Tren Pariwisata Tahun 2016 Tidak Banyak Berubah, Mengapa?

marketeers article

Industri pariwisata di Indonesia terus  bertumbuh seiring dengan semakin banyaknya masyarakat yang menjadikan wisata sebagai gaya hidup mereka. Tidak ingin menyia-nyiakan tingginya permintaan masyarakat terhadap pariwisata di Indonesia, Perhimpunan Hotel & Restoran Indonesia (PHRI) mencoba menarik lebih banyak wisatawan dengan menawarkan apa yang menjadi keinginan mereka.

Wakil Ketua Umum PHRI Bidang Pemasaran dan Promosi PHRI Budi Tirtawisata mengingatkan para pelaku pariwisata untuk memahami karakteristik masing-masing daerah. Di Bali, sambung Budi, 80% adalah wisman dan 20% adalah wisatawan domestik. Lalu, di Jogja, 70% wisman dan 30% wisatawan domestik. Berbeda dengan Bogor yang mana pengunjung 90% adalah lokal dan 10% adalah wisman. Selain itu, masing-masing wisatawan memiliki preferensi yang berbeda berwisata. Meski semuanya sama-sama ingin mencari pengalaman.

“Orang Indonesia suka kuliner. Sedangkan orang asing lebih menyukai wisata sejarah. Sehingga mereka senang ke museum,” papar Budi.

Budi menekankan bagi angota PHRI untuk menggali potensi daerah mereka. Ini dilakukan untuk menghadirkan pengalaman yang menyennagkan kepada para wiswatawan. Ia ingin orang melihat hotel tidak saja digunakan sebagai tempat istirahat. Ia berharap hotel-hotel menyediakan sesuatu yang khas di daerah tersebut, misalnya saja menyajikan kopi, kue, dan makanan khas daerah.

Bagi Budi, tren pariwisata pada 2016 tidak banyak yang berubah. Saat ini, spending wisatawan domestik setiap kunjungan sebesar Rp 700-800 ribu. Sementara itu, wisman menghabiskan US$ 1.200 selama 7 malam. Terkait situasi ekonomi yang sempat tak menentu, Budi memperkirakan spending mereka tidak banyak berubah, malah bisa meningkat.

Ia memaparkan perilaku wisatawan menengah atas dan menengah berbeda saat Indonesia mengalami masa-masa sulit. Bagi masyarakat menengah ke atas mereka tidak terpengaruh. Kalaupun ada jumlahnya kecil. Mereka akan tetap pergi berwisata ke luar negeri.

Nah, lain halnya dengan kalangan menengah yang jumlahnya besar ini. Mereka tetap pergi berwisata ke luar negeri, tapi mereka mencari negara yang mata uangnya juga terdepresiasi. Contohnya saja Jepang, Korea Selatan, Turki, maupun Australia. Ini terbantu dengan harga tiket pesawat yang tidak terlalu mahal.

“Atau, pilihan kedua, mereka akan mengubah destinasi yang tadinya luar negeri menjadi dalam negeri,” tandas Budi.

 

Editor: Eko Adiwaluyo

Related