Teknologi Disrupsi, Opsi Meningkatkan Produktivitas Kerja

marketeers article

Pengembangan teknologi disrupsi dan inovasi saat ini masih terkonsentrasi di negara-negara dengan tingkat komitmen yang tinggi dan tempat berkumpulnya para ahli dalam penelitian dan pengembangan, seperti China , Jepang , India , dan Korea Selatan. Namun demikian, negara-negara ASEAN, termasuk Indonesia, memiliki kesempatan untuk terlibat dalam pengembangan teknologi disrupsi dengan menjadi bagian dari global partnership yang mengakomodasi adanya transfer teknologi lintas batas.

The Habibie Center bekerja sama dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia serta Yayasan World Islamic Economic Forum menyelenggarakan diskusi publik bertema “Seizing the Benefits of Disruptive Technology for Manufacturers in Increasing Labor Productivity” di The Habibie Center, Jakarta Selatan. Diskusi publik ini adalah bagian dari rangkaian acara World Islamic Economic Forum (WIEF) ke-12 yang akan berujung pada acara utama pada 2 sampai 4 Agustus 2016 mendatang di Jakarta.

Peneliti Senior Bidang Ekonomi LIPI Zamroni Salim mengatakan,teknologi disrupsi tidak selalu bertentangan dengan kegiatan operasional konvensional yang menggunakan tenaga kerja besar-besaran. “Operasional manufaktur yang menggunakan big data dan Internet of Things (IoT) justru dapat terbantukan melalui analisa operasional secara lebih rinci, seperti real time data  dari  pemasok, transit pengiriman, sampai ke tingkat hilir seperti permintaan pelanggan yang kesemuanya dapat melengkapi  operasional konvensional,” katanya.

Teknologi disrupsi dapat menjadi alternatif bagi Indonesia dan Negara ASEAN lainnya untuk memperbesar margin keuntungan dan memperkecil biaya operasional, dan berpotensi untuk menghasilkan US$25 sampai US$45 miliar per tahun bagi ekonomi ASEAN pada tahun 2030. Hal ini juga sejalan dengan Rencana Induk Pengembangan Industri Indonesia (RIPIN) pada 2015-2035 yang menargetkan kontribusi sebanyak 30% dari industri non-minyak dan gas pada 2020.

Staf Khusus Kepresidenan Republik Indonesia Untuk Ekonomi dan Keuangan, Wijayanto Samirin, mengatakan, “Produsen di Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya perlu mengakses inovasi dan tekhnologi yang disruptif di dalam kerjasama lintas batas yang global. Kerjasama di antara perusahaan kecil dan besar dibutuhkan untuk meningkatkan persaingan global.”

Related