bisa saling bertemu, terikat, dan membangun jejaring – khususnya jejaring bisnis yang bisa meningkatkan taraf hidup mereka. Untuk produk Program wisatanya ke luar negeri memiliki misi sendiri.

“Ini penting karena bagi kami, anggota koperasi pun harus memiliki wawasan internasional sekaligus mencoba ATM Kospin Jaya yang berbasis Wisat sehingga bisa diakses di mana pun,” katanya.

Andy menyebut program pinjaman di Kospin Jasa beragam, dari modal kerja, bujet naik haji, investasi, dan sebagainya. Andy menekankan, semua pinjaman hanya berlaku untuk aktivitas produktif seperti usaha dan bukan konsumtif. Dengan ini, nilai pemberdayaan menjadi penting.

Nasabah yang ingin mendapatkan uang sebagai modal usaha harus melewati sistem dan proses saringan yang ditetapkan oleh Kospin Jasa. Proses saringan ini, sambung Andy, bukanlah untuk mempersulit, tetapi justru membantu agar nasabah memiliki perencanaan bisnis yang matang, termasuk visibilitas usaha yang akan mereka kelola, kemasan produk yang kreatif, sampai jaringan pemasaran.

“Kami tidak hanya memberi modal kerja dan investasi, tetapi juga pengetahuan tentang usaha dan pasar yang akan mereka masuki,” katanya.

Bicara soal kesejahteraan anggota, Kospin Jasa membedakan anggotanya dalam tiga kelompok. Pertama, mereka yang sudah bergabung dengan Kospin Jasa tetapi belum membayar simpanan pokoknya sebesar Rp 1 juta. Kedua, mereka yang sudah membayar simpanan pokok tetapi belum membayar simpanan wajib yang sekarang nilainya Rp 9 juta. Ketiga, mereka yang sudah membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Mereka akan diberikan THR dan Sisa Hasil Usaha yang disesuaikan.

“Ini yang membuat Kospin Jasa itu menguntungkan ketimbang di bank yang sekadar berelasi penjual dan pembeli. Sementara di koperasi mereka bisa menjadi pemilik. Dan, angka Rp 5,6 triliun itu hasil dari anggota sendiri dan bukan dukungan pihak luar,”ujar Andy.

Inovasi tersebut, sambung Andy, menjadi bagian dari strategi mempertahankan dan mengembangkan eksistensi koperasi di tengah pasar kuangan yang makin kompetitif. Menurutnya, ancaman paling nyata justru bukan dari produk-produk luar negeri melalui pasar ASEAN, tetapi bank-bank yang sudah ada yang memperluas jaringan kantornya sampai tingkat desa dan pasar tradisional. Sementara, ekspansi Kospin Jasa tentu tak semudah dan selancar perbankan.

“Kami ingin memenangkan persaingan dengan servis yang lebih prima dan semangat kekeluargaan yang menjadi ciri khas dari koperasi. Ini yang menjadi competitive advantage dari koperasi,” katanya.

Akhirnya, agar tetap eksis di masa depan, menurut Andy, koperasi harus berbenah dan bisa menjaring anak-anak muda. Ini tentunya menjadi pekerjaan rumah yang tak gampang, khususnya bagi Kospin Jasa.

Related