Tiga Jalur Hilirisasi Industri CPO Nasional Masih Potensial

marketeers article

Hilirisasi di sektor industri minyak kelapa sawit alias Crude Palm Oil (CPO) dapat meningkatkan nilai tambah tinggi sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi, industri pengolahan sawit selama ini mampu memberikan kontribusi signifikan bagi Indonesia karena sebagai produsen dan eksportir terbesar dunia. Tiga jalur hilirisasi industri CPO di dalam negeri pun diyakini masih potensial untuk terus dikembangkan.

Secara rata-rata tahunan, industri kelapa sawit hulu-hilir berdasarkan data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyumbang USD20 miliar pada devisa negara. Selain itu, sektor ini juga menyerap tenaga kerja sebanyak 21 juta orang baik secara langsung maupun tidak langsung.

Bahkan, Indonesia berkontribusi sebesar 48% dari produksi CPO dunia dan menguasai 52% pasar ekspor minyak sawit. Indonesia pun berpeluang menjadi pusat industri pengolahan sawit global untuk keperluan pangan, nonpangan, dan bahan bakar terbarukan.

Menurut Direktur Jenderal Ketahanan dan Pengembangan Akses Industri Internasional (KPAII) Kemenperin, I Gusti Putu Suryawirawan, ada tiga jalur hilirisasi industri CPO di dalam negeri yang masih potensial untuk terus dikembangkan. Pertama, hilirisasi oleopangan (oleofood complex), yaitu industri-industri yang mengolah produk industri refineryuntuk menghasilkan produk antara oleopangan (intermediate oleofood) sampai pada produk jadi oleopangan (oleofood product).

“Berbagai produk hilir oleopangan yang telah dihasilkan di Indonesia, antara lain minyak goreng sawit, margarin, vitamin A, vitamin E, shorteningice cream, creamer, cocoa butter atau specialty-fat,” terang Putu di Jakarta, Selasa (21/08/2018).

Kemudian, hilirisasi oleokimia (oleochemical complex), yaitu industri-industri yang mengolah produk industri refineryuntuk menghasilkan produk-produk antara oleokimia, oleokimia dasar sampai pada produk jadi seperti produk biosurfaktan (seperti produk detergen, sabun, dan shampoo), biolubrikan (biopelumas) dan biomaterial (contohnya bioplastik).

Ketiga, hilirisasi biofuel (biofuel complex), yaitu industri-industri yang mengolah produk industri refineryuntuk menghasilkan produk-produk antara biofuel sampai pada produk jadi biofuel seperti biodiesel, biogas, biopremium, bioavtur, dan lain-lain.

“Terkait dengan hilirisasi biofuel, saat ini pemerintah tengah serius untuk menerapkan program biodiesel 20% (B20) secara penuh di Indonesia, dan memperluas penggunaan B20 di semua kendaraan bermotor,” papar Putu.

Putu meyakini, program B20 dapat meningkatkan pemanfaatan bahan baku lokal serta diproyeksi dapat mengurangi impor bahan bakar minyak (BBM) sebanyak 3,5-4,5 juta liter ton per tahun atau kurang lebih setara dengan USD5,5 miliar per tahun.

“Dalam rangka mendukung hal tersebut, pemerintah sedang menyusun Rancangan Peraturan Presiden terkait kewajiban pencampuran B20 bagi sektor Public Service Obligation (PSO) dan non PSO,” imbuhnya.

Guru Besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Padjajaran (Unpad) yang juga Peneliti Lembaga Pengkajian, Penelitian, dan Pengembangan Ekonomi (LP3E) Kadin Indonesia, Ina Primiana menjelaskan, strategi pemerintah untukmenguatkan hilirisasi di sektor industri pengolahan sawit merupakan salah satu solusi dalam menghadapi pelarangan impor sawit Indonesia ke beberapa negara Uni Eropa.

“Jadi, industri hilir yang bertugas untuk mengolah sawit di dalam negeri harus bisa menghasilkan produk olahan sawit dalam bentuk yang berbeda untuk memperluas pasar ekspor,” tuturnya. Ia menjelaskan, harga CPO yang dijual mentah hanya senilai USD800-1.000 per ton atau setara Rp14,5 juta. Namun, jika minyak sawit itu diolah untuk kebutuhan produksi minyak goreng, harganya akan bertambah menjadi USD1.000-1.400 per ton atau setara Rp 20,3 juta.

Sementara itu, peningkatan nilai tambah lainnya, jika minyak sawit diolah untuk menjadi gliserin, asam lemak, fatty alcohol, methyl ester, itu harganya bisa mencapai USD1.400-2.000 atau setara Rp 29 juta. Kemudian, jika minyak sawit diolah untuk kebutuhan surfaktan, sabun logam, lubrikan alami, resin azelat, biopoliol dan asam dimer, akan memiliki harga hingga USD2.000-3.000 atau setara Rp 43 juta

Bahkan, jika minyak sawit diolah untuk kebutuhan kosmetik, sabun, detergen biodisel, obat-obatan, pelumas, biodisel, pelumas sampai cat, harganya mampu menembus USD3.000-4.000 atau setara Rp58 juta.

Related