Totalitas, Kunci Sukses Menjalankan Sport Marketing

marketeers article
32704979 shopping concept. shopping cart with sport equipment on shop background

Ada beragam cara yang bisa dipilih untuk membangun brand lewat olah raga. Paling sederhana adalah dengan kerjasama sponsorship, baik pada sebuah klub atau pun event olah raga. Tapi, bisa juga dengan mengelola sebuah klub.

Pilihan untuk memiliki sebuah klub atau event sendiri biasanya paling jarang diambil oleh para brand. Jika ditanya kenapa, jawabannya sudah pasti bahwa kegiatan tersebut bukanlah kompetensi mereka dan apalagi bisnis utama. Hanya bila ada komitmen dan ketertarikan kuat dari manajemen hingga pemilik suatu perusahaan sampai akhirnya memilih untuk membuat klub sendiri.

Inilah yang terjadi di PB Djarum. Bermula sejak tahun 1969, klub ini terkenal sebagai penghasil atlet-atlet bulutangkis nasional berkelas international. Sebut saja nama-nama besar di olah raga ini, seperti Liem Swie King, Haryanto Arbi, Ardy B. Wiranata, dan lainnya yang telah membawa nama Indonesia disegani di dunia bulutangkis.

“PB Djarum awalnya bukan untuk membentuk atlet berprestasi. Ini adalah media rekreasi para pekerja Djarum yang setelah bekerja ingin berolah raga. Sampai akhirnya, muncul seorang atlet muda berbakat, Liem Swie King, yang lalu mengubah PB Djarum seperti sekarang ini,” kata Yoppy Rosimin, Program Director Bakti Olahraga Djarum Foundation kepada  Marketeers, beberapa waktu lalu.

Meski begitu, Yoppy menolak bahwa apa yang dilakukan perusahaan Djarum dengan memiliki klub bulutangkis sebagai usaha untuk membesarkan brand Djarum. Ini adalah murni upaya Djarum dalam membina olah raga bulutangkis yang terbukti telah mengharumkan nama negara ini di kancah international.

“Kalau dikaitkan dengan bisnis itu pasti ada hitungan profit and lost. Lha, ini, kan tidak. Djarum konsisten dalam mengembangkan olah raga bulutangkis di segala situasi. Sejak tahun 200-an, bulutangkis Indonesia mengalami krisis regenerasi, terutama di tunggal putra dan putri. Dan, kami tidak pernah berhenti untuk terus mencari bibit dan membina,” jelasnya.

Sudah pasti bahwa komitmen PB Djarum ini direstui para pemilik klub yang notabene adalah juga yang punya Djarum. Memang, sudah jamak dikenal bahwa keluarga Djarum, terutama Robert Budi Hartono sangat gandrung dengan olah raga ini. Dan, tradisi ini diteruskan oleh generasi berikutnya Victor Hartono yang juga sangat suka dengan olah raga ini.

Secara lebih gamblang, komitmen pada bulutangkis ini disebut sebagi salah satu bentuk corporate social responsibility (CSR) dari Djarum. Mengingat, klub ini berada di bawah naungan Djarum Foundation. Sebuah yayasan yang bergerak dalam banyak kegiatan nonbisnis dari Djarum.

Meski PB Djarum adalah milik Djarum, namun klub ini tidak sungkan untuk menggandeng brand lain dalam kegiatan badminton. Yoppy menambahkan bahwa klub ini melakukan kolaborasi dengan brand lain sebagai sponsor juga, terutama terkait appareal, raket, minuman, dan lainnya. “Kalau tujuannya untuk mengembangkan badminton, kami tidak alergi menggandengkan logo kami dengan brand lain,” tegasnya.

Sejauh ini, memang hanya segelintir perusahaan yang begitu gila dalam berkecimpung di bidang olah raga. Apa yang telah dilakukan Djarum sejak tahun 1969 atau resminya tahun 1970 ini telah membuat image Djarum sebagai dedengkot badminton sangat kuat di benak masyarakat.

Selain perusahaan rokok asal Kota Kudus ini, ada juga perusahaan lain yang memiliki totalitas di dunia bulu tangkis. Di antaranya, adalah Grup Ciputra yang memiliki PB Jaya Raya dan PT Muti Garmen Jaya (Cardinal) dengan PB Mutiara Cardinal. Menurut Yoppy, sebenarnya, banyak perusahaan yang masuk ke olah raga badminton, namun sedikit yang memiliki konsistensi dalam jangka panjang untuk fokus dalam satu bidang saja.

Soal menekuni satu bidang olah raga ini memang sarat dengan banyak pertimbangan. Apa yang dilakukan oleh ketiga perusahaan tersebut dan klubnya sudah di luar hitungan bisnis. Ada keterikatan emosional antara individu penting, bisa jadi keluarga pendiri, di perusahaan tersebut dengan badminton. Jadinya, bukan lagi soal untung rugi, tapi kepuasan dan kebanggaan. Terbentuknya brand association antara olah raga dan brandnya adalah bonus semata.

Bila melihat gaya pilihan para brand dalam sport marketing, secara sederhana ada dua model yang bisa dibilang ampuh dalam membangun brand image. Pertama, totalitas dalam satu olah raga denggan membentuk dan menangani sebuah klub atau kegiatan reguler.  Dengan catatan, pilihan ini mendapat restu sepenuhnya dari otoritas tertinggi di perusahaan itu. Karena dengan memilih cara ini, perusahaan tidak bisa setengah-setengah.

Kedua, lewat sponsorship, syaratnya menjadi sponsor utama atau tunggal bila memang perlu. Katakanlah, menjadi sponsor tunggal di suatu kompetisi atau pada klub olah raga tertentu yang sudah terkenal. Bila kerjasama sponsor tunggal ini bisa berlanjut dalam beberapa tahun, niscaya ada manfaat yang bisa diambil. Setidaknya, brand association dari merek akan mulai terbentuk.

Nah, bagaimana dengan brand Anda? Jika hanya menjadi sponsor pendukung lebih tidak usah, hanya buang uang dan tidak ada manfaatnya. Brand Anda akan selalu berada di bawah bayang-bayang brand sponsor utama. Tapi, pilihan tetap di tangan Anda.

    Related