Murah Mana, Buat Video Lewat Agensi atau Vlogger?

marketeers article
74225115 vector young woman playing videogames on video

Dulu ada blogger, sekarang ada vlogger. Istilah yang beken saat ini karena banyak influencer berganti media dari tulisan menjadi video. Mereka merekam kegiatan sehari-hari atau yang mereka suka untuk kemudian ditampilkan di platform media sosial berbasis video seperti Youtube atau Instagram. Vlogger juga sering disebut sebagai Youtuber.

Tidak heran para tukang vlog video tersebut kini banyak diburu oleh para brand. Pasalnya seorang vlogger papan atas dengan pengikut di atas satu jutaan punya potensi menghasilkan awareness tinggi, karena nama brand terpampang jelas di video si vlogger. Tapi benarkah begitu?

“Ya dan tidak. Vlogger itu kami incar karena massanya sudah banyak, sudah fix. Kami mau bangun awareness di situ. Tidak juga karena berkolaborasi dengan vlogger banyak tantangannya. Mereka sangat idealis, kadang memunculkan nama brand dari awal tidak bisa. Mereka tidak mau terkesan jualan banget, makanya biasanya nama brand muncul di akhir,” ujar brand manager Cap Lang Azis Chandra di Jakarta beberapa waktu lalu.

Dari segi harga juga lumayan, karena terakhir berkolaborasi dengan vlogger, Azis harus keluar dana lebih dari Rp100 juta. Ia mengaku soal awareness dan jumlah view memang besar, namun dengan dana sebesar itu membuatnya harus berpikir ulang.

Sehingga tim Cap Lang mencoba lagi untuk membuat konten video namun kali ini tidak menggunakan vlogger. Lebih kepada menggunakan jasa agensi biasa dengan menggunakan model atau talent yang bukan vlogger.

“Apa sebenarnya yang menarik penonton terutama pria jika mereka mengonsumsi konten video? Storytelling, komedi? Pastinya sex. Kami pernah coba membuat konten tanpa vlogger dengan mengangkat sedikit menyerempet ke arah sana untuk brand Geliga. Talent-nya kami gunakan model yang sudah wara-wiri di majalah-majalah pria dewasa. Hasilnya ternyata sama baiknya dengan menggunakan vlogger,” aku Azis.

Nyatanya dari segi biaya juga lebih murah. Azis mengaku hanya mengeluarkan kocek sekitar sepertiga dari biaya dengan vlogger lewat hasil mirip-mirip. Padahal boleh dikatakan para agensi ini bukanlah vlogger yang memiliki massa besar dan belum tentu memiliki kemampuan untuk menarik minat penonton Youtube.

Dengan hasil seperti itu, Azis memang tidak mengatakan bahwa kapok menggunakan vlogger. Tetapi tetap penggunaan dan personanya harus dilihat dulu sebelum berkolaborasi. Toh, lewat agensi pun bisa memiliki dampak tidak kalah baik jika dibungkus ide menarik sekalipun itu nyeleneh.

Seperti yang dikatakan Manager Postpaid and Corporate Brand Telkomsel Andrew Mamahit, yang tetap memilih vlogger karena daya tariknya. “Kalau menggunakan agensi mereka belum tentu tahu cara menarik massa. Sedangkan vlogger pasti sudah terbukti bisa menarik banyak orang,” ujarnya.

Jadi, Anda lebih memilih menggunakan vlogger dengan kocek besar atau menyewa agensi dengan biaya lebih terjangkau?

    Related