Untuk UKM, Bank Jangan Sekadar Gelontorkan Uang

marketeers article

Salah satu permasalahan yang dihadapi oleh UKM adalah permodalan. Banyak ide-ide dan produk kreatif yang dimiliki oleh para pelaku usaha yang kurang berkembang karena kekurangan modal usaha. Oleh sebab itu, banyak pelaku UKM menyambut baik layanan-layanan dari berbagai pihak seperti perbankan yang membuka akses mereka pada permodalan. Pinjaman modal ini biasa dipakai untuk aktivitasnya, seperti pembelian bahan baku, biaya produksi, maupun aktivitas pemasaran.

Sementara, pemerintahan Presiden Joko Widodo saat ini dinilai sangat peduli pada pengembangan UKM di Indonesia – khususnya yang tercantum dalam semangat Nawa Cita. Salah satu kendala yang dilihat presiden adalah ketetapan wajib tentang modal pendirian usaha minimal Rp 50 juta. Dalam paket kebijakan ekonominya, Jokowi menegaskan tidak ada batasan minimum modal untuk pendirian badan usaha berbentuk PT khusus bagi pelaku UKM.

Presiden juga terus mendorong lembaga-lembaga keuangan seperti perbankan untuk makin peduli pada nasib UKM ini mengingat perannya sangat penting pada perekonomian Indonesia. Sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia, Bank Mandiri sudah lama concern pada masalah pembiayaan sekaligus pemberdayaan UKM di Indonesia ini.

Di Mandiri, tidak hanya memberikan layanan keuangan, tetapi juga pendampingan dan pelatihan kepada para pelaku UKM. Mandiri juga membantu mereka melakukan operational management. Hal ini ditegaskan oleh Direktur Utama Bank Mandiri Kartiko Wirjoatmodjo.

“Bukan saja membuka akses modal bagi mereka. Para pengusaha ini langsung masuk ke sektor riil. Rata-rata, mereka masuk tanpa landasan teori yang kuat. Jadi, tak jarang, mereka menjalankan bisnisnya berdasarkan intuisi saja. Sebab itu, ini yang mendorong Mandiri untuk melakukan pendampingan kepada mereka. Perlu pendampingan dan pemberian modal pengetahuan di awal,” ujar Kartiko.

Kartiko optimistis pada UKM-UKM khususnya yang ada di bawah payung binaan Wirausaha Mandiri makin berkembang. Mereka berusaha tidak sekadar berlandaskan kebutuhan (by necessity) tetapi juga berlandaskan strategi (by design). Hal ini nampak dalam diri anak-anak muda yang tampak makin kreatif dalam menjalankan usaha rintisan atau yang populer dengan sebutan startup. Hal ini tercermin dalam ajang kompetisi Wirausaha Muda Mandiri sejak tahun 2007 untuk menjaring wirausaha di kalangan anak muda.

Terkait dengan dukungan modal UKM, Bank Mandiri belum lama ini menurunkan lagi suku bunga pinjaman di bawah Rp 500 juta untuk segmen UKM nonmikro. Dampaknya, suku bunga single digit dari sebelumnya lebih dari 10%.

“Penurunan suku bunga ini dilakukan terhadap seluruh sektor di luar mikro non-KUR dan kartu kredit serta diberlakukan secara selektif. Kami berharap, penurunan bunga ini dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik,” ujar Kartika dalam keterangan resminya.

Untuk UMKM, hingga Maret 2016, Bank Mandiri telah menyalurkan kredit sebesar Rp 74,6 triliun – lebih tinggi dari periode yang sama tahun 2015 sebesar Rp 72,4 triliun. Bank Mandiri juga menyalurkan pembiayaan khusus dengan skema penjaminan pemerintah, yaitu Kredit Usaha Rakyat (KUR). Total penyaluran KUR hingga triwulan I/2016 mencapai Rp 3,7 triliun, atau 28% dari target penyaluran KUR tahun 2016 sebesar Rp 13 triliun.

Hal serupa juga dilakukan oleh PT Bank DBS Indonesia (DBS). Menurut Rudy Tandjung selaku Direktur Strategi & Pengembangan DBS Indonesia, pertumbuhan UKM di Indonesia hampir sejalan dengan pertumbuhan ekonomi sebesar 5%. Pada tahun 2019, UKM ditargetkan bisa berkontribusi pada PDB Indonesia sebesar 12%.

“Mereka merupakan tulang punggung perekonomian suatu negara agar lebih sustainable,” kata Rudy.

Sekarang ini, untuk revenue bagi DBS, lebih banyak datang dari corporate bank sekitar 80%. Sisanya datang dari consumer dan SME. Ke depannya, Rudy berharap, komposisinya lebih seimbang. “Dengan ini, revenue kami bisa terbagi dari sektor-sektor yang potensinya semakin berkembang, seperti SME,” katanya.

Untuk pembiayaan, Rudy mengakui perlunya upaya edukasi kontinu kepada pelaku UKM khususnya yang masih kecil dan masih belum memiliki literasi cukup soal layanan perbankan. Bagi Rudy, usaha setingkat SME boleh dibilang sudah bankable. Artinya, ada sentuhan perbankan, baik dari akses modal dan pasar. Untuk skala kecil, DBS mengedukasi melalui banyak cara. Salah satunya dengan program DBS Bring Indonesia to Global (BIG).

“Dengan BIG ini, setidaknya pelaku UKM itu mulai berpikir dalam skala yang bankable, baik akses ke pasar, permodalan, mendekati investor, dan sebagaiya. Ini sudah kami lakukan dari empat tahun terakhir dengan ragam mentoring kontinu agar mereka memiliki modal kuat dalam menjalankan bisnisnya dan bukan sekadar modal uang,” katanya.

DBS, bagi Rudy, berprinsip tidak hanya menggelontorkan uangnya saja dan membiarkan nasabah UKM mengelolanya sendiri. Pendampingan menjadi langkah kunci pemberdayaan UKM, khususnya dalam pengelolaan keuangan mengingat banyak godaan yang mendatangi owner bisnisnya.

“Sebab itu, kami tidak mudah memberi uang. Kami melihat dulu apa yang menjadi kebutuhannya. Kami juga berfungsi sebagai kontrol agar uang bisa dimanfaatkan semestinya,” katanya.

Rudy menambahkan, sama dengan nasabah lainnya, yang patut ditunjukkan kepada nasabah UKM adalah kepercayaan. “Yang jelas, bisnis bank adalah bisnis kepercayaan. Ini dibangun tidak dalam semalam,” katanya.

Related